Chereads / Mr. A / Chapter 3 - 3. Terjebak dalam hal yang rumit

Chapter 3 - 3. Terjebak dalam hal yang rumit

Setelah selesai memberi pelajaran untuk Guan. Membuat lelaki itu kembali ke alam nyata bahwa tak ada seorangpun yang bisa menandinginya. Baik dalam harta, ketampanan, ataupun kepintaran.

A pun menghampiri Aksel dan Gilang yang sudah cukup lama berada di dalam mobil. Ia memasuki mobil dan langsung menggelengkan kepalanya. Betapa mirisnya saat ia melihat Gilang terbaring setengah sadar.

Mau tak mau A harus mengurus Gilang. Membuka setelan jas kakaknya yang hanya meninggalkan kemeja putihnya. Melap seluruh wajah kakaknya yang belepotan sisa-sisa minuman.

Setelah selesai barulah mereka jalan, meninggalkan acara ulangtahunnya yang masih belum selesai. A yang menyetir mobilnya berulangkali melihat jamnya yang sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB.

Bukan apa-apa, ia hanya takut ayahnya yang sendirian di rumah. Ia tahu pasti bahwa saat ini, ayahnya sibuk mencemaskan mereka. Semua ini terjadi karena A yang belum minta izin bahwa akan pulang malam kepada ayahnya.

"Astaga! Daddy pasti mencemaskan kami!" A menggerutuki dirinya sendiri.

Tiba di tengah perjalanan, A tak sengaja melihat seorang gadis yang lagi dan lagi tak asing dimatanya sedang dikejar para preman. Akibatnya A mengerem mendadak mobil yang ia kendarai membuat Aksel yang sedari tadi bermain handphone mengumpat.

"Sial! Game over! A lo kenapa sih ngerem mendadak?"

A tak menanggapi ucapan Aksel, malahan ia bergumam tak karuan. Karena kesal, Aksel terpaksa memukul tengkuk A menggunakan handphonenya. Lantas A meringis kesakitan dan menatap nyalang Aksel.

Aksel tak takut dengan tatapan A, malahan ia membalas dengan tatapan yang tak kalah tajam. "Lo dengar gak gue lagi ngomong?!" tanyanya dengan kesal.

"Apa yang kau bicarakan? Tengkukku sakit bego!" A mengelus tengkuknya yang terasa nyeri. Lantas laki-laki itu langsung keluar dari mobil. Ia menyodorkan kepalanya melalui jendela mobil. Menatap Aksel yang sangat kebingungan akan tingkahnya.

"Kau bawa pulang kak Gilang. Soalnya gue ada urusan mendadak," ujarnya.

"Apa? Urusan apa A? Jangan bilang anak buah gangster itu macam-macam denganmu." Aksel keluar dari mobil lalu menghampiri A.

A menggeleng. "Bukan! Gangster-gengster itu sudah KO!"

"Lalu apa?"

"Bukan urusanmu! Cepat kau pulang dengan kakakku dan beritahu kepada Daddy bahwa gue nginap di rumah teman."

A membuka pintu mobil dan memaksa Aksel untuk masuk. Mau tak mau Aksel harus mengikuti ucapan A. Sebenarnya, ia juga sangat penasaran akan kemana A itu. Mobil sudah Aksel jalankan, tetapi pandangannya terus tertuju kepada A yang berlari berlawanan entah kemana.

"Awas kau cari masalah lagi A."

Di sinilah A berdiri di sebuah taman yang pohon-pohonnya sedikit menjulang ke atas. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Kemana mereka? Dan ngapain Jie malam-malam sama para Gangster itu?" tanyanya dalam hati.

"Tolong! Tolong!"

Bruk!

"Aduh!" A meringis mengelus bokongnya yang terasa patah. Sepertinya ia tak bisa merasakan pantatnya.

"Pantat gue! Pantat gue mati rasa!" A berteriak nyalang. Sontak, sang penabrak tubuhnya langsung menutup mulut A menggunakan tangannya.

"Lo bisa diam gak?!" ucap gadis itu yang tak lain adalah Jie.

A membulatkan matanya. Melepaskan tangan Jie dari mulutnya dengan kasar.

"Kau? Kau hampir saja membuat pantatku patah!"

"Dengar A...,"

"Apa?"

"Dengar dulu gue ngomong. Gangster lagi ngejar gue dan gue gak tahu harus buat apa. Untung gue ketemu lo disini," ujar Jie.

"Tunggu. Bagaimana lo bisa berurusan dengan para Gangster itu?"

"Ehk..,"

Tiba-tiba suara tepukan tangan terdengar membuat Jie terpaksa menggantungkan ucapannya.

"Bagus ya, bagus! Kalian bermesraan disini." Ucapan seseorang itu membuat A dan Jie seketika sadar. Mereka langsung bertatapan saat melihat tubuh mereka menyatu dengan tubuh A di bawah dan tubuh Jie di atas tubuh A.

