"Siapa yang kau lihat, Alekta?!" tukas Casandra yang sudah sangat penasaran dengan apa yang dilihat oleh Alekta.
"Caesar ... dia bersama dengan seorang wanita dan itu bukan Kamila," jelas Alekta yang berusaha untuk tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Sudah aku katakan dia bukan pria yang baik untukmu. Lupakan cintamu padanya," timpal Casandra yang juga ikut kesal dengan apa yang dilakukan oleh Caesar.
Alekta hanya diam, dia sungguh tidak mengira jika Caesar bisa melakukan semua itu. Pergi dan tersenyum lembut pada wanita yang berbeda-beda.
Dia berpikir jika Caesar adalah pria yang hanya mencintainya. Sedangkan Kamila hanya wanita yang ada di samping dirinya sejak dulu.
Helaan napas Alekta terdengar oleh Casandra, dia merasa jika sahabatnya ini sudah terlalu percaya akan cintanya pada Caesar. Dia telah menyerahkan seluruh hatinya pada pria yang tidak pantas untuk dipertahankan.
"Aku menantangmu. Andaikan aku kalah akan aku ceritakan orang yang sedang aku kejar," Casandra menantang Alekta.
Casandra tahu sahabatnya itu sedang penasaran dengan pria yang sedang dikejarnya. Karena dia belum menceritakan semuanya siapa pria itu.
Alekta menatap Casandra, dia tersenyum padanya. Dia menggelengkan kepalanya sebab sahabatnya itu tahu bagaimana caranya mengalihkan perhatiannya.
"Aku tidak mau. Karena kamu selalu membohongi aku!" timpal Alekta dengan berpura-pura marah karena Casandra selalu berkilah.
"Aku serius kali ini!" sambung Casandra.
Melihat dari nada bicara dan sorot mata Casandra, itu meyakinkan Alekta untuk mengikuti permainan sahabatnya itu.
"Baiklah. Aku terima tantanganmu!" ujar Alekta sembari mengenakan helmnya kembali.
Casandra tersenyum dia berhasil membuat temannya kembali bersemangat. Dia sangat tidak rela jika Alekta bersedih hanya untuk pria yang tidak pantas itu.
Alekta sudah bersiap di arena balap, yang saat ini kebetulan sedang sepi. Dia sudah tidak tahan lagi ingin memacu tunggangannya untuk menghilangkan rasa kecewanya.
Mungkin sudah cukup baginya untuk memperjuangkan cintanya. Karena cinta yang diperjuangkannya pun tidak melakukan hal yang sama.
Mesin motor sudah terdengar begitu nyaring, mereka berdua sudah siap untuk beradu kecepatan. Siapa yang akan menang kali ini itu tidak penting.
Yang terpenting adalah kepuasan dalam hati baik Alekta atau Casandra. Meski ada satu hal yang diinginkan oleh Alekta yaitu pria yang dikejar oleh sahabatnya itu.
Namun, dia sempat terpikir bahwa pria yang dikejarnya adalah Elvano Mahardika. Ternyata dia salah karena pria itu adalah kakak dari Casandra.
Sekarang yang ada di pikirannya adalah Bisma. Apakah pria yang dikejar oleh Casandra adalah Bisma, pikirnya.
Seorang pria muda yang sedang berada di sana dimintai untuk memberikan aba-aba dan menjadi juri.
Alekta dan Casandra sudah bersiap-siap untuk memulai balapannya. Bendera mulai diangkat setengah, dia mulai fokus dengan apa yang hendak dicapainya.
Dia membiarkan Casandra untuk maju lebih dulu. Sedangkan dia menunggu beberapa detik setelah sahabatnya melaju di depannya
"It's so time...," ujar Alekta sembari menarik gas motornya.
Alekta tersenyum saat melihat kecepatan Casandra. Dia sengaja membiarkan sahabatnya itu merasakan kemenangan sesaat. Karena sebentar lagi dia akan merasakan kekalahan.
Selama ini Casandra tidak pernah berhasil menang darinya. Alekta selalu dengan mudah menyalip dan akhirnya menang sampai garis finish.
Namun, berbeda kali ini karena Casandra tidak akan membiarkan Alekta berhasil menyalipnya. Sudah cukup baginya semua kekalahan yang diterimanya jika balapan dengan sahabatnya itu.
Alekta mulai menambah kecepatan motornya. Sudah cukup baginya membaut Casandra berada di depannya.
Dia meliuk-liukkan tubuhnya saat melewati trek yang berkelok. Sehingga motornya pun mengikuti setiap gerakan tubuhnya.
Sekarang Alekta sudah semakin dekat dengan Casandra. Dia menyeringai, dalam benaknya tidak pernah terpikirkan untuk mengalah dalam balapan meski itu dengan sahabatnya sendiri.
Karena di arena balapan ini Alekta sudah menjadi seorang pembalap yang profesional. Tidak ada istilah teman, sahabat bahkan saudara.
