"Di mana?" Anak itu akhirnya bangun sejak pingsan selama delapan jam. "Apa ini?" Ia baru sadar bahwa kaki dan tangannya diikat.
Setelah dibuat tidak sadarkan diri, Albert dibawa ke sebuah ruangan gelap yang terisolasi. Anak itu hanya bisa melihat cahaya redup yang menembus ventilasi---tingginya tiga meter di atas kepala. Anak itu tidak mendapatkan informasi apapun selain kenyataan bahwa dirinya telah diculik.
"Sial, sial, sial …," umpat anak itu dalam hati. "Seperti ini lagi!" Ia menghentakkan kakinya berulang kali. Rasa kesal itu hampir memuncak ketika ia sadar bahwa ia telah ditipu.
"Dari awal aku memang tidak setuju," sebuah pernyataan yang mencoba menyalahkan keadaan mulai terlontar.
Beberapa saat setelah menyalahkan diri dan keadaan, "Albert!" Terdengar suara yang memanggil anak itu. Tetapi suara itu bukan berasal dari luar, melainkan di dalam kepalanya sendiri.
"Iriel?"
"Syukurlah …," suara helaan napas lega terdengar pelan dari wanita itu. "Aku khawatir karena tidak bisa menghubungimu," jelasnya.
Setelah beberapa waktu Albert berada di Rurall, akhirnya Iriel menghubunginya. Sayangnya, keadaan anak itu tidak sedang baik-baik saja. Bahkan nasib kedepannya masih belum diketahui.
"Kau berada di mana?" Tanya Iriel.
"Tidak tahu."
Iriel kemudian mendengarkan penjalasan Albert terkait dengan kondisinya saat ini. Ia memberitahu masternya bahwa ia sedang disekap di tempat yang tidak diketahui. Berada di Folois sebenarnya masih diragukan. Ada kemungkinan bahwa dirinya dibawa pergi, tetapi mengingat adanya perayaan, kecil kemungkinan ia jauh dari kota itu.
"Sret …."
Suara itu terdengar dari luar, sepertinya ada seseorang yang mendekat. Dengan terburu-buru, Albert dan Iriel menyudahi percakapannya. Anak itu kini menyiapkan mental untuk melihat sosok di balik peristiwa penyekapannya.
"Sepertinya kau sudah sadar."
Di dalam ruangan yang gelap, sebuah cahaya dari pelita memperilhatkan sosok yang memasuki ruangan. Dan ketika sosok itu muncul, Albert mengerutkan alis dan rahangnya tampak mengeras. Sedikit lagi amarah anak itu tersulut, kapan saja ia bisa meledak. Setidaknya, tampak seperti itu. Sedangkan Aran, hanya membalasnya dengan tatapan dingin.
"Apa yang kalian lakukan?" Tanya Albert dengan suara parau.
"Seharusnya kau sudah tahu," ucap gadis yang beriringan dengan pemuda berambut ivory itu.
Albert menaikkan sebelah alisnya. "Aku pikir kita menjadi lebih dekat, kau menyakitiku Julia," ujar anak itu.
"Jangan pura-pura bodoh, kau tahu apa maksud kami."
"Apa maksud—"
"KAU TIDAK BISA MEMBOHONGI JULIA!" Bentak gadis itu hingga lengkingan suaranya menggema di dalam ruangan. "Julia tahu bahwa kau bukan orang biasa, Julia bisa melihat itu," jelas gadis itu, wajahnya merah padam. "Julia tidak bisa mempercayai pembohong seperti Albert."
Albert diam. Anak itu tidak bisa membalas ucapan Julia sama sekali. Meski kebenarannya ia tidak merencanakan apapun, tetapi kenyataan bahwa ia telah menipu mereka tidak dapat berbuah. Albert sadar akan hal itu makanya ia bungkam dan menjadikan dirinya terdakwa.
"Apa tujuan kalian?" Tanya Aran.
"Kami …."
