"Albert, Albert!" Suara wanita itu terdengar samar-samar.
Albert yang terlelap terusik karena suara yang muncul di kepalanya.
"Ada apa?" Anak itu mengusap bekas liurnya dan bangkit---terduduk di atas kasur.
"Aku akan segera pergi, ini adalah kesempatan terakhir kita bertemu."
Kesadaran Albert pulih sepenuhnya. Anak itu kemudian menggenggam erat selimut putih yang menutupi kakinya. "Kita bertemu di mana?"
Iriel kemudian menjelaskan lokasi pertemuan mereka. Lalu, saat anak itu mengendap-endap agar Fuguel tidak terbangun, tiba-tiba terdengar suara dari pria berkuncir itu. "Kau mau ke mana?" Tanyanya. Albert terlonjak, tak disangkanya pria berkuncir itu tetap terjaga hingga pukul empat pagi.
"Kau bangun rupanya." Albert melemaskan ketegangan di pundaknya lalu menjelaskan, "Aku akan bertemu Iriel, sepertinya dia akan segera berangkat."
"Kalau begitu aku ikut."
"Kau tidak harus …," Albert melihat tatapan mata Fuguel yang mengisyaratkan bahwa dirinya memaksa. Anak itu mendengus kemudian berkata, "Baiklah, kita harus bergegas."
Kedua pengembara itu menuju sebuah lereng dekat perbatasan Folois. Di sana, seorang wanita berjubah hitam telah menunggu.
"Iriel!" Albert tampak terengah-engah setelah berlari.
"Kau akhirnya datang juga." Iriel kemudian merogoh tas selempangnya dan mengeluarkan sesuatu. "Ambil ini!"
Albert menangkap benda yang Iriel lempar. Anak itu sempat kebingungan sebelum ekspresi girang muncul dari wajahnya. "Terima kasih," ucapnya dengan cengengesan.
"Selanjutnya, pergilah ke sebuah desa di wilayah Norse, temui masterku. Di sana kau pasti akan menemukan jawabannya," jelas Iriel.
Albert mengerutkan kening, "Bisa kau beri alamat lengkapnya?"
Iriel tertawa kecil, "Aku memberikanmu sebuah kompas, benda itu akan menjadi petunjuk."
Albert mencari-cari di antara barang yang Iriel berikan dan menemukan kompas cokelat berbahan kayu. Benda itu merupakan item sihir.
"Albert, ketika kau bertemu masterku, kau hanya perlu yakin." Wanita itu mengacak-acak kepala muridnya hingga rambutnya berantakan.
Iriel kemudian melirik ke arah pria berkuncir yang sejak tadi berdiri di belakang Albert "Tuan Fuga, aku mohon jaga muridku baik-baik."
Albert tersipu mendengar ucapan masternya, "Memangnya kau ibuku," gumam anak itu.
"Jangan khawatir," Fuguel meletakkan tangannya di atas kepala Albert. "Aku pasti melindunginya."
"Senang mendengarnya," wanita itu berangkat dengan sapu terbang, membelah awan dan meninggalkan kedua pengembara yang melihatnya dari kejauhan. Punggung Iriel semakin menjauh.
"Kakak, kumohon lindungi Albert. Dan Albert … kumohon selamatkan kakakku, karena hanya kau yang bisa menyelamatkannya." Wanita itu menitikkan air mata.
Saat langit terang sepenuhnya, kedua pengembara itu telah sampai di rumah pohon. Mereka berniat bersantai sebelum keberangkatan selanjutnya. Niatnya seperti itu, kemudian tiba-tiba terdengar suara ketukan dari arah luar.
"Julia? Apa lagi maunya anak ini." Albert berjalan terhuyung-huyung dan membuka pintu, berpikir gadis berambut cokelat itu ada di sana.
"Ada apa?"
Anak itu kemudian melihat sosok pria tinggi berambut panjang di depan pintu. Berbeda dari bayangannya, Albert tampak terkejut. "Aran?"
"Permisi, aku boleh masuk?"
