Chereads / MALPIS / Chapter 51 - Chapter 45 - Security

Chapter 51 - Chapter 45 - Security

Ben tiba di hotel Malpis dan melihat sudah banyak penjagaan disana, bahkan untuk masuk ke basemen saja harus diperiksa terlebih dahulu.

Elena bingung melihat banyaknya orang yang berjaga.  "Ada apa ini, Ben?" Tanya Elena.

"Beberapa hari kedepan akan ada artis luar negeri yang akan manggung di Jakarta dan menginap di Hotel ini. Mereka membuat banyak penjagaan karna fansnya termasuk fanatik. Selama beberapa hari kamu akan aman disini." Jelas Ben. Elena mengangguk lega. Setidaknya beberapa hari ia bisa terlepas dari Roy. Ben dan Elena memasang langkah seribu menuju lift agar tidak terlihat oleh siapapun. 

Ben mengantar Elena hingga ke dalam kamar wanita itu yang hanya sedikit orang yang tahu. Elena duduk diujung tempat tidur dengan kaki menjulur ke bawah. Sedangkan Ben duduk di kursi kayu didepan wanita itu.

"Kamu bisa tenang sekarang." Ujar Ben dengan lembut. Elena menatap langit diatasnya dan merenung apa yang sudah terjadi padanya.

Alya keluar dari kamarnya dengan baju yang lebih bersih dan aroma sabun yang menyegarkan. Ia membuka televisinya dan berlalu menuju dapur. Ia memikirkan sejenak makan malam yang akan dimasaknya.

"Oke." Ucapnya sambil bertepuk tangan ketika ia menemukan menu makan malam ini. Ia membuka lemari kabinetnya dan mengambil pasta batangan dan mengeluarkan beberapa bahan untuk membuat Aglio Olio, makanan kesukaan suaminya. Diawal pernikahannya, Alya pernah memasakkan makanannya itu sekali setelah ia mencari resepnya dibeberapa website masakan. Dan kali ini ia ingin memasakkannya lagi sekaligus memperbaiki hubungan mereka. 

Alya mempersiapkan bahan-bahannya diatas meja dapur.  Sehingga memudahkan saat Ben pulang nanti, ia hanya tinggal memasaknya saja.

Ben mendekati Elena dan duduk disebelah wanita itu. Ia memeluk Elena dengan hangat karena air mata Elena yang terus saja mengalir saat mengingat semuanya. "Udah. Selama kamu disini, aku akan pastikan Roy tidak bisa masuk." Ia menangkan wanita itu. Elena mengangguk tanda setuju.

"Kamu belum makan, kan?" Tanya Ben lembut.

Elena menggelengkan kepalanya. "Kamu temenin aku makan ya?" Pintanya.

Ben mengangguk. Ia membuka ponselnya lalu menelepon Arif untuk memesankan mereka berdua  makanan sekaligus diantar ke atas oleh pria itu.

Alya melihat jam dindingnya yang sudah pukul 7 malam dan Ben belum juga pulang. Ia melihat bahan-bahan makanannya sudah tersedia dan siap untuk dimasak. Ia ingin menyediakannya dalam keadaan panas. Alya melihat layar ponselnya dan berharap Ben akan segera pulang.

Arif mengetuk pintu kamar Elena dan mendorong kereta makanan yang dibawanya masuk ke dalam kamar. Ia melihat atasannya dan Elena sedang mengobrol dipinggir tempat tidur. Pemandangan yang seharusnya tidak Arif lihat karena hanya akan membuat dirinya merasa tidak enak hati pada Alya.

Ben dan Elena mulai menikmati makanan yang ada didepan mereka yaitu Grilled Tuna with sweet lime sauce untuk dua orang.

"Apa rasanya tinggal dirumah baru kamu?" Tanya Elena sambil memotong grilled ikan didepannya.

Ben mengumbar senyum. "Kamu tahu rasanya." Ia tidak memberikan jawaban yang spesifik. Ia mengunyah suapan pertamanya.

