Chereads / A Story You Can Tell / Chapter 25 - Apa Berat Badanmu Turun?

Chapter 25 - Apa Berat Badanmu Turun?

Sosok itu akhirnya muncul memasuki ruangan, ia yang mengenakan serban dan pakaian serba putih tersenyum tipis. "Kita bertemu lagi Albert," sapanya.

Albert menatapnya nanar. Anak itu berpikir bahwa sikap tenang yang ditunjukkan Mithyst benar-benar arogan. Bahkan setelah semua yang ia dan orang-orangnya lakukan, ia masih mampu berpura-pura ramah. Albert cukup yakin, setelah mengetahui Julia bukan orang biasa dan Roxanne adalah bangsawan, tentunya sosok di hadapannya memiliki pengaruh yang jauh lebih besar. Aran dan Julia kini bersikap lebih tenang dan menunjukkan penghormatan.

"Aku ingin tahu …," Mithyst menghampiri Albert lebih dekat. Dengan dagu terangkat, ia menatap anak yang meringkuk itu. "Apa kau memiliki hubungan dengan orang-orang bertopeng waktu itu?"

"Ti-tidak," Albert spontan menjawab. Aura yang dipancarkan sosok di hadapannya sangat besar hingga membuatnya tidak mampu mengelak.

"Apa kau yakin?" Ia memiringkan kepala. "Atau mungkin kau tahu identitas mereka," tukas Mithyst.

Refleks anak itu memalingkan wajah, "Tidak," balasnya. Melihat reaksi Albert, Mithyst justru semakin curiga.

Mithyst berbalik meninggalkan anak yang duduk terikat itu. "Aran! Jangan lepaskan Albert sampai dia menceritakan semuanya," perintahnya, kemudian ia melirik Albert sekilas. "Aku benci orang yang mendekati orang lain dengan niat terselubung."

Anak itu kemudian menyeletuk, "Aku tidak ingin mendengar kalimat itu darimu." Mendengar hal itu, Mithyst memandangi Albert sembari menaikkan sebelah alisnya. "Kalian sama saja, mendekati orang lain dengan niat terselubung," sambung Albert. Anak itu berusaha bersikap tenang dengan segenap kemampuannya, tetapi amarahnya tidak mampu diredam.

Mithyst berjalan pergi, ia baru saja hendak keluar dari ruangan. Tetapi sebelum itu ia menyampaikan satu kata-kata terakhir. "Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi."

Ketegangan di antara mereka membuat kewaspadaan orang-orang di dalam ruangan menurun. Terlalu fokus dengan lawan bicaranya, membuat Mithyst lengah beberapa saat. Kemudian saat itulah, tanah tempat mereka berpijak bergetar. Dari langit-langit, debu berjatuhan. Mereka akhirnya sadar bahwa sesuatu telah terjadi.

"Tuan Muda berlindung!" Aran menarik lengan Mithyst yang baru saja akan membuka pintu dan Julia yang berada di sampingnya. Pemuda itu melindungi mereka dari sesuatu yang menghampiri.

"DUARRRRR!" Ledakan itu menghancurkan ruangan tersebut hingga berkeping-keping. Debu bertebaran akibat reruntuhan dan membuat mereka tak bisa melihat dengan jelas.

"Apa yang terjadi?" Setelah kepulan debu itu mereda, Mithyst membuka mata perlahan dan melihat sekitar. Terlihat Aran melindungi mereka.

"Luar biasa! Kalian mampu menghindarinya." Wanita dengan tongkat sihir di tangannya tampak melayang di udara.

Saat pengelihatan kembali jernih, wisteria bulan biru [1] melilit puing dan melinduingi Mithyst dan Julia dari reruntuhan. Tanaman rambat itu berasal dari pedang yang ditancapkan Aran di tanah. Pemuda itu pada akhirnya juga pengguna kekuatan supernatural.

"Siapa kau?" Tanya Aran kepada sosok yang melancarkan serangan. Sosok itu kemudian tersenyum simpul, mata lapiz lazulinya menyatu dalam biru wisteria.

"Aku master dari anak ini," jawabnya.

Tanpa mereka sadari, Albert telah meloloskan diri. Anak itu tidak lagi menyembunyikan identitasnya sebagai seorang penyihir. Ia melayang di udara dan bergabung bersama Iriel.

"Lama tak jumpa," ucap anak itu terlihat cengar-cengir.

"Kau terlihat kurus?" Iriel menatap muridnya saksama seperti sedang menilai. "Apa berat badanmu turun?"

Albert mendengus, "Abaikan saja," ujarnya.

Melihat kedekatan kedua orang itu, sudah jelas mereka besekongkol. Setidaknya seperti itulah yang dilihat oleh Aran dan lainnya. Pemuda itu mendongak dan menatap tajam mereka berdua.

"Sepertinya kalian terlihat bersenang-senang," pemuda itu menarik pedangnya yang tertancap. Ia memberi isyarat kepada Mithyst dan Julia untuk menjauh. "Izinkan aku bergabung bersama kalian." Pemuda itu kemudian menciptakan pohon wisteria yang besar. Kemudian ia menggunakannya sebagai pijakan untuk bertarung di udara.

"Kita harus kabur selagi bisa, pengguna kekuatan supernatural tidak akan mempan terhadap sihir," jelas Albert kepada masternya.

