Sebuah mobil ferrari membelah jalanan raya dengan kecepatan yang begitu tinggi. Entah apa yang sedang terjadi kepada A hingga mengendarai kendaraan roda empat itu dengan kelajuan seperti itu.
Bahkan karena ulahnya itu, banyak pejalan kaki sepagi ini sudah marah-marah kepadanya. Namun, bukannya A berhenti dan minta maaf karena hampir menabrak seorang perempuan, ia malah terus mempertahankan aktivitas gilanya itu.
A membawa mobil itu sendirian. Ia meninggalkan Gilang yang pasti saat ini tengah mengomel tidak jelas karena A meninggalkannya begitu saja. Padahal hari ini ia tidak boleh terlambat ke sekolah.
Tiba-tiba saja, A mengerem mendadak mobilnya hingga kepalanya terbentur pada setir mobil. Luka sayatan pada lengannya saja masih belum dan sekarang di tambah dengan luka baru. Sungguh! A benar-benar gila saat ini. Dirinya tidak terkontrol.
A keluar dari mobil sembari tersenyum bak iblis. Ia kemudian memasuki toko yang bisa memperbaiki handphonenya yang semalam ia banting itu.
"Tolong perbaiki handphone gue. Kalo nantii tidak bagus juga, maka toko ini akan aku tutup!" bentak A kepada pelayan toko itu.
Emosi A tambah memuncak kala pelayan toko itu seorang perempuan. Ia mengusap wajahnya merasa bersalah karena membentak wanita di hadapannya ini. Kemudian A mengambil tangan pelayan toko itu lalu meletakkan handphonenya di sana.
"Tolong perbaiki secepatnya!"
Pelayan toko itu geleng-geleng kepala saat melihat kepergian A.
Sebuah darah segar mengalir begitu saja dari kepala A. Namun, A malah terlihat biasa-biasa saja. Luka itu bisa saja infeksi kalo tidak segera ditangani, tapi mana A peduli. Seragam sekolahnya sangat kacau. Almameter tak dipakai. A memakai kaos hitam dengan kemeja putih yang kancingnya terbuka semua.
Dasi? A membuangnya di kursi belakang mobil. Dimana A yang rapi dan sombong seperti dulu. Semalam ia berubah begitu cepat.
Hati A tiba-tiba sakit sekali saat mengingat foto mantan kekasihnya itu. Berani sekali ia mengirim gambar itu kepada A. Tak tahu malu.
"Aku akan membalaskan semuanya kepada Elina. Tunggu."
Sesampai A di sekolah, A menjadi perhatian banyak siswa. Terutama para murid siswi yang teriak-riak melihatnya. Bahkan saat kacau sekarang juga, A masih tetap tampan.
Jujur, A sebenarnya idola para gadis itu. Hanya saja A yang sombong dan sering menyakiti hati siapapun membuat semua murid ketakutan kepadanya. Terlebih perempuan.
Kebenciannya A terhadap mantan kekasihnya membuat sebuah logika tersendiri di hati A, bahwa semua perempuan itu sama saja. Ia telah menutup hatinya untuk siapapun juga.
Gilang tak sengaja melihat A yang berada di taman sekolah membuat mata lelaki itu membulat sempurna. Bagaimana tidak? Penampilan A hari ini sangat aneh. Tidak sepertinya ia begini, biasanya A jika datang ke sekolah tempat pertama yang ia kunjungi adalah perpustakaan.
Lantas Gilang pun menghampiri adiknya itu.
"A, apa yang kamu lakukan di sini? Pak kepala sekolah mencari-carimu."
A tak menanggapi kakaknya ia malah sibuk dengan handphone barunya.
"Kamu dengar aku gak? Kamu darimana saja? Meninggalkanku begitu saja. Lihat, mobil dua-duanya dipakai. Bikin susah saja."
"Kakak, berhentilah mengomel. Kakak tambah ganteng jika diam saja. Mobil kalo bukan dipakai apalagi kak? Kakak nih!"
"Jangan bermain seperti ini! Kakak tidak suka. Lihat pakaianmu. Mana almametermu? Dasi? A kamu kenapa? Kau berubah apa karena foto mantan kekasihmu itu?"
Sontak, mata A menatap tajam Gilang. Seakan ia ingin melahap habis lelaki itu. "Ayolah kak. Jangan ungkit wanita jalang itu lagi."
"Sudahlah. Kakak tidak bisa membuatmu mengerti. Setelah les pertama selesai kamu temui kepala sekolah." Gilang geleng-geleng kepala tak percaya dengan sikap A yang berubah drastis dalam sekejap. Kemudian ia berlalu pergi meninggalkan A begitu saja.
A mengangkat bahu acuh tak acuh. Ia tidak peduli dengan sekolah saat ini hingga selama-lamanya. Lagipula, ia kaya lalu untuk apa ia mengkhawatirkan dirinya.
