Jie celingukkan. Ia merasa bingung dengan A yang tiba-tiba memeluknya. Kian detik lamanya mereka berpelukan, A baru sadar dengan apa yang telah ia lakukan. Dengan gelegapan A melepaskan pelukannya dari Jie yang memasang wajah heran.
"Lo kenapa sih?" tanya Jie.
"Eh ... e ... itu. Aku tadi mencari makanan. Yah mencari makanan, makanya tadi gak sengaja ninggalin kamu," jawab A gelegapan.
Jie menggaruk tengkuknya. "Baiklah. Lalu lo dapatin makanannya? Soalnya aku lapar," ujar Jie. Gadis itu menciumi seluruh tubuhnya yang sangat berbau aneh, membuat ia hampir muntah saja. Tubuhnya bau sekali. Ia juga tiba-tiba lapar. Jelaslah, semalam ia hanya makan di acara ulangtahun Guan.
A menggeleng. "Tidak," jawabnya.
Jie mendesah lemah. Gadis itu terduduk sembari merasakan perutnya yang keroncongan. "Aku lapar," ujarnya.
"Yah, gue harus apa? Beliin makanan, dompetku entah dimana? Ini semua salahmu yang mengganggu para Gangster itu."
Jie mendongak. "Apa? Salahku lagi? Salah lo kali, ngapain juga ikut-ikutan ama gue huh?"
A hanya bisa pasrah semabri membuka jasnya lalu menciumnya. Astaga! Jasnya sangat bau. Tubuhnya terasa lengket dan sangat gatal. Sungguh! A tidak bisa menghadapi ini semua. Ia harus kembali ke mansionnya. Ketika ia kembali nanti, ia akan mandi selama dua jam untuk membersihkan tubuhnya yang sangat kotor ini.
Sekarang, yang mereka lakukan hanya bisa terduduk dengan helaan nafas pasrah. Kelaparan juga tiba-tiba menyerang mereka. Sungguh! Penampilan A dan Jie sangat mirip dengan gelandangan. Bahkan, mereka bukan hanya bisa dipanggilan gelandangan, tetapi orang gila pun sangat cocok dengan penampilan mereka saat ini.
"Akhhh! Gue laper!" ujar A dan Jie berbarengan.
"Bisa lo diam gak? Gak usah teriak kali gak bakal ada yang dengar," cetus A menatap Jie tajam.
"Lo juga ngapain teriak? Gak bakal ada yang dengar juga." Perkataan Jie yang lebih ketus mampu membuat A diam seketika.
'Tunggu, kenapa di sini banyak sekali Gangster yang lewat?' Batin A dalam hatinya. Ia sangat bingung, apakah di sini tempat persembunyian para Gangster itu?
Tiba-tiba A berdiri dan berlari entah kemana membuat Jie kebingungan. Terpaksa ia juga berlari mengikuti A.
Lantas Jie berteriak, "Hei, tuan muda! Mau kemana lo?"
"Diam! Lo gak usah ikutin gue!"
Jie tak mendengarkan ucapan A, membuat lelaki itu naik emosi. Ia kemudian berhenti berlari diikuti Jie yang juga tiba-tiba berhenti.
A menghampiri Jie. "Lo kenapa sih selalu ngikutin gue?" ucap A emosi membuat Jie bungkam. Gadis itu menggaruk tengkuknya tak tahu harus bilang apa.
"Gue udah bertahan selama dua tahun akan sikap lo yang selalu buat gue resah. Namun, kali ini gue gak bisa tahan lagi. Jadi, please lo pergi jauh-jauh dari gue. Jangan dekati dan ganggu gue lagi!"
"Dan ... satu lagi, gue pengen tahu alasan lo kenapa sering ngusilin gue?"
Jie manggut-manggut sembari mendekati A. Perlahan, tapi pasti. Kini, jarak terkikis di antara mereka. Jie menggenggam kerah baju A dan membisik di telinga A. "Lo ingat saat pertama masuk sekolah?"
Flashback on
Seorang gadis dengan semangat mendayuh sepedanya. Rambutnya yang tergerai mengayun kesana-sini karena angin pagi dan kepalanya yang gontai kesana-sini membuat ia terlihat gemes dan sangat cantik.
Ia adalah Jie, gadis bar-bar dari lahir. Ini adalah hari pertamanya masuk sekolah menengah atas dan kesialan juga harus menimpanya pagi ini. Insiden ini terjadi semua gara-gara kakaknya bernama Nisya, yang juga kebetulan guru di sekolah barunya. Kenapa tega sekali Nisya tak membangunkannya adik kecilnya itu yang tak bisa bangun cepat dipagi hari.
"Astaga kenapa aku selalu sial hari ini," ucap Jie seraya melap peluh keringatnya.