Dengan kedatangan Aran, Albert sadar bahwa apa yang akan mereka bahas terkait dengan perjalanan ke lembah terlarang. Tampaknya pemuda itu lebih serius dari biasanya.
"Selamat pagi Tuan Fuguel," sapa Aran kepada Fuguel yang baru saja menyiapkan sarapan. Meski sulit dibayangkan, sosok tanpa ekspresi itu saat ini mengenakan celemek berwarna merah muda.
"Silakan," Fuguel menyuguhkan secangkir teh panas.
Mereka bertiga berkumpul di meja makan. Ketika ditawarkan, Aran menolak untuk ikut sarapan dan meminta mereka tetap makan seperti biasanya.
"Kalian pastinya sudah menyadari maksud keadatanganku kemari," pemuda itu tampak meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Aku ingin membahas rencana perjalanan kita selanjutnya," imbuhnya.
Sembari meniup kepulan asap dari teh panas, Albert menyimak penjelasan Aran.
"Aku ingin membuat penawaran kepada kalian," ungkap pemuda itu.
"Penawaran?" Tanya Fuguel memastikan.
"Aku akan memperkenalkan seorang master pedang kepada Albert, sebagai gantinya kita akan melakukan perjalanan saat musim semi."
Albert mengangkat kedua alisnya, terkejut dengan usulan pemuda itu. "Mengapa harus menunggu musim semi?" Tanya anak itu, ia kemudian meletakkan cangkir yang ia pegang. "Dan kenapa aku harus belajar pedang?"
Aran menghela napas, kemudian menjelaskan, "Jangan tersinggung, tapi kau sendiri tahu jalan menuju lembah terlarang sangat sulit. Kami berharap setidaknya kau mampu melindungi dirimu sendiri."
"Aku tidak butuh belajar pedang, lagi pula Fuguel lebih dari cukup jika harus melatihku bela diri," ujar Albert. "Meski hanya dasar, tapi aku juga pernah belajar menggunakan pedang di tempat itu," ucapnya dalam hati.
"Aku pikir itu ide yang bagus," kata Fuguel.
"Hah? Apa maksudmu? Bukankah kita sedang terburu-buru?" Tukas Albert kepada pria berkuncir itu. Albert tampak tidak senang dengan ide yang Aran usulkan.
"Terima saja, bukankah ini penawaran yang sangat menguntungkan." Fuguel kemudian mendengus perlahan. "Dengan tubuh yang lemah itu, kapan saja kau bisa …." Fuguel tidak melanjutkan kalimatnya.
"Ck," Albert berdecak kesal, anak itu tampak sangat tidak puas.
"Jika kau berubah pikiran, temui aku di 'tempat ini' sore nanti," Aran mengulurkan secarik kertas. "Kalau begitu aku permisi." Pemuda itu kemudian beranjak pergi, dan hanya Fuguel yang mengantar kepergiannya. Albert masih merasa kesal, meski begitu ia memakan serapannya hingga tandas.
"Penawarannya bukan sesuatu yang buruk," ujar Fuguel. Pria itu tampak merapikan meja makan.
Albert hanya diam, anak itu tahu bahwa apa yang Aran tawarkan merupakan sesuatu yang menguntungkan, tetapi diperlakukan layaknya orang lemah benar-benar melukai egonya.
"Aku pasti akan melindungimu dengan nyawaku sebagai taruhannya" ucap Fuguel terdengar meyakinkan. "Tapi, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu, makanya kau juga harus bertambah kuat," jelas pria berkuncir itu, suaranya terdengar parau.
Albert menunduk, mencoba menenangkan diri. "Aku memang lemah, seandainya tidak bertemu Fuga aku mungkin sudah mati di Flugel saat itu." Anak itu mengepalkan tangan erat, menelan ludah, ia mencoba menurunkan egoanya. Kemudian memutuskan untuk menjadi lebih kuat. Demi dirinya dan demi teman pengembaranya. Albert akan berlatih pedang.
Sore hari, sesuai perjanjian Albert menuju tempat yang dialamatkan. Saat anak itu sampai, ia melihat mansion megah dengan halaman luas dipenuhi wisteria. Di sana tampak seorang pelayan tengah menyambutnya.