Elena menunduk. "Rasa apa yang kamu maksud. Rasa cinta apa rasa nafsu?"

Ben terdiam sejenak. "Bukan itu maksud aku."

Elena menatap pria itu dengan senyuman nakalnya. "Aku bercanda." Ia tertawa. "Alya sudah masak apa aja buat kamu?" Tanyanya lagi.

Ben memutar bola matanya dan berpikir, "Alya lebih sering masak makanan rumah." Ada ukiran senyum dibibirnya saat mengucapkan itu. Kunyahannya tampak bersemangat.

Elena memperhatikan wajah pria didepannya. "Dia gak pernah masak Aglio Olio untuk kamu?" Rasa ingin tahunya besar kali ini.

Ben tertawa pelan. "Pernah." Ia meneguk minumannya. "Tapi Alya lebih enak kalau masak yang lain selain itu." Ia tidak sadar kalau seringai tawanya menyertai. Elena hanya bisa menebak apa maksud sifat ceria Ben saat menceritakan soal Alya.

"Pasta siapa lebih enak?" Elena sedang berusaha memposisikan dirinya jika saja ia lebih unggul dalam hal yang satu ini.

Ben merasa kalau pertanyaan itu menjebaknya. Buatan Elena memang lebih enak tapi ia juga tidak ingin menjatuhkan istrinya didepan wanita itu. 

Terdengar suara mobil polisi dari arah bawah. Ben bangkit dan menuju balkon untuk memastikan suara yang muncul itu. Ia melihat iring-iringan polisi memasuki hotelnya.

"Ada apa, Ben?" Tanya Elena khawatir. Ia lupa dengan pertanyaannya barusan.

Ben berbalik dan kembali ke depan makanannya yang masih tersisa sedikit. Ia segera menghabiskannya. "Penyanyinya sudah datang." Ujarnya. Elena mengangguk paham. Tak lama Arif menelepon dan mengatakan hal yang sama.

Setelah makan malam, Ben menyuruh Elena untuk istirahat saja. Ia menyelimuti tubuh Elena diatas tempat tidur, "Aku ke bawah dulu mau menyambut tamu." Pamitnya.

Elena mengangguk. "Nanti kamu kesini lagi?" Tanyanya penuh harap. Wajahnya seolah memohon.

"Iya, nanti aku mampir." Ben mengelus pipi Elena lembut dan meraih tangan wanita itu sesaat kemudian pergi dari kamar itu.

Alya sudah melihat jam dindingnya yang menunjukkan pukul 7.30 malam dan Ben belum juga pulang. Ia sudah merasa lapar, tapi ia ingin makan berdua dengan suaminya malam ini. Alya membuka ponselnya dan mengirimkan pesan pada suaminya.

Kamu pulang jam berapa?

Alya menunggu pesan itu beberapa menit namun tidak ada balasan. Ia kembali mengirimkan pesan.

Kamu makan dirumah apa diluar. Soalnya aku mau masak makan malam.

Beberapa menit kemudian pesan itu juga tidak dibalas oleh Ben. Alya menghela napasnya, sibuk apa ya? Batinnya. Ia melanjutkan tontonannya.

Dewa keluar dari pintu karyawan sambil mendorong trolley piring kotornya. Restorannya cukup ramai sore ini hingga piring menumpuk di setiap meja. Sambil memungut piring itu, Dewa melihat Ben tengah mengobrol dengan seorang pria yang menggunakan name tag Promotor disana.

Dewa memperhatikan Ben yang tengah mengobrol serius. Dulu ia sangat memiliki rasa hormat untuk pria itu. Belum lagi harus belajar untuk merelakan pria itu menikahi wali kelasnya. Namun belakangan rasa hormatnya menghilang karena melihat Elena berkeliaran di Hotel Malpis. Semenjak itu Dewa merasa kalau wali kelasnya akan tersakiti.

Ben membaca pesan Alya yang sudah masuk ke dalam ponselnya sejak sepuluh menit yang lalu. Ia tidak mengetahui adanya pesan masuk. Merasa tidak enak mengabaikan pesan istrinya, Ben membalasnya dengan sedikit berbohong.