Kini, gilirannya untuk bermain.
"Waktunya bermain," ucap A dengan senangnya, saat sebuah ide gila muncul di kepalanya.
Ia kemudian memanggil seorang siswi dan menyuruh gadis itu untuk membawa tasnya ke dalam kelas.
"Kalo kakak menanyaiku, bilang saja tidak tahu, Ya?"
"Ahh tunggu. Kau tahu kakakku? Si Raja ngomel dan mesum itu. Bilang kepadanya aku belajar darinya." Gadis itu hanya mengangguk. Kemudian berlalu pergi.
Gila! A benar-benar gila. Ia bukan teladan lagi. Ia seperti Badboy layaknya di cerita novel. A sadarlah.
Kini, A sedang berdiri di hadapan seorang gadis yang tak lain adalah Jie. Gadis itu sempat terpana akan penampilan A yang Cool dan sangat keren ala Badboy. Sebuah senyum Jie berikan kepada A.
"Hai! Kau kenapa ke sini. Merindukanku?"
A terkekeh. "Merindukanmu? Yayaya. Aku rindu padamu."
Langsung tatapan A yang ceria tadi berubah sekejab layaknya seorang iblis. A memberi kode kepada dua anak buahnya untuk melaksanakan rencananya.
Tanpa menunggu lagi, dua anak buah itu langsung menggenggam tangan Jie dengan kasar dan menggiring gadis itu keluar dari kelas. Tak ada yang bisa membantu Jie bahkan jika mereka ingin membantu. Tidak mungkin, karena mereka tak ingin berurusan dengan Mr. A.
"Oke, Jie gadis yang sangat bodoh. Kau menyukaiku?" tanya A. Kini mereka tinggal berdua di taman sekolah. Kedua anak buahnya tadi ia suruh pergi.
Jie menggeleng. "Aku tidak menyukaimu. Alu menyukai Guan."
"Oh begitu? Bagaimana kalo hari ini kau menjadi kekasihku?" A mendekatkan tubuhnya lalu mengelus wajah Jie membuat gadis itu merinding.
"Wanita bisa melakukan sesukanya. Sementara aku tidak bisa? Melukai hatiku? Mereka pikir mereka siapa?"
Jie tak mengerti akan ucapan A yang benar-benar gila itu menurutnya. Bahkan ia tidak tahu apa maksud A. Setahunya ia tidak pernah menyakiti Tuan muda di depannya ini.
A mengunci pergerakan Jie sehingga gadis itu tak bisa kabur darinya. "Lepaskan aku A," pinta gadis itu.
"Sshut." A meletakkan telunjuknya di bibir Jie. "Kau salah memanggilku sayang. Panggil aku Mr. A."
"I-iya Mr. A. Kumohon lepaskan aku."
"Melepaskanmu? Maaf aku tidak bisa. Kau gadis yang sangat manis."
"Akh!" Jie meringis kesakitan saat A mencekram dagunya begitu kuat.
Tiba-tiba dua anak buahnya datang dengan membawa sebuah pisau membuat Jie tambah ketakutan.
"Apa ini? Aku disini untuk sekolah bukan dicincang." Ucapan Jie membuat A terkekeh. Ia kemudian mengambil pisau yang diberikan anak buahnya itu.
Sret
Sret
Dua sayatan pisau mendarat di telapak tangan Jie membuat gadis itu berteriak kesakitan. Namun, mulutnya sudah dibungkam oleh kedua anak buah A.
"Sakit? Lepaskan tangan kalian dari mulutnya." Sontak dua anak buahnya itu melepaskan Jie kemudian berdiri di belakang A.
"Hari ini, kamu adalah kekasihku. Kalo lo macam-macam lo bakal terima sayatan ini lagi. Dengar?" Jie mengangguk dengan airmata yang sudah mengalir. Rasa sakit membuat kepala Jie sangat pusing. Sontak, Jie pingsan. Untung saja A gesit merengkuh tubuh gadis itu dalam pelukannya.
A kemudian menggendong Jie ala bridel style. Dan membawanya ke dalam mobil. Membaringkan gadis itu dengan pelan-pelan. Tiba-tiba kedua anak buahnya datang dengan membawa kota p3k lalu memberikannya kepada A.
Lantas dua anak buah itu berlalu pergi meninggalkan A dan Jie yang sudah berada di dalam mobil. A memperhatikan wajah Jie dengan datar.
"Sorry udah buat lo merasakan sakit. Namun, ini langkah pertama yang harus aku lakukan untuk membalaskan dendamku. Kau, gadis bodoh akan menjadi istri seorang Tuan muda A dari keluarga Clovis. Lihat saja nanti Elina."
Dengan telatan A membersihkan darah dari tangan Jie. Mengobati luka gadis itu perlahan-lahan. Jangan sampai ia membangunkan gadis di hadapannya ini.