"DONG!" Dentang lonceng terdengar, isyarat tengah malam. Suasana kota tidak seramai sebelumnya. Mereka yang terlalu bersemangat mengikuti perayaan akhirnya terlelap dengan dengkuran yang terdengar hingga keluar jendela.
Sebuah kedai 24 jam menjadi tempat pertemuan Mithyst dan lainnya. Di sana, anak itu telah menunggu kelompok Albert.
"Selamat malam," sapa Iriel. Wanita itu baru saja memasuki sebuah ruangan khusus yang hanya berisikan mereka.
"Kami telah lama menunggu," balas Mithyst, ia terlihat duduk di ujung meja, tempat para pemimpin majelis biasanya berada.
Kali ini Mithyst hanya bersama Aran menemui Iriel dan lainnya. Meski telah bekerja seharian, Albert dan Fuguel tidak bisa melewatkan pertemuan penting itu. Pertemuan yang tampaknya akan berlangsung lama.
"Kau bilang, kau menginginkan Lily of the valley bukan?"
Iriel kemudian tertawa kecil, "Kau tidak perlu terburu-buru anak muda," balasnya bercanda. Wanita itu baru saja melepas jubahnya dan duduk di kursi, tetapi sudah disuguhi pertanyaan tanpa basa-basi.
"Aku tidak punya banyak waktu sepertimu," tukas anak berkulit pucat itu.
Iriel mengabaikannya dan mulai merapikan rambut. Semua yang berada dalam ruangan akhirnya terseret oleh ritme wanita itu.
"Boleh aku tahu nama kalian terlebih dahulu?" Tanya si wanita dengan tunik berbahan katun, kemudian membuat dirinya mengambil alih alur percakapan.
Mithyst mendengus, suatu sikap yang tidak biasanya ia tunjukkan. "Aku adalah Amethyst Quinsley," tatapannya tajam, menunjukkan bahwa kedudukannya lebih di atas. "Meski orang luar, seharusnya kalian pernah mendengar nama itu."
Iriel hanya tersenyum, Albert yang duduk di samping wanita itu menunduk, sedangkan Fuguel tetap datar-datar saja. Kecanggungan bercampur ketegangan menyelimuti mereka. Sebelum ada yang mengalah dengan ego masing-masing, percakapan itu sepertinya tidak akan berjalan lancar.
"Perkenalkan, saya Aran Vysteria," pemuda itu menjulurkan tangan kepada wanita di hadapannya. Di luar dugaan, Aran tetap tenang.
"Salam kenal Tuan Vysteria," Iriel meraih tangan itu kemudian menjabatnya. Suasana sedikit mencair.
"Jika bisa, kami ingin tahu alasan Anda menginginkan Lily of the valley. Seperti yang Anda ketahui, Rurall bukan negeri biasa, mendapatkan bunga itu di negeri kami sejujurnya tidak mudah," jelas pemuda itu.
"Aku dengar, dengan cara yang tepat, bunga itu mampu menyembuhkan penyakit apapun, aku berniat meneliti khasiatnya."
"Akan aku berikan, bagaimana pun caranya," tukas Mithyst. "Tapi, beritahu semua tentang lembah terlarang," imbuhnya.
"Baiklah," jawab wanita itu singkat.
"Kau serius?" Tanya Albert, anak itu menatap masternya cemas.
"Tentu saja," Iriel kemudian menepuk kepala muridnya. "Malahan aku berniat menceritakan semuanya dari awal, agar kau dan Tuan Fuga juga mendengarnya," sambung wanita itu sembari melihat ke arah Albert dan Fuguel. Kedua orang itu lalu balas menatap.
Iriel menekan ujung-ujung jarinya di atas meja, ia diam cukup lama. Ekspresi wajah wanita itu kemudian berubah serius. "Sebelum aku menceritakan semuanya, aku ingin tahu alasan kalian," kata Iriel, ia mentap Mithyst dan Aran secara bergantian.
Mithyst menghela napas, "Sret …," anak itu tiba-tiba berdiri. Ia lalu berjalan ke arah jendela yang berada di belakangnya. Sembari memegang kaca, Mithyst mulai berbicara.
"Albert …," seru Mithyst.
"I-iya," jawab anak itu kaku.
"Kau tidak perlu gugup," ucap Mithyst seraya tertawa kecil, ia melirik Albert---anak yang terlihat menunduk itu. Anak berambut ikal itu masih bingung memilih sikap setelah mengetahui identitas Mithyst.
"Rurall … bagamana menurutmu?" Tanya anak bermanik merah muda itu.
"Me-menurutku luar biasa. Aku belum pernah melihat negeri se—" kalimat Albert terputus, sekilas ingatan ketika menginjakkan kaki pertama kali di Rurall muncul. Wajahnya seketika muram. "Folois sangat mengagumkan, tapi hanya kota ini."
Mithyst menggigit bibir bawahnya. "Semua tempat di Rurall harusnya seperti Folois," jelas anak itu.