Namun, jika di luar arena balap Alekta tidak akan membiarkan sahabatnya atau saudaranya mengalami keburukan. Dia akan berjuang untuk kebaikan semuanya.
Mungkin bisa di bilang dia rela berkorban demi sahabatnya itu. Namun, dia kembali teringat akan Caesar.
Itu membuat dia tidak bisa berpikir jernih, mengapa dirinya sampai membuat kedua orang tuanya sedih. Hanya demi pria yang bisa berjalan santai dengan bermacam-macam wanita.
Alekta menginjak rem sekuat tenaga saat dia melihat sekelebat bayangan. Motornya terjatuh dan dia terseret oleh motonya sendiri.
Casandra melihat Alekta terjatuh, dua menghentikan motornya lalu berbalik arah. Dia langsung turun dan berlari menuju Alekta yang terduduk.
"Ada apa denganmu? Mengapa bisa terjatuh seperti ini?!" tanya Casandra dengan nada khawatir.
Casandra tidak habis pikir mengapa seorang Alekta bisa terjatuh dari motornya. Karena uang dia tahu bahwa sahabatnya itu sudah bisa dibilang profesional dalam balapan motor.
Alekta membuka helmnya lalu dia menghela napasnya. Dia sungguh tidak tahu apa yang terjadi sehingga dirinya bisa terjatuh.
Apa mungkin karena dia melamun dan tidak fokus pada jalur yang sedang ditempuhnya. Dia berusaha untuk berdiri tetapi kaki kanannya terasa nyeri.
Casandra langsung membatu Alekta, dia pun menghubungi seseorang dan menyuruhnya menjemputnya. Orang itu pun langsung menutup teleponnya dan bergegas menuju Casandra berada.
Beberapa orang yang melihat kecelakaan itu langsung berlari dan membatu. Motor Alekta pun di dorong meninggalkan lintasan balap.
Casandra memapah Alekta ke sebuah tempat duduk. Dia sangat khawatir dengan sahabatnya ini.
"Kamu pasti memikirkan pria berengsek itu, 'kan?!" tukas Casandra yang kesal sekaligus khawatir
"Sudahlah jangan memarahiku terus," ucap Alekta sembari menyentuh kakinya yang terasa sakit.
"Kakimu mungkin terkilir, untung saja tidak menimbulkan luka parah!" Casandra berkata sembari duduk di sampingnya.
Seorang wanita mudah berjalan menghampiri Alekta. Dia menyerahkan sebotol minuman untuknya, setelah itu pergi.
Alekta meminum air dalam botol tersebut, kakinya semakin terasa nyeri. Sepertinya dia harus ke dokter untuk memeriksakan kakinya ini.
Tiga puluh menit berlalu, Alekta sudah terlihat tenang. Seorang pria tiba dengan wajah datarnya.
"Ada apa? Mengapa kamu menyuruhku untuk datang ke sini?!" tanya seorang pria dengan nada dingin.
"Kak, bisa tidak sedikit hangat sama adik sendiri?!" tukas Casandra sedikit kesal.
"Kamu itu mengganggu tahu! Apa kamu tahu aku bergegas kemari dan meninggalkan meeting yang sangat penting!" timpal pria itu yang juga ikut kesal dengan sikap adiknya.
Alekta merasa risi dengan sikap pria itu, ternyata sikapnya sama saja baik pada adiknya ataupun orang lain. Itu sudah terlihat jelas dari wajahnya.
"Untuk apa kamu memanggilnya?" tanya Alekta pada Casandra.
"Entah mengapa yang ada di pikiranku hanya nama dia!" balas Casandra.
"Jika Anda ada hal penting yang harus dikerjakan, Anda bisa pergi dari sini. Mungkin Casandra sedang hilang akal menghubungi Anda, Tuan Elvano!" ujar Binar dengan nada dinginnya.
Elvano tidak suka dengan kata-kata yang terlontar dari bibir Alekta. Dia hendak membalasnya dengan kata-kata yang menyakitkan.
Namun, semua itu dihentikan oleh Casandra.
"Kak, bantu aku bawa Alekta ke rumah sakit! Aku akan membawa motornya ke bengkel!" Casandra berkata seraya memerintahkan semua itu pada Elvano.
"Aku tidak perlu bantuannya! Aku bisa pergi sendiri!" tukas Alekta sembari berdiri meski kaki kanannya terasa sangat nyeri.
Dia melewati Elvano, tubuhnya menjadi tidak seimbang dan akhirnya dia terjatuh. Elvano secara refleks menangkap tubuh Alekta.
Elvano langsung menggendong Alekta, dia berjalan menuju mobilnya. Dalam benaknya wanita ini sangat garang tetapi terlihat berbeda.
"Lepaskan aku!" perintah Alekta.
"Diam! Sudah tahu tidak kuat berjalan masih mau turun atau kamu mau aku lempar tubuhmu yang berat ini!" timpal Elvano.