Chereads / Mr. A / Chapter 6 - 6. Populer mendadak

Chapter 6 - 6. Populer mendadak

Sorak-riuh terdengar begitu nyaring di setiap koridor yang dilewati oleh A, membuat lelaki itu mengerutkan dahinya. Bingung! Bertanya kepada kedua orang di sampingnya ini tidak berguna juga. Sedari tadi ia bertanya, ehk malah senyum yang ia dapatkan.

A hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia tidak percaya akan setiap sorak-riuh para siswi yang meneriaki namanya. Risih! Satu kata itu mampu mendeskripsikan keadaan A saat ini.

'A! I love you!'

'A orang yang baik!'

'Kita salah mengenai A. Dia laki-laki baik!"

'A idola kami sekarang!"

Begitulah perkataan para siswi sambil bersorak-sorai terus menyebut nama A. Sudah tentu, ini membuat A semakin bingung. Kenapa ia tiba-tiba disanjung oleh banyak gadis? Apa yang terjadi sebenarnya?

"Kakak! Apa yang terjadi? Lihat mereka!" A menunjuk gadis-gadis yang terus menatapnya dengan aneh.

Bagi A, ia tidak peduli akan semua ini. Mulai dari dirinya yang tidak populer hingga tiba-tiba sekarang ia populer mendadak. Namun, yang ia pikirkan sekarang adalah apa yang mampu membuatnya mendadak populer begini?

Sepikirnya, ia tidak pernah melakukan hal yang mengesankan yang mampu membuat banyak gadis itu menyukainya. Jujur, A sangt risih. Ia benci akan dipopulerkan oleh banyak gadis. Rasa bencinya itu dimulai saat ia ditinggalkan oleh kekasihnya saat kelas 3 Smp, dan itu adalah cinta pertamanya.

Cinta pertama, sesuatu dimana A benar-benar memberikan cintanya yang tulus. Bahkan, sangat ia mencintai cinta pertamanya itu, ia rela mengorbankan hidupnya. Apa saja!

Ditinggalkan, kecewa, sakit hati itulah yang ia dapatkan. Ketika kepercayaannya tak dihargai oleh cinta pertamanya.

Benci sudah tentu bergejolak di hati A. Itulah mengapa ia sangat benci terhadap perhatian perempuan. Karena apa? Karena

Ia tidak ingin jatuh cinta lagi.

Sudah! A muak dengan semua ini. Lantas, lelaki itu melempar tasnya dengan penuh amarah.

"Cukup! Hentikan semua ini!" teriak A dengan lantang membuat semua para gadis itu bungkam. Begitupula dengan Gilang dan Aksel yang terkejut setengah mati atas apa yang dilakukan oleh A.

Gilang menarik A agar lebih dekat denganya. Dielusnya kepala A sambil berkata, "A tenanglah. Kendalikan emosimu. Aku mengerti keadaanmu, tapi jangan buat para gadis ini ketakutan."

"Aku risih dengan perhatian mereka. Aku benci dengan perempuan! Mereka semua sama saja."

Kini Aksel akan suara. "A, semua wanita itu tidak sama. Sadarlah, jangan biarkan masa lalumu menghalangi."

A mendongak menatap tajam Aksel. "Jangan ungkit masa laluku," tekannya kemudian berlalu pergi.

Kini A sedang berada di ruangan yang sangat gelap. Emosi dan sedih bercampur aduk dalam hatinya. Sebenarnya, ia tidak ingin membuat gadis-gadis itu ketakutan kepadanya.

Namun, ia harus bagaimana lagi? Inilah dirinya yang sangat takut akan perhatian seorang perempuan. Ini bukan penyakit atau sejenisnya. Hanya saja, A tidak ingin perhatian itu akan menimbulkan benih-benih cinta kepada perempuan. A tidak ingin jatuh cinta lagi.

"Maafkan aku. Maaf, aku hanya tidak ingin jatuh cinta lagi," ujar A sedih.

Tiba-tiba A mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. A langsung bangkit dari duduknya kemudian mencari saklar lampu untuk menyalakan lampu. Untungnya ia berhasil menemukan. Tak mau berlama-lama A langsung menekan saklar tersebut hingga ruangan itu menjadi terang.

Sontak, A terkejut saat melihat Seorang gadis yang tak lain adalah Jie sedang terpaku di ambang pintu. Gadis itu menyengir kuda melihat A yang menatapnya tajam.

Gadis itu mendekati A sembari melambaikan tangan. "Hai," sapanya dengan manis.

"Lo ngapain disini? Gue, 'kan udah bilang berhenti ganggu hidup gue." Bukan balasan indah yang Jie dapatkan, tetapi suara ketus A yang begitu nyaring di telinganya.

Jie tersenyum. "Jadi, ini tuan muda A yang sombong, tapi gak bisa hargain perempuan. Gue tanya, kenapa lo marah sama mereka yang menyukaimu?"

