Chereads / Mr. A / Chapter 18 - 18. Menyebalkan!

Chapter 18 - 18. Menyebalkan!

"Yuhuy, gue panti jompo sama A!" teriak Jie saat membereskan semua perlengkapannya. Yap, dia sedang di kamarnya.

Kata pak kepala sekolah, mereka akan menginap di panti jompo selama tiga hari. Itulah mengapa Jie membawa semua perlengkapannya. Mulai dari baju trainningnya, baju sweaternya hingga dua boneka beruang yang ukuran sedang ia bawa pula.

Semua sudah Jie bereskan, panti jompo yang mereka pilih terdapat di daerah yang lumayan jauh, tapi naik bis, mereka bisa sampai pada tempat tujuan mereka.

Hari ini, Jie sangat senang bisa satu tim dengan A. Ia tak menyangka, bapak kepala sekolah tahu juga keinginannya.

"Mr. A, kenapa aku bisa menyukaimu. Ah, entahlah." Monolog gadis itu.

Jie melihat dirinya di cermin yang cukup besar. Sweater pink dengan celana training pink. Pakaian itu sangat cocok dengan Jie. Terlebih kesan imutnya dapat saat rambutnya ia jalin dua kepang.

Imut sekali!

Jam 7.30 wib

Jie melihat jam yang sudah cukup waktu baginya untuk ke sekolah. Pertama, dua tim itu harus berkumpul di sekolah karena ada pengumuman yang akan disampaikan oleh kepala sekolah sebelum mereka berangkat.

Jie keluar dari kamarnya dengan wajah yang berseri. Tangannya dengan santai menarik koper berwarna pink itu.

"Jie," panggil Mamanya yang tak sengaja melihat putrinya itu.

Jie menoleh. "Iya Mah. Ada apa?"

"Kamu berapa lama di panti jompo?" tanya sang Mama.

"Sekitar tiga hari Mah," jawab Jie.

"Ayahmu akan mengantarmu ke sekolah. Ini bekal makanmu berjaga-jaga kalo kamu lapar di perjalanan." Sang Mama mengambil tas gendongan Jie lalu memasukkan kotak makan itu ke dalamnya.

Jie tersenyum. "Baik Mah. Makasih."

"Iya, cepat Papa menunggu di luar," ucap sang Mama tersenyum.

Jie mencium tangan Mamanya sebelum masuk ke dalam mobil. Perlahan mobil itu berjalan menjauhi sang Mama yang terus melambaikan tangannya.

Di satu sisi, A sedang berkemas memasuki dua koper miliknya dan milik kakaknya di dalam bagasi mobil. Sedangkan Gilang di dalam mansion masih sibuk dengan pekerjaannya sendiri.

Argan-sang Ayah keluar dari dalam mansion menghampiri A. Sontak, A langsung melihat Argan seraya tersenyum.

"Ayah akan mengantar kalian. Baik-baiklah di sana," ucap Argan sembari membantu putranya itu membereskan perlengkapan mereka yang cukup banyak.

Terkadang A berpikir, bagaimana bisa ia memiliki seorang Ayah yang begitu baik. A bahagia sekali memiliki seorang Ayah seperti Ayahnya. Rasanya ia ingin Ayahnya tetap bersama-sama dengan dia. Ayahnya yang bertanggungjawab setelah ibunya meninggal saat ia lahir, sungguh bukanlah perjuangan yang mudah.

Ayah adalah cinta pertama bagi putrinya, tetapi bagi seorang putra, Ayah adalah panutan yang paling baik.

"Ayah pasti akan merindukan kalian selama tiga hari ini, jadi jangan nakal-nakal di sana, ya?"

Grep

"Ayah, I love you," ucap A seraya memeluk sang Ayah.

Argan membalas pelukan A. Menarik putranya itu lebih dalam dalam dekapannya.

"Benarkah? Ayah juga mencintaimu," balas sang Ayah.

Tiba-tiba hal yang manis itu terhenti kala Gilang datang memecah keheningan dengan rengekkannya. A dan Argan langsung menghampiri Gilang yang juga menghampiri mereka.

"Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?" tanya sang Ayah.

"Kartu kredit Gilang hilang," ungkap Gilang yang masih terus menangis layaknya anak kecil.

"Apa? Kok bisa? Kakak sih ceroboh banget," tutur A sedikit kesal. Bagaimana tidak? Kartu kredit yang nilai uang di dalamnya dua miliar itu hilang? Siapa sih yang tidak kesal.

"Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti Ayah akan menyuruh orang kepercayaan Ayah untuk mencarinya. Sekarang kamu pakai kartu kredit A dulu."

"Apa? A tidak mau! A masih kesal sama kakak," tukas A.

"Ayah! Itu, 'kan A tidak mau berbagi. Dasar!" Gilang juga tak kalah manja.

"Kalian ini bukan anak-anak lagi. A berbagi, dia kakakmu."

"Lihat saja nanti," ucap A dengan tajam sembari menatap sang kakak.

"Sudah sudah. Ayo kita berangkat, taunya terlambat nanti."

A, Ayahnya, dan Gilang pun berangkat dengan yang mengemudi adalah sang ayah.

Sepanjang perjalanan, Argan terus disuguhi pertengkaran dua putranya yang sangat nakal itu.

'Tapi itu lebih baik, dari pada sebelumnya,' batin Argan dalam hatinya.

Suasana di dalam mobil tidak hening, melainkan suara A yang berteriak karena dicubit Gilang. Bagaimana tidak? A membuatnya kesal dengan mengancam bahwa tidak akan membagi kartu kreditnya.

Lagipula, punyanya akan segera ditemukan. Sungguh adik yang menyebalkan. Dulu A tidak semenyebalkan ini.

"Kakak tahu, A menjadi seperti kakak."

"Apa maksudmu?" tanya Gilang karena masih belum mengerti dengan ucapan sang adik.

"A sekarang berubah, A akan melakukan apa yang A mau seperti kakak."

"Kau berbicara gak usah bertele-tele, kau tahu koneksi kakak lambat?"

"Sudahlah, kakak akan mengerti juga."

Butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai di sekolah lencana bangsa. Setibanya A dan Gilang, dua lelaki itu turun. Mareka langsung di hadapkan dengan 60 murid yang tengah menunggu di lapangan sekolah.

Argan juga keluar dari dalam mobil.

"Ayah, kami akan pergi. Kami pasti akan merindukanmu," ucap Gilang sembari membuka bagasi mobil. menentang koper A dan memberikannya pada A.

"A juga akan merindukan Ayah," timpal A.

Argan mengangguk.

Chup

Chup

Argan mencium pucuk kepala putranya itu masing-masing. Lalu memeluk mereka dengan erat. Setelah berpelukan cukup lama Ayah dan anak itu pun melepaskan pelukan mereka.

"Sekarang berbarislah, mereka menunggu kalian."

"Baik Ayah," ucap A dan Gilang serempak. Kemudian Argan kembali masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan perkarangan sekolah itu. A dan Gilang dengan mata berkaca-kaca melihat kepergian sang Ayah.

"Selalu saja begini. Kenapa sulit sekali meninggalkan Ayah, kakak?" tanya A.

"Entahlah, mungkin karena kita sangat mencintai Ayah," jawab Gilang.

Ini pernah terjadi, saat Argan pergi ke Brazil. A dan Gilang waktu itu sangat tidak rela ketika sang ayah pergi ke Brazil karena urusan bisnis, bahkan sampai Maid-Maid mereka menahan A dan Gilang yang juga ingin ikut ke Brazil bersama sang Ayah.

Kepala sekolah, pak Mortys naik ke atas altar lalu berbicara menggunakan alat pembesar suara.

"Hari ini adalah hari kalian akan pergi berbagi amal. Lakukanlah yang terbaik dengan tugas kalian," ucap pak Mortys.

"Ya, pak!" seru mereka serempak.

"Setiap tim akan dibimbing dua guru, satu laki-laki dan satu perempuan."

"Ya, pak!"

"Jadi, kalian jangan nakal. Lakukan yang terbaik."

"Ya, pak!"

"Panti jompo adalah tempat berbagi amal untuk tim pertama yang akan dipimpin oleh Alister."

"Ya, pak!"

"Panti asuhan tempat berbagi pada tim kedua akan dipimpin oleh Guan."

"Ya, pak!"

Guan dan A saling melayangkan tatapan tajam terhadap satu sama lain. A tersenyum dengan sinis sembari menaiki satu alisnya yang seolah menunjuk Jie yang berdiri di sampingnya.

'Awas saja kau A. Kau memang selalu satu langkah dariku,' batin Guan dalam hati.