"Selamat datang," pelayan yang menyambut Albert terlihat berbeda dari orang kebanyakan. Tentu saja, telinga dan ekor hewan yang menempel di tubuhnya membuat Albert terkejut.
"A-aku ingin bertemu dengan Tuan Vysteria."
"Tuan muda telah menunggu Anda, silakan kemari."
Albert memasuki wilayah mansion itu, melihat tanaman yang bergerak dengan sendirinya seolah memiliki kekuatan mistis. Dan memang terdapat kekuatan di dalamnya. Anak itu kemudian memegang erat tas selempang yang ia kenakan. Kekhawatiran menyelubungi tubuhnya ketika hendak menginjakkan kaki ke dalam mansion.
Derit pintu kayu terdengar menggelegar, suara tapak kaki Albert terdengar samar-samar. Ia menatap ke sana kemari, tidak bermaksud menilai tetapi pandangannya secara alami teralihkan dengan suasana mansion tersebut. Megah tapi sedikit mencekam. Ornamen-ornamen
di sana sangat unik, baru kali ini Albert melihat yang seperti itu.
"Selamat datang!" Sambut pemuda berambut ivory itu. Ia tampak elegan dengan kain sutera berwarna hijau di tubuhnya. "Aku tak menyangka kau benar-benar datang, sebelumnya kau terlihat sangat enggan."
"Setelah dipikir-pikir ini bukan penawaran yang buruk," balas Albert ketus. Aran hanya dapat tersenyum canggung.
"Kalau begitu biar aku pertemukan kau dengan beliau." Aran mengantar Albert ke sebuah ruangan.
Ruangan yang mereka tuju merupakan ruang kerja si pemilik mansion, Tuan Tyr Vysteria, ayah dari Aran sekaligus kepala keluarga dari Vysteria.
Aran membuka pintu mahoni itu perlahan, kemudian tampak sosok yang tengah duduk menghadap jendela. "Ayahanda, Tuan Albert sudah datang."
Pria berusia lebih dari setengah abad itu menoleh kemudian beranjak, "Selamat datang Tuan Albert," sambutnya. Berbeda dengan Aran yang tampak elegan, karisma dari tuan yang satu ini lebih mengintimidasi. Rambut lurus berwarna perak yang berada di depan dadanya tampak berkilau diterpa cahaya yang menembus jendela.
"Salam Tuan Vysteria," Albert menunduk, memberikan penghormatan.
Tuan Tyr lantas menatap Albert lekat-lekat, ada jeda yang cukup panjang sebelum ia berbicara. "Sepertinya kita kedatangan tamu yang tidak biasa," ujarnya, kemudian tersenyum tipis. Mendengar hal tersebut, Albert menaikkan sebelah alis.
"Dia adalah orang yang saya ceritakan," kata Aran kepada ayahnya.
"Ikuti aku!"
Mereka kemudian meninggalkan ruangan tersebut menuju ke tempat pelatihan. Tempat pelatihan menjadi area yang terpisah dengan bangunan utama. Di tempat tersebut terlihat seperti arena pertarungan dengan berbagai macam pedang yang tersedia.
"Ambil apapun yang menurutmu cocok," Tuan Tyrvmenggulung lengan bajunya. Pria dengan wajah yang mirip Aran tetapi dengan kerutan itu bersiap-siap.
"Ki-kita akan berlatih sekarang?"
"Ada apa?"
"Ti-tidak, aku pikir kita hanya akan …."
"Aku tidak keberatan jika kau ingin bersantai, tapi pastikan kau mampu melindungi diri tanpa bantuan orang lain," tukas Tuan Tyr. Ucapan sinis yang ia lontarkan membuat si penyihir muda bungkam seribu bahasa.
Albert tanpa berkata-kata meletakkan tas selempangnya, berjalan ke sudut ruangan dan mengambil pedang yang tersedia.
"Aku tidak perlu menahan diri kan?" Tanya Albert, dari tatapannya ia tampak berapi-api. Lalu, tepat setelah Aran memberi aba-aba, anak itu menyerang lawannya tanpa ampun.
~