Sebagai bagian dari keluarga kerajaan, Mithyst memiliki rasa tanggung jawab terhadap negerinya. Negeri yang begitu ia kasihi. Sejak kecil, anak itu telah banyak membaca sejarah mengenai Rurall dan penduduknya. Namun, semakin berubahnya zaman, negeri itu tidak lagi pantas disebut sebagai negerinya para peri.
"Kau melihat hippogriff di istal bukan?"
"Iya," jawab Albert.
"Seharusnya mereka hidup dengan bebas, bukan dikurung layaknya hewan ternak …," Mithyst lalu mengepalkan tangan erat. "Dahulu, pepohonan bernyanyi, hewan-hewan berbicara, mereka hidup sebagai makhluk yang setara dengan yang lainnya. Jika terus seperti ini, bahkan Folois sekalipun tidak akan bertahan."
Mithyst berbalik dan melihat wajah orang-orang di hadapannya "Aku, sebagai penduduk Rurall tidak bisa membiarkan itu," ucap anak itu lantang.
Suara lembutnya seperti merasuk ke dalam diri orang-orang di dalam ruangan. Aran, Iriel, bahkan Fuguel tidak mampu berkata-kata. Kemudian Albert, ia merasa sesak di dada.
"Kau benar-benar hebat," ucap anak berambut hitam itu lirih. Ia menatap Mithyst dalam. "Sangat berbeda denganku … yang melarikan diri," imbuhnya dalam hati.
Iriel yang berada di samping Albert melihat ekspresi sedih anak itu. Tentu saja ia menyadari hal yang Albert pikirkan. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa terkait perasaan anak itu.
"Aku mengerti situasimu, dengan kata lain kau menginginkan kekuatan untuk memulihkan Rurall," Iriel menyimpulkan. Aran dan Mithyst mengangguk.
Iriel mengeluarkan bilah tongkat berwarna hitam. Wanita itu kemudian memasang pembatas di seluruh ruangan, membuat orang luar tidak mampu mendengar percakapan mereka.
"Pembicaraan kita malam ini mungkin akan berlangsung sangat panjang, tapi izinkan aku untuk bercerita mengenai sejarah sebuah negeri gersang."
Iriel bercerita mengenai masa lalu Ririas beratus-ratus tahun lalu, jauh sebelum negeri itu tampak seperti sekarang. Sebuah negeri dengan tanah kering. Sebuah negeri yang hampir kehilangan harapan. Namun, suatu hari seorang pemuda dengan mimpi yang besar mengembalikan harapan penduduk negeri itu.
Pemuda itulah yang kini dikenal sebagai penyihir pertama, kemudian memberi nama Ririas. Bagaimana pemuda itu melahirkan Ririas berkaitan dengan perjalanannya menuju lembah terlarang. Di tempat itulah ia berhasil memperoleh kekuatan dan menjadikannya seorang penyihir.
Dahulu, manusia merupakan ras yang sangat lemah, tak berdaya, dan menjadi sasaran empuk bagi ras lainnya. Rurall, negeri para peri menjadi salah satu negeri terkuat waktu itu. Dunia dulunya dihuni oleh beragam jenis makhluk mulai dari dwarf, warbeast, ogre, troll, dan masih banyak lagi. Selalu ada peperangan untuk menentukan rantai paling atas. Dan tentu saja manusia selalu dirugikan dengan kekuatan fisik yang terbatas dan tanpa kekuatan supernatural.
Muak dengan keadaan itu, si pemuda yang akhirnya mengetahui lembah terlarang---tempat suatu zat luar biasa berada, memutuskan untuk melakukan perjalanan. Dengan taruhan nyawa, pemuda itu berharap suatu saat dapat memperoleh keseimbangan dalam rantai kehidupan. Bagaimana pemuda itu sampai di sana belum diketahui. Tapi yang pasti, ia berhasil menaiki menara dan memanjatkan permohonannya. Pemuda itu diberitahu cara memperoleh kekuatan---yang saat ini disebut dengan sihir.
Setelah ras manusia berhasil menyaingi ras lainnya, mereka mulai bangkit dan membangun peradaban. Dengan kecerdasan mereka, dalam kurun waktu satu abad, mereka mampu melampaui ras lainnya. Ras manusia akhirnya mulai menginvasi wilayah negeri-negeri lain. Saat itu beberapa wilayah seperti Rurall, memilih untuk mengisolasi diri dan tidak terlibat perang. Alhasil, ras manusia berada di puncak piramida kehidupan.
Melihat ketidakseimbangan yang manusia lakukan, zat yang memiliki kekuatan tertinggi memberi pembatasan terhadap dua hal. Pertama, manusia tidak lagi dapat belajar mengenai sihir kecuali mereka berasal dari keturunan penyihir atau yang diberkati. Kedua, lembah yang diagungkan tidak lagi dapat diakses dengan tujuan mencegah kejadian serupa. Tempat itu, kini dikenal dengan nama lembah terlarang.
~