Aku makan dirumah. Satu jam lagi aku pulang.

Ia mengirimkan pesan itu dan kembali mengobrol dengan promotor artis didepannya ini.

Alya melihat layar ponselnya dan senyumnya mengembang ketika ia membaca balasan dari suaminya. Anggukan kepalanya mengangguk paham. Ia memandangi jam dinding didepannya.

Satu jam lagi Ben pulang, berarti aku masak setengah jam lagi. Oke, katanya pada diri sendiri. Sorot matanya penuh ceria.

"Kalau ada perlu apa-apa, bagian lokasi dan staf khusus siap membantu. Nanti anda bisa hubungi mereka saja." Ujar Ben pada promotor artis tersebut.

"Terima kasih, Pak." Sahut Pria bertubuh gemuk tersebut. "Manajer artisnya tadi bilang, suka sama pelayanan hotel ini. Kamarnya juga nyaman." Tambahnya.

Ben menepuk pelan bahu promotor itu, "Kita sama-sama terima kasih." Mereka tertawa bersama.

"Kalau gitu saya permisi dulu." Ben berpamitan. Ia bersalaman dengan pria itu. Ia berjalan ke arah lift.

Dewa mendorong trolley nya masuk melalui pintu karyawan menuju tempat pencucian piring.

"Dewa kesini bentar." Panggil manajer restorannya.

Dewa meninggalkan piring kotornya dan menuju depan."Ada apa, mas?"

"Bisa tolong antarin makanan ini ke lantai lima belas kamar 1503?" Ucap manajer itu.

Dewa mengangguk. "Bisa." Ia mengambil alih trolley itu dan berjalan ke arah lift.

Pintu lift terbuka dan Ben masuk ke dalamnya. Dewa melihat Ben masuk dan berniat untuk mengejar lift tersebut tanpa harus menunggu lagi. Namun sayangnya, pintu lift tertutup dan meninggalkannya.

Dewa menunggu lift yang lain. Tapi disela itu, ia melihat lift yang dinaiki oleh Ben berhenti dilantai tujuh belas. Kening Dewa berkerut saat memikirkannya, namun pintu lift yang lain terbuka dan ia buru-buru masuk.

***

Ben masuk ke kamar Elena sebelum ia pulang ke rumah. Ia sudah berjanji kepada wanita itu untuk mampir sebentar sekedar melihat keadaannya. Ben mendekati Elena dan ia melihat kalau wanita itu terlihat lelap didalam tidurnya.

Ben berjongkok dihadapan Elena karena gadis itu menghadap sebelah kiri tepat disisi tempat tidur.

Kenapa kamu seperti ini, El? Kata Ben didalam hati. Ben berdiri dan sedikit membungkuk lalu mencium kening wanita itu sekilas.

Elena membuka matanya dengan sedikit rasa terkejut saat ia merasakan seseorang menyentuhnya.

"Maaf, aku gak maksud membangunkan kamu." Kata Ben kembali berjongkok didepan wanita itu.

Elena merasakan jantungnya berdegup kencang. "Aku pikir tadi itu Roy." Ujarnya takut.

Ben mengelus kepala wanita itu. "Roy tidak akan bisa masuk kesini. Kamu jangan khawatir." Ia menanangkan dengan lembut.

Elena meraih tangan Ben dari atas kepalanya, "Kamu temenin aku disini sampai aku tidur, boleh gak?" Pintanya.

Ben diam sejenak. Ia dilema. Ia sudah berjanji kepala Alya untuk pulang dan makan dirumah. Ben melihat jam tangannya. Masih ada waktu lebih kurang 40 menit dari janjinya untuk pulang.

"Sebentar aja." Elena memohon dengan sangat.

Ben mengangguk. "Oke, kalau kamu sudah tidur aku akan langsung pulang." Katanya.