"Buat apa lo tahu? Lo bukan-bukan siapa-siapa gue. Lagipula, ini hidup gue bukan urusanmu." A menjawab dengan ketus.

"Yah, gue tahu ini bukan urusan gue, tapi lo pengen dengar gak cerita gue. Kalo gak, gue juga tetap cerita," ucap Jie.

"Lo gak tahu, 'kan kalo Guan itu mantan pacar gue?"

Ucapan Jie itu sontak membuat mata A membulat dengan sempurna. Sungguh! Ia tak percaya akan ucapan Jie. Masa, lelaki seperti Guan menyukai gadis seperti Jie.

"Lo gak percaya, 'kan, tapi itu kenyataan dihidup gue. Gue dan Guan bertemu saat Smp dulu. Saat pertama melihatnya, aku sudah jatuh cinta kepadanya. Bisa di bilang Guan adalah cinta pertamaku." Jie bercerita sembari mengelilingi A berulangkali. Kemudian gadis itu berhenti dan menarik kursi untuk ia duduki.

Entah kenapa? saat Jie bercerita membuat A mematung dan malah ingin mendengarkan cerita gadis itu lebih lama.

"Ngomong-ngomong ini lab kimia yang gak dipakai lagi, 'kan?" A mengangguk.

"Oke gue lanjut. Gue semakin gencar mendekati Guan sampai beberapa waktu kemudian gak ada angin gak ada hujan dia nembak gue. Namun, kebodohanku yang selalu aku sesali adalah kenapa gampang percaya kepada Guan saat menembakku waktu itu. Ternyata Guan nembak gue bukan karena cinta, tapi karena fisikku yang sangat cantik. Lama, gue gak sengaja melihatnya selingkuh. Sehingga mulai saat itu aku memutuskan untuk tidak berhubungan dengannya lagi."

"Gue waktu Smp adalah most wanted sekolah, ia berpacaran denganku demi kepopulerannya. Gue gak tahu ini takdir atau apa, saat masuk Sma gue bertemu dengan dia lagi. Gue bisa pastikan bahwa gue masih cinta sama Guan. Gue gak bisa ngelupain dia. Karena apa? Karena cintaku itu tulus untuknya." Jie menghela nafas lalu mendekati A hingga jarak mereka terkikis.

"Sekarang lo cerita sama gue kenapa lo benci sekali sama perempuan?"

A menggeleng. "Tidak mau!" ujarnya sambil mendorong tubuh Jie agar menjauh darinya.

***

A spontan menganga tak percaya dengan cerita Gilang dan Aksel. Mengatakan bahwa video siaran langsung Guan yang memvidiokan dirinya itulah yang membuatnya menjadi populer mendadak.

"Iya A. Vidiomu itu mendapat banyaj tanggapan positif," ucap Gilang. Ia merangkul adiknya itu. "Jadi popoler sekarang ya?"

"Berhenti menggodaku kak! Aku ingat video ini. Saat itu aku aku berurusan dengan para Gangster. Untung gue bisa lari dari mereka...,"

"Apa lo kata? Gangster? Lo gak diapa-apain sama mereka,'kan?" Ucapan A terpotong karena Gilang yang main nyosor bicara aja.

"Enggak kak! Makanya dengerin gue dulu jangan main-main potong-potong segala." Gilang menyengir kuda. "Dan terpaksa tidur di jalanan karena gak bisa nyari tempat tidur. Nah, paginya saat gue mau pulang gue gak sengaja ketemu Guan dan disitulah dia vidioin gue."

Aksel dan Gilang hanya manggut-manggut saja.

"Kak, Aksel. Tahu gak apa yang gue dapatin dari Gangster itu? Ta-daaa."

A mengeluarkan kolor emas dari saku celananya. Membuat Gilang dan Aksel terpukau.

"Ini apa?" tanya Aksel dan Gilang berbarengan.

"Ini kolor dari para Gangster itu. Kolor ini bukan sembarang kolor, tapi terbuat dari emas dan harganya bisa mencapai dua ratus juta," jawab A.

"Wow, tapi A ini buat A? Kita, 'kan udah kaya. Gak butuh lagi kolor itu," tukas Gilang dan Aksel mengangguk menanggapi jawaban Gilang.

"Iya kak, gue tahu, tapi uang dari kolor ini bisa kita sumbangin ke berbagi kasih di panti asuhan, panti jompo atau sayembara buat cari jodohmu." Ucapan A membuat Aksel terkekeh. Detik kemudian ia berubah datar saat Gilang menatapnya tajam.

"Jomblo? Gue gak jomblo ya!" cetus Gilang.

"Iya, Gilang bukan jomblo, tapi single."

"Hei!

Tiga sahabat itu tertawa renyah di dalam kelas. Mereka saling berpelukan dengan kolor emas itu mereka kibarkan ke atas. Tak sedikitpun yang menatap mereka dengan aneh. Terutama pada kolor emas yang menurut siswa-siswi itu sangat mencurigakan.