"Arghh …," Albert melempar tubuhnya di atas kasur seraya merentangkan kedua tangan. "Dasar gorilla … dia bahkan lebih menyeramkan ketimbang Anna Rubble," sungut anak itu.
Fuguel hanya diam sambil melepas sepatu bot kemudian merapikannya. Pria itu habis mengerjakan pekerjaan berat tetapi dalam artian tertentu dia terlihat lebih ringan.
"Aku tidak menyangka wanita itu akan menyuruhku melakukan semua itu."
"Aku rasa itu lebih baik, tubuh kerempengmu mungkin akan lebih kuat jika kau bekerja lebih keras," Fuguel kemudian mengeluarkan suara tawa kecil, tentunya dengan wajah kaku. Melihat pria itu, Albert memicingkan mata mencoba mengabaikan semua hal yang telah terjadi.
Selama bekerja, anak itu mendampingi Roxanne ke berbagai tempat. Pertama-tama wanita itu mengajak Albert berkeliling di toko pakaian. Ia mencari mantel yang pas untuk pameran ketika pankrasi akan dilaksanakan. Namun, setelah mengunjungi hampir semua toko pakaian di kota, ia sama sekali tidak menemukan yang sesuai selera. Alhasil, wanita itu memesan khusus mantel tersebut. Belum cukup sampai di situ, ia membeli banyak pernak-pernik untuk gaun saat puncak acara. Nantinya, setelah semua rangkaian acara selesai, mereka akan melakukan folk dance khas Rurall. Tak lupa pula kunjungan ke sebuah toko khusus, di sana banyak senjata untuk pengguna kekuatan supernatural. Kebetulan, Roxanne salah satu pengguna kekuatan tersebut.
Dengan kata lain, seharian ini Albert bekerja mendampingi wanita itu dan membopong semua barang belanjaannya. Tidak cukup hidup seperti gelandangan, anak itu bahkan menjadi seorang pesuruh. Tetapi, meski ia lelah dan selalu menggerutu, tidak sekali pun ia mengungkapkan satu kata penyesalan dengan pilihannya. Pilihan untuk bersama Fuguel.
"Hei …," suara itu terdengar pelan. Anak itu masih saja menyuguhkan punggungnya kepada Fuguel. "Apa sudah benar kita berada di sini?"
Albert bertanya-tanya, jika saja dalam ketenangan ini rupanya menyembunyikan badai. Sejak insiden-insiden yang menimpa mereka, selalu ada rasa khawatir. Mereka hanya dua orang sebatang kara yang memilih untuk bersama, tidak kah kehidupan terlalu keras untuk mereka?
"Aku berharap tidak terlahir sebagai seorang pangeran," sekilas, kalimat itu terbesit di pikiran Albert.
"Kau tidak perlu berpikir keras, semuanya akan baik-baik saja," jelas pria berkuncir itu. Ia mencoba meyakinkan diri bahwa semuanya masih dalam kendali. Keduanya kemudian melanjutkan aktivitas masing-masing hingga pagi tiba.
Pagi hari, berbeda dengan hari sebelumnya, mereka telah bersiap dan tidak membuat Julia menunggu lama. Kali ini gadis itu akan ikut bersama Albert untuk bekerja. Keduanya telah berjanji untuk bertemu di rumah pohon. Gadis yang usianya dua tahun di bawah Albert itu tampak mengenakan tunik selutut berwarna merah muda. Hari ini suasana hati Julia sedang baik. Ia menunggu di depan pintu seolah senyum yang ia tunjukkan tidak akan pernah hilang.
"Hei, sepertinya kau terlihat senang?" Tanya anak berambut hitam itu seusai berpisah dengan Fuguel.
"Tentu saja Julia senang," jawab Julia. Albert menaikkan sebelah alisnya.
"Apa kau tidak akan menanyakan alasannya?" Tanya gadis itu.
Albert membalasnya dengan senyum kecut kemudian bertanya, "Apa yang membuatmu begitu senang pagi ini?"
Julia kemudian menjelaskan bahwa dirinya akan ikut berpartisipasi sebagai pembawa bunga ketika acara pembukaan pankrasi. Gadis itu begitu riang karena pembawa bunga berarti mengenakan pakaian yang cantik. Sebuah tunik berbahan sutra dengan pita berwarna putih. Julia sangat menyukai sesuatu yang berbau feminin.
"Sebelumnya apa kau memang tidak terpilih?" Tanya Albert. Gadis itu tak memberi tanggapan selama beberapa detik.