Elena mengangguk paham. Ben berdiri dan membuka sepatunya. Ia berbaring dibelakang wanita itu dan memeluknya erat. Dalam keheningan ia mencium Elena dari belakang. Perlahan rasa lelah menghampirinya ditambah sejuknya suhu kamar itu dan empuknya tempat tidur, membuat mata Ben mengecil dan ia mengantuk.

Alya menunggu didepan televisi saat jam sudah menunjukkan pukul 9.20 malam. Ben sudah berjanji padanya akan pulang dalam waktu satu jam. Namun pria itu sudah terlambat dua puluh menit dari janjinya. Alya menoleh ke arah belakang dan melihat dua piring pasta yang sudah dimasaknya sejak lima belas menit yang lalu. Alya melihat layar ponselnya dan tidak ada pesan atau telepon yang masuk. Padahal ia ingin sekali makan berdua dengan suaminya malam ini. Alya kembali menatap layar televisi dan menunggu, seketika ia menguap.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ruang tengah apartemen itu masih dengan posisi yang sama. Dua piring pasta juga masih tidak tersentuh diatas meja makan. Alya membuka matanya dan ia tersadar dari tidurnya. Ia langsung berdiri dari sofa itu dan melihat ke arah meja makan. Masakannya masih ada disana.

Alya melihat jam dinding dan ia langsung menghubungi suaminya yang sudah terlambat satu jam dari janjinya untuk pulang.

Ben merasakan ponselnya bergetar. Getaran itu semakin terasa hingga menyadarkannya dari tidur nyenyaknya. Ben membuka mata dan ia melihat dirinya masih berada didalam kamar Elena. Ia turun dari tempat tidur dan mengambil ponselnya dari kantong celana. Matanya melotot ketika ia melihat nama Alya tertera disana.

Ben berjalan ke luar kamar dan mengangkat telepon itu. "Halo, Al?" Sapanya.

"Ben, kamu lagi dimana?" Tanya Alya dengan suara paraunya. "Masih lama ya pulangnya?" Ia mengucek matanya sambil berjalan ke arah meja makan. Ia merasakan pastanya sudah dingin dan tampilannya juga tidak cantik lagi.

"Al, maaf ya. Tadi aku ada meeting mendadak. Lupa mau kabarin kamu. Maaf, ya." Alasannya. Ia sedang menunggu lift yang akan mengangkutnya.

"Ya udah, gak apa. Kamu udah makan, kan?" Tanyanya khawatir.

"Aku sudah makan tadi. Kamu?" Tanyanya balik. Ia merasa tidak enak karena sudah bernjanji pada wanita itu untuk makan malam bersama.

Alya merasakan rasa laparnya sudah hilang. Ia juga sudah mengantuk saat ini. "Aku sudah makan." Jawabnya sambil menguap.

Mendengar istrinya menguap dengan lelah.  Ben berkata, "Kamu tidur aja duluan. Aku mungkin akan terlambat."

"Bye." Alya menutup sambungan teleponnya. Ia mengambil kedua piring itu dan membuang isinya ke dalam tempat sampah lalu mencuci bekasnya. Setelah itu ia berjalan ke arah kamar dan melanjutkan tidurnya. Pintu lift terbuka dan Ben masuk ke dalamnya. Ia menakan basemen pada tombol lift itu.

Dewa sedang menunggu lift yang akan menuju basemen. Jam kerjanya sudah selesai dan ia ingin segera pulang. Malam ini lift tampaknya sibuk karena penyanyi luar negeri yang menginap disana hingga membuatnya sulit mendapatkan tumpangan untuk turun. Dewa melihat lift yang turun didepannya yang berasal dari lantai 17 dan ia masih menunggu. Ketika lift itu sudah tiba di lantai lima, pintu lift lainya terbuka dan Dewa memilih lift kedua.

Dewa keluar dari lift di lantai basemen dan ia berjalan pelan menuju parkiran motornya. Terdengar bunyi pintu lift lainnya terbuka, dan Dewa menoleh ke belakang karena gerakan kepalanya yang spontan. Ia melihat Ben keluar dari lift itu dengan terburu-buru.