"Apa kau tidak mempercayaiku?" Wajah wanita itu tampak cemberut, Albert kebingungan dibuatnya.

"Hahaha," Iriel terkekeh, kemudian menyisakan senyum. "Aku sudah bilang, penyihir itu harus memiliki imajinasi yang kuat. Banyak cara untuk menyerangnya tanpa menggunakan sihir secara langsung." Wanita itu kemudian menepuk kepala muridnya. "Lihat saja mastermu!"

"Whooooosh!" Tembakan ke arah tanah diluncurkan Iriel. Pohon itu dibuat goyah hingga tumbang. Aran yang menyadarinya mendarat ke tanah tanpa terluka. Dengan hitungan detik, ia kembali menumbuhkan pohon wisteria.

Pemuda itu kemudian mencoba melilit Iriel dengan dahan pohon. Tumbuhan itu bergerak sangat cepat membuat Iriel cukup kewalahan. Setidaknya terlihat seperti itu. Beberapa detik kemudian persiapan Iriel justru telah selesai.

Tumpukan reruntuhan bangaunan telah melayang di udara. Wanita itu menjatuhkannya dengan sangat cepat. Aran tidak sempat berlindung sehingga satu-satunya cara adalah menghindari bebatuan itu satu per satu. Ia berlari dengan sigap.

"Hehe," Iriel tertawa kecil. Wanita itu kemudian menjatuhkan sisa reruntuhan yang sudah ia siapkan tepat di atas Mithyst dan Julia.

"Tuan Muda!"

"Slash, slash!" Mithyst membelah tumpukan batu yang hampir mengenainya dengan pedang. Iris berwarna merah muda itu tidak terlihat lembut sama sekali. Ia seolah berakata, "Jangan berpikir bisa menjadikanku sebagai kelemahan orang lain."

"Hmmm …," senyum Iriel menghilang. Kemudian di saat itulah Aran yang kehilangan ketenangannya, sekali lagi menggunakan dahan pohon sebagai pijakan. Ia melompat dengan menjulurkan pedang ke arah Iriel. Wanita itu belum sempat menghindar.

"IRIEL!"

"Desing!"

Seperti ada sengatan listrik yang mengenainya, pemuda itu terhempas dan jatuh. Sebelum mencapai daratan, ia berpegangan di bunga yang bergelantung itu.

"Kenapa? Aran mendongak, menatap Iriel yang masih melayang di udara. Wanita itu kemudian menghampiri lawannya.

"Sayang sekali, sepertinya sihir masih mempan terhadapmu," ucap wanita itu sembari menarik kedua sudut bibirnya naik, meski matanya menatap sinis.

Saat Aran meluncurkan serangan, pedangnya tertahan oleh pelindung yang menyelubungi Iriel. Sebuah pelindung yang sangat keras dan tak kasat mata. Hanya saja, pemuda itu tidak pernah menduga, bahwa sihir akan mempan terhadap pengguna supernatural. Darah mengalir dari kening Aran dan melukai beberapa bagian tubuhnya akibat kekuatan pelindung itu. Tapi anehnya, pemuda berambut panjang lurus itu kembali tenang.

"Apa kau tidak kagum dengan keanggunan wisteria?" Tanya Aran. Kening Iriel mengerut mendengar pertanyaan itu.

Aran kemudian tersenyum kecil, "Tidakkah tumbuhan begitu memikat? Sampai-sampai kau dibuat lengah."

"Uhuk … uhuk …," wanita itu sontak memegang tenggorokannya, tiba-tiba ia kesulitan bernapas.

"Sayangnya, wisteria memiliki racun," imbuh Aran.

Iriel hilang keseimbangan, wanita itu mencoba menstabilkan diri tapi ia kesulitan. Semakin lama napasnya semakin tersengal-sengal.

"Hentikan!"

Sebelum wanita itu kehabisan napas, Mithyst memerintahkan Aran untuk berhenti. Meski enggan, pemuda itu menghentikan penyebaran racun bunga wisteria miliknya, tanpa meragukan keputusan Mithyst.

Perlahan wajah Iriel memerah, seolah baru saja kembali hidup. Wanita itu akhirnya memijakkan kakinya di atas tanah. Albert yang melihat masternya dari kejauhan mendekat dan mencoba memapahnya.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Albert.

"Hal seperti itu tidak akan membunuhku," jawab wanita itu seraya tersenyum tipis. Meski Albert sangat mengkhawatirkan masternya, ia tahu jika Iriel berkata demikian maka itulah adanya.

"Iriel, apa itu namamu?" Tanya Mithyst setelah berlari menghampiri mereka. Beberapa lama wanita itu hanya terdiam seraya memicingkan mata. Mithyst mengerutkan keningnya. "Apa kau Iriel Ivrit?" Tanyanya sekali lagi. Wanita itu tetap diam. "Jika benar, aku ingin membuat kesepakatan denganmu."

Setelah mendengar itu, Iriel akhirnya bereaksi. Pupilnya membesar, seolah mendapat tangkapan besar.

~

[1] Wisteri bulan biru = salah satu jenis wisteria. Sesuai namanya, warna bunga itu adalah biru. Wisteria merupakan jenis pohon rambat dengan bunga yang menggantung.