Sial memang memiliki kakak yang displinnya melebihi guru BK, tapi bagi Jie ini bukan hari pertama ia sial karena setiap hari dirinya selalu sial. Pernah suatu hari ia menabrak lari kucing hingga mati dan akibatnya tak jauh dari tempat kejadian ia malah menabrak pohon. Untung ia tak apa hanya luka ringan yang terjadi.
Huft! tak apa Jie semangat demi sekolahmu. Jangan sampai terlambat nanti, apalagi terlambat melihat cogan baru. Uhhuuy!.
Tiba hingga tengah perjalanan Jie tak sengaja melihat seorang lelaki yang seumuran dengannya dan lebih parah lagi lelaki itu pasti sama sekolah dengannya dilihat dari warna dan desain seragam sekolah yang sama dengannya.
Jie menghentikan sepedanya. "Ehk pagi lo pasti sekolah di sekolah lencana bangsa?" Jie bertanya.
Lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah Alister mengerutkan kening. "Lo nanya gue?"
"Gak nanya orang gila, elolah. Anjing aja ngerti kalo dipanggil."
"Lo kata gue anjing ngegas banget lo."
Jie memilih mengalah dan mencari topik lain. Untung saja kesabaran berpihak padanya kalo tidak gadis itu pasti akan mengajak A untuk baku hantam.
"Mmm ini ... bareng gue aja," ajak Jie sembari menyodorkan helm berwarna pink ke Alister.
"Gak males gue lebih baik jalan kaki daripada bareng sama kucing." A menolak mentah-mentah.
"Oke. Kalo lo gak mau terlambat, baybay gue jalan duluan ya. Pikir kembali."
Alister memandang Jie yang sudah mulai mendayuh sepeda, lalu memandang jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul
07: 40 pagi. Tidak! mata A terbelalak dua puluh menit lagi ia sudah sampai di sekolah. Kalo tidak maka ia terlambat, gak mungkin 'kan anak orang terkaya seasia terlambat dihari pertamanya masuk sekolah.
"Tunggu!" A berteriak memanggil Jie yang pelan-pelan mendayuh sepedanya. Sepertinya masih menunggu A.
Dengan cepat Jie berhenti lalu menyodorkan helm pink itu. "Oke ayo naik."
A memutar bola matanya dengan malas, sebegitu senangkah gadis di depannya ini jika A bareng dengannya. Dramatis Sekali. Diambilnya helm yang diberikan Jie. Terpaksa ia harus berangkat ke sekolah dengan gadis aneh ini daripada ia harus terlambat. Ingat ini hanya keterpaksaan.
"Go! go sapi go!" Jie berteriak kemudian mendayuh sepedanya dengan A di atasnya.
"Sialan! ini semua gara-gara Gilang gak bangunin gue. Pake mobil gue mogok segala lagi," batin A dalam hati.
Jie terus mendayuh tanpa lelah bagaimana tidak?! ia membonceng cogan lagi. Beruntungnya dirinya.
Tak terasa mereka sudah sampai di tempat tujuan. Sekolah lencana bangsa adalah sekolah tervaforit di jakarta dan murid-muridnya di dalam deretan sultan Woyy!.
"Ini helmnya," ucap A seraya mengembalikan helm pink itu. Jie tersenyum mengambil helm itu, ternyata usahanya tak sia-sia. Jika saja mereka terlambat satu menit lagi maka sudah di pastikan tiang bendera akan mengejek mereka setelah ini.
"Mau kemana? gak ngucapin makasih gitu?"
"Enggak, malas."
A dengan santai meninggalkan Jie yang penuh kemarahan. Udah dibantu malah gak tahu diri itulah Alister. Gengsi jika harus minta maaf apalagi terimakasih.
"Ganteng sih tapi sombong!" Jie berteriak kemudian berjalan melewati A yang tiba-tiba berhenti karena merasa perkataan itu tertuju pada dirinya.
"Apa lo bilang?" A menatapnya tajam.
"Oh udah sombong ternyata peka juga." Gadis yang satu ini memang aneh, bukannya merasa takut dengan tatapan tajam A, ia malah nyindir lagi. Astaga titisan orgil memang gini.
"Huh! orang bodoh gak perlu diladenin." A berlalu pergi dengan amarah yang berusaha ditahannya.
Flshback off
"Jadi, lo ngikutin gue selama ini cuma buat minta terimakasih dari gue?" tanya A. Ia mengingat dimana awal pertemuan mereka itu.
Jie mengangguk. "Iya."
"Oke..., baiklah. Terimakasih. Jadi, berhenti ngikutin gue lagi."
Jie menatap lurus kepergian A. Helaan nafas keluar begitu saja dari mulutnya. Ia kemudian memilih untuk pulang sendiri. Kesal, yah Jie kesal terhadap A yang segampang itu mengucapkan terimakasih. Jie tidak percaya akan terimakasih itu yang baginya tidak tulus dari hati. Namun, mau bagaimana lagi Jie terpaksa menerima terimakasih itu.