"Julia …," ia berdeham sebelum melanjutkan kalimatnya. "Awalnya Julia tidak terpilih."
"Tidak?"
"Kau tahu, mereka hanya menginginkan wanita dewasa, tapi tak ada lagi keluarga bangsawan yang memenuhi kriteria," mimik gadis itu tiba-tiba berubah kesal. "Kalau saja mereka tidak kekurangan orang, pasti mereka tidak akan memilih Julia," ucapnya kemudian mendengus.
Albert yang berjalan berdampingan bersama Julia lagi-lagi menaikkan sebelah alisnya, "Hei apa kau bangsawan?" Mendengar pertanyaan itu, Julia terdiam sesaat. "Nona Roxy juga berpartisipasi dalam pankrasi bukan? Bukannya kau berkata, orang-orang yang berpartisipasi berasal dari keluarga diberkati atau bangsawan."
"Wohnheim," ucap gadis itu, ia berhenti melangkah dan membiarkan Albert berjalan di depan. Menyadari hal itu, Albert berbalik dan turut menghentikan langkahnya. "Roxanne Wohnheim, itulah nama keluarga Roxy, keluarga bangsawan dengan kekuatan api abadi."
Gadis itu kembali berjalan hingga mendahului Albert yang masih diam "Kau benar bahwa kami bukan orang biasa." Keduanya terlihat canggung dan melanjutkan perjalanan dalam keheningan.
"Juliaaaaa!" Lagi-lagi wanita itu mendekap Julia, tetapi lebih erat dari sebelumnya. "Aku sudah lama menunggumu."
Setelah sampai di area persiapan---tempat tenda kerucut didirikan, mereka bertemu Roxanne. Seharusnya wanita itu tidak berada di sana pagi ini. Semua persiapan yang harus dilakukannya juga sudah selesai. Tetapi dia tampaknya sedang menunggu seseorang sedari tadi.
"Apa yang kau lakukan di sini?
"Kau mendapat pesan dari klien khusus kita," wanita itu tersenyum sembari memegang secarik kertas. Ia kemudian memberikan kertas itu kepada Julia. "Kau sudah paham kan?" Tanya Roxanne mencoba memastikan. Suaranya terdengar sangat pelan.
"Aku tahu!" Ujar gadis itu.
"Bye-bye Albert," wanita itu melambai kepada anak yang berdiri satu meter di belakang Julia. "Semoga beruntung," ucapnya dengan suara yang dalam. Ia berjalan meninggalkan keduanya dengan berlenggak-lenggok.
Kedua anak itu saling menatap selepas kepergian Roxanne, tetapi beberapa waktu kemudian mereka melepaskan pandangan.
"Se-sebaiknya kita mulai saja," ucap gadis itu terbata-bata seraya menggaruk-garuk pipi kirinya.
Keduanya menuju tempat teman-teman spesial. Pekerjaan kali ini berkaitan dengan persiapan pembukaan pankrasi. Saat pembukaan, nantinya setiap duelis akan mengikuti karnaval sembari berkendara. Mereka memasuki arena menggunakan kostum yang menjadi ciri khas keluarga mereka. Salah satu rangkaian acara yang paling dinantikan adalah karnaval tersebut karena para duelis menunjukkan kebolehannya.
"Sudah sampai," gadis itu berhenti di depan sebuah istal.
"Apa yang akan kita lakukan di sini?"
"Kau akan tahu nanti."
Mereka memasuki istal yang tergolong mewah itu. Ukurannya lebih besar dari yang biasanya. Untuk sebuah kandang, desainnya sangat elegan dan ruangannya begitu bersih. Hanya saja ketika memasukinya, Albert tidak menyangka bahwa makhluk yang menempati istal itu juga bukan makhluk biasa.
"Me-mereka apa?" Tanya anak itu seraya menunjuk makhluk yang terlihat seperti kuda juga berwajah menyerupai elang dengan sayap.
"Hippogriff."
"Hippo--?"
Hippogriff, salah satu makhluk mitologois yang masih tersisa. Namun, populasi hippogriff saat ini terancam punah. Jumlahnya tidak lagi mencapai lima puluh ekor. Mereka bahkan terpaksa hidup di istal agar keberlangsungan hidup mereka terjamin.
"Para duelis akan menaiki mereka saat karnaval nanti," jelas gadis itu.