Dewa buru-buru sembunyi diantara motor yang ada disekitarnya. Ia memperhatikan pria itu. Seingatnya sudah sejak tadi, Ben berada dilantai 17 dan menjelang tengah malam ia baru pulang. Dewa bergumel dengan pikirannya sendiri, kenapa pria itu lama sekali dilantai tujuh belas. Tiba-tiba ia teringat dengan Alya dan merasa kasihan dengan wanita itu karena hanya seorang diri dirumah.

***

Ben pulang ke rumah dan ia melihat meja makannya kosong. Ia berjalan ke arah kamar dan melihat istrinya sudah terlelap. Ben tidak langsung menuju kamar. Ia menuju ruang kerjanya. Ben meletakkan tasnya dan membuka jasnya. Lengan kemejanya ia angkat hingga setengah dari  tangannya. Dasinya juga ia lepas. Ben mengeluarkan beberapa lembar kerja yang tertunda dan berusaha menyelesaikannya karena urusan dengan Elena tadi.

Tenggorokannya terasa haus dan ia berjalan ke arah dapur. Ia membuka kulkas dan tidak banyak makanan yang terisa disana. Ia membatalkan niatnya untuk meneguk air putih. Akhirnya Ben membuat teh manis untuknya sendiri. Setelah warna pada tehnya dirasa cukup, Ben membuang serbuk celup itu ke dalam tempat sampah. Ia melihat tumpukan pasta ada didalam sana.

Ben berjongkok dan mengambil pasta itu beberapa lalu diciumnya. Bau pasta itu adalah Aglio Olio. Ia sadar kalau Alya sudah memasakannya makan malam tadi. Namun wanita malah membuangnya. Ben masuk ke dalam kamarnya dan ia mendekati istirnya untuk sekedar melihatnya sekilas. Tapi ketika ia baru berjalan setengah kamar, terdengar suara bunyi perut seseorang yang sedang begemuruh. Ben semakin mendekati Alya dan ia mendengar suara bunyi itu dari perut istrinya. Ia tidak jadi mendekati Alya dan meninggalkan kamar itu. Ben menyalahakan dirinya sendiri karena lalai dengan janjinya.

***

Alya sudah membuatkan suaminya sarapan pagi ini dengan roti bakar isi selai srikaya. Ia tahu kalau suaminya sangat menyukai roti. Setelah itu ia ke kamar dan menciumi suaminya tanpa membangunkannya. Ia pergi meninggalkan kamar itu.

Ben membuka matanya ketika bunyi suara pintu kamarnya terdengar dan suara langkah hak tinggi itu menjauh. Ia sengaja tidak membuka matanya dan membiarkannya.

Alya menghidupkan motornya dan memanaskannya sejenak sembari ia merapikan pakaiannya diatas motor. Ketika dirasa sudah rapi, Alya melajukan motornya. Namun belum sempat meninggalkan lahan parkir dan hanya beberapa meter, Alya merasa motornya tidak seperti biasa. Ia turun dan melihat ban motornya bagian belakang sudah kempes setengahnya. Alya tidak mungkin pergi ke sekolah menggunakan sepeda motor itu. Takutnya ban itu akan semakin kempes dan malah membuantnya sulit karena ia harus mendorongnya hingga bengkel terdekat.

Alya kembali ke posisi awal dan mematikan motornya. Ia harus segera ke sekolah namun ia tidak mugkin membangunkan Ben yang sedang terlelap. Akhirnya, Alya pergi ke sekolah menggunakan ojek.

Ojek yang Alya naiki berhenti tepat didepan sekolahnya. Ia membayar ojeknya dan berjalan memasuki sekolahnya. Tak disangka ia malah berpapasan dengan Dewa yang saat itu juga baru datang dengan motornya andalannya. Mereka berpandangan sesaat. Alya mencoba membuang wajahnya ke arah lain. Dewa bertanya didalam hati, kenapa wali kelasnya tidak diantar oleh Ben dan malah naik ojek.

***

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR YA.