Tanpa disuruh lagi, A dan Jie langsung berdiri. Seseorang itu yang merupakan ketua Gangster menatap nyalang Jie.

"Kembalikan apa yang kau curi!" bentak ketua Gangster itu. Ia mendekati Jie, tapi terhalang oleh tubuh A yang langsung menarik tubuh Jie kebelakang tubuhnya.

"Kau siapa? Gangster? Apa yang dia curi? Uang? Aku akan membayarnya. Kau butuh berapa?" tanya A berturut-turut.

Ketua Gangster itu langsung kebingungan dan detik kemudian ia tertawa. "Haha. Lucu sekali kalian. Aku tidak butuh uang." Tekannya sambil menunjuk wajah Alister. "Aku butuh kolorku yang gadis ini curi!"

"Apa?" A mengerutkan keningnya. Apa ini? Kolor? Lantas ia pun menatap Jie seakan meminta penjelasan dari gadis itu.

"Ehk iya gue udah curi kolornya, tapi kolornya itu udah jatuh dan aku tidak tahu dimana," jawab Jie gelegapan.

"Apa kau bilang? Kolor bermerk gucci seharga dua juta itu hilang?" Amarah ketua Gangster itu meledak seketika mendengar ucapan Jie.

"Akan kupotong tubuhmu!"

"Kaburrr!" A berlari sambil mengenggam tangan Jie. Mau tak mau gadis itu pun ikut berlari.

Sepanjang perjalanan, A dan Jie terus berlari dengan para Gangster itu yang mengejar mereka. Nafas Jie tak beraturan, gadis itu sangat kelelahan berlari. Sedangkan A, lelaki itu sudah dibasahi oleh keringatnya. Ia juga lelah, tapi tidak mungkin ia akan berhenti. Bisa-bisa ia tidak akan melihat matahari yang cerah besoknya.

Jie mengangkat tangan menyerah. "Sudah-sudah. Gu-gue gak mampu lari lagi." Jie tiba-tiba berhenti diikuti A yang juga ikut berhenti.

"Hei, ayo lari! Apa lo mau mereka memotong tubuhmu," titah A.

"Lo laki-laki, tapi kenapa gak hajar mereka aja?" tanya Jie dengan nafas yang tak beraturan. Gadis itu berusaha mengembalikkan pernafasannya agar kembali normal lagi.

A melotot dan menoyor kepala Jie membuat gadis itu meringis sakit. Lo gila? Menghadapi mereka yang banyak itu bisa bikin gue KO."

"Yah, mau bagaimana lagi?" A mengedikkan bahunya.

"Gue heran, buat apa lo nyuri kolor Gangster itu?"

"Gini, gue nyurinya bukan tanpa alasan. Kolor itu bukan hanya kolor biasa, tetapi terbuat dari emas. Gue gak sengaja melewati tempat mereka dan mendengar semua pembicaraan mereka. Katanya kolor itu kalo dijual seharga 200 juta rupiah," jelas jie.

A memukul dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Apakah ini mimpi? Ya Tuhan tolong bangunkan ia. Sekaya-kaya A, ia tak pernah melihat kolor yabg harganya 200 juta rupiah. Yah, jelas karena kolor itu terbuat dari emas.

"Lalu kolornya sekarang ada dimana?" tanya A serius.

"Hilang. Bareng sama tasku yang juga terjatuh. Aku gak sempat ngambil," jawab Jie.

Menepuk jidat, A ikut mengumpat. Entah kenapa ia ingin memiliki kolor emas itu.

"Yaudah ayo cari. Sepertinya mereka gak ngejar kita lagi," ujar A. Ia kemudian menggenggam tangan Jie dan mengajak gadis itu untuk mencari kolor emas.

Lama muda-mudi itu mencari apa yang mereka inginkan, tetapi tidak ketemu juga. Akhirnya, mereka memutuskan untuk beristirahat. A kembali melihat jam tangannya dan membuat menepuk jidatnya. Sudah pukul 24.00 WIB, tepat jama dua belas malam.

"Ini semua gara-garamu. Jika saja aku tak membantu, maka aku tidak akan terjebak dalam situasi ini!" bentak A seraya menunjuk wajah Jie.

Jie melotot dengan penuh amarah, ia langsung menggigit tangan A. Alhasil, lelaki itu spontan berteriak.

"Lo gak sopan banget nunjuk-nunjuk wajah gue!" sarkas Jie.

"Siapa suruh lo ngebantu gue. Huh!" Lanjutnya lagi.

A memberenggut kesal kemudian terduduk di tanah. Ia mendongak melihat wajah Jie yang memerah akibat marah.

"Ini udah malam. Lalu dimana kita akan tidur? Benar, ini semua salahku membantu orang yang tidak tahu terimakasih."

"Huh! Siapa yang tidak tahu terimakasih?" sindir Jie.