Hal yang harus dikerjakan Albert dan Julia adalah memastikan bahwa setiap hippogriff itu siap digunakan ketika waktunya tiba. Mereka mengecek keadaan kumpulan hippogriff itu melalui para arkhipus[1] yang sudah bekerja selama belasan tahun.
"Nona Julia!" seorang pria tampak berjalan mendekat setelah melihat kedatangan gadis itu.
Mereka kemudian berbincang-bincang tanpa melibatkan Albert, sebab anak itu sedang sibuk memperhatikan makhluk asing yang ada di hadapannya.
"He-hebat," ucap anak itu dengan tatapan penuh kekaguman. Ukuran makhluk di hadapannya hampir setara dengan sebuah karavan, makanya Albert enggan menyentuhnya.
"Kau tidak perlu takut, mereka sangat jinak," ucap si arkhipus. Sepertinya ia dan Julia telah selesai berbicara.
Dengan tubuh gemetar, Albert akhirnya mencoba menyentuh makhluk itu. Ia menutup sebelah mata karena ada rasa cemas. Sebelah tangannya memegang palang pintu, memastikan agar kapan saja bisa menarik uluran tangannya. Namun, ketika ia menyentuh bulu yang terasa lembut, mata anak itu membulat dan wajahnya tersipu. Ekspresi seorang anak yang mendapatkan sesuatu yang menyenangkan atau mengetahui sesuatu yang baru.
"Mereka sangat mengagumkan," ucap anak itu dengan senyum cengengesan. Melihat itu, kedua orang di belakangnya turut merasakan kesenangan Albert.
"Mereka memang mengagumkan," kata gadis itu menunjukkan senyum tipis. "… juga menyedihkan," sambungnya dalam hati. Senyum yang ia tunjukkan tampak penuh kesedihan, bahkan lebih mirip berduka.
Lewat tengah hari, seusai mengecek semua keadaan hippogriff yang digunakan saat karnaval nanti, Albert dan Julia menuju tengah kota dan berkeliling di sekitar stan suvenir dan makanan. Sekali-kali mereka ingin menikmati suasana perayaan. Tidak memungkiri, mereka tetaplah anak-anak, orang dewasa sekalipun pastinya ingin bersenang-senang.
"Uwaaaaaa …," gadis itu tampak riang, matanya berbinar-binar ketika melihat sederet makanan di depannya. "Julia ingin mencoba semuanya."
Gadis dengan iris cokelat itu menarik lengan kemeja putih Albert. Ia meminta anak itu untuk bergegas agar bisa mendapatkan jajanan yang diinginkannya lebih cepat. Baik permen, asinan, dan berbagai jenis gorengan dilahapnya, Julia terlihat sangat girang.
"Hei, ayo makan!" Julia mengulurkan salah satu jajanannya. "Julia yang traktir," jelasnya.
Albert dan Julia menghabiskan waktu bersama hingga petang. Energi kedua anak itu terkuras karena mengunjungi banyak sekali stan makanan. Namun, rasa bahagia yang mereka dapatkan lebih dari cukup untuk membayar semua rasa lelah.
"Hahahaha …," Albert tertawa lepas setelah tubuhnya kesulitan bergerak karena kekenyangan. "Sudah lama aku tidak bersenang-senang seperti ini," ujar anak itu.
"Apa Tuan Albert tidak apa-apa?" Tanya gadis itu. Ia mengkhawatirkan Albert yang berlunjur di pinggir jalan.
"Berhenti memanggilku seperti itu," Albert bangkit kemudian memberisihkan debu di belakang celananya. "Albert saja," ucap anak itu seraya mengulurkan tangan.
Julia, menjabat tangan kanan anak itu, "Baik … Albert." Setelah itu, Julia mengulurkan sesuatu yang berasal dari kantong bawaannya. "Manisan, ambillah."
"Kau masih ingin memberiku makan?" Meski begitu, Albert menerima pemberiannya. "Terima kasih," ucap anak muda itu kemudian memakan manisan itu.
Manisan khas yang dibuat di Folois, rasanya ringan dan membuat banyak orang ketagihan. Albert juga merasa demikian, sangat cocok di lidahnya. Mungkin anak itu juga akan sering-sering membelinya.
"Bagaimana, apa kau suka?"
"Iya, aku su—" pandangan anak itu mulai berbayang.
"Maaf Albert," ekspresi gadis itu berubah menjadi dingin. Sementara Albert tidak sadarkan diri.
~
[1] Arkhipus = Berasal dari bahasa Yunani Arkhippos yang artinya tuan dari kuda, pemilik, atau pengurus kuda.