Mereka berdua kemudian mendengarkan penjelasan Albert tentang alasan ia ingin ke Rurall. Secara kebetulan pada waktu itu gerombolan Mithyst lewat, dan akhirnya terbesit rencana seperti yang telah ia lakukan. Tentu saja Albert hanya bercerita mengenai pertemuan yang akan dilakukan dengan masternya. Alasan seperti ingin mengembalikan tubuh Fuguel atau tentang lembah terlarang sama sekali tidak ia sebutkan.
"Kami tidak bisa mempercayaimu begitu saja. Kenyataan bahwa Julia melihat adanya sesuatu yang menyelubungi tubuhmu tidak terbantahkan …," pemuda itu kemudian mendengus. "Sekalipun kau benar, kami tetap saja tidak bisa membiarkanmu."
Salah satu kemampuan yang Julia miliki adalah mampu mendeteksi energi melalui pengelihatannya. Sewaktu ia memelototi Albert di perjalanan, gadis itu melihat sesuatu di tubuh Albert. Itulah alasan gadis itu terlihat begitu waspada di dekat Albert saat pertama kali melihatnya.
Sedangkan si anak berambut ikal, saat ini hanya menundukkan kepala, tampak merenung. Siapa yang menanam angin, dia yang menuai badai. Persis seperti itulah keadaan yang menghampiri Albert. Siapa yang menyangka bahwa ia sedang bermain-main dengan api, dan tanpa ia sadari tubuhnya sudah terbakar.
"Percaya padaku, aku tidak memiliki niatan apapun," jelas anak itu memelas. Sayangnya, ia tidak digubris. "Apa yang harus aku lakukan agar kalian percaya?" Tanya Albert masih berusaha. Anak itu hampir saja terlihat putus asa.
Aran dan Julia tidak membalas pertanyaannya, mereka memalingkan wajah---menolak untuk berinteraksi lebih jauh. Kedua orang itu tidak terlihat akan melukai Albert, tetapi juga enggan membebaskannya. Bagi Albert sendiri, hal itu merupakan kesempatan untuk melepaskan diri.
"Kalian tidak mungkin menyekapku seperti ini selamanya," jelas anak itu. Raut wajahnya berubah, terlihat lebih dingin. "Bagaimana kalian bisa membuktikan aku bersalah atau tidak?"
"Sepertinya kau tidak memahami posisimu saat ini," tatapan Aran persis seperti saat ia menghunus pedangnya. Tiba-tiba rasa dingin menyeruak ke dalam tubuh Albert ketika ia memandangi iris mata pemuda itu.
Sementara itu di tengah-tengah kota …
"Di mana dia?"
"Tenang saja, dia bersama Julia," jawab Roxanne, wanita yang saat ini bersama Fuguel.
Setelah bekerja, pria itu kembali ke rumah pohon. Beberapa lama di sana, Albert tak kunjung pulang. Akhirnya, ia memutuskan untuk mencari anak itu. Sayangnya, hanya si wanita bermata rubah yang ia temukan.
"Kalian tidak sedang merencanakan apapun kan?" Tukas si pria berkuncir. Suaranya yang berat memberi kesan mengancam. Tetapi Roxanne menjawabnya dengan mengangkat sudut bibir kirinya.
Pria itu mendengus, "Sepertinya aku salah mengikuti kalian," gumamnya.
Kemudian Fuguel memutuskan, kepalan tangannya dibuat erat seraya memasang kuda-kuda. "Jika kau menyerah, aku tidak harus melukaimu," ujar pria itu. sorot mata gelapnya menyatu dalam kegelapan malam.
"Jangan meremehkanku," balas Roxanne.
Keduanya lalu memulai pertarungan dengan menarik perhatian semua orang di sana. Pertarungan yang sepertinya akan berlangsung sengit. Seorang pria dengan kemampuan fisik luar biasa melawan seorang bangsawan berkekuatan api abadi. Sebuah tontonan menarik bahkan sebelum pankrasi dimulai.
Selama pertarungan Fuguel dan Roxanne, Albert yang terkurung masih berusaha meloloskan diri. Tetapi apakah anak itu sanggup menghadapi si pembantai dan si gadis berkekuatan misterius masih dipertanyakan. Nasibnya ditentukan tepat pada malam itu juga.
~