Chereads / Senja yang kehilangan langitnya / Chapter 3 - CHAPTER 3: Mahkota Bunga Azalea (pt.1)

Chapter 3 - CHAPTER 3: Mahkota Bunga Azalea (pt.1)

Senja yang serupa tenggelam di depan mataku, senja yang sama hangatnya saat aku melihatnya denganmu. Aku yang mulai merasa bosan duduk di kursi panjang ini, berdiri untuk mengitari taman tua yang sebenarnya tidak begitu tua. Semuanya masih terawat dengan baik. hanya saja kenagan yang ku tinggal di taman ini sudah termakan oleh waktu. Aku berjalan menuju bukit kecil, tempat yang biasanya kami kunjungi untuk melihat senja. Lihatlah itu, matahari yang tenggelam perlahan dihiasi dengan putihnya awan, tampak menawan jika dilihat dari bukit ini. Aku diam sejenak, memperhatikan sekitar lalu terdiam, menutup mata sembari menghirup udara segar di sekitarku. Wangi dedaunan dan segarnya udara taman memang begitu menenangakan. Sorot mataku tertuju kepada ayunan yang masih sempurna tergantung di pohon besar samping bukit ini. Entahlah mungkin masih ada yang merawatnya.

Aku pun kembali menyusuri taman, berniat untuk beranjak pulang. Namun seketika aku melihat semak-semak bunga, sejenak aku tak mememikirkannya. Tetapi kakiku seperti tak kunjung untuk pergi . Aku pun mendekati semak-semak bunga itu, lalu menyentuhnya. Warnanya yang merah muda dan wangi yang semerbak membuatku ingat akan kejadian masa lalu itu. Saat dimana aku tega melukai tanganku sendiri hanya untuk membuatkanmu sebuah mahkota dari ranting dan bunga. Ya, bunga yang sama seperti yang ada di depanku ini. Bunga Azalea.

>>>

Sudah sekitar satu bulan sejak kejadian itu. Aku yang saat ini duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), menyiapkan diri untuk menyambut kedatangan semester baru. Bangun pagi, mandi dan menggosok gigi. Menggenakan seragam sekolah dan memakai ransel berwarna biru navy yang tak ganti-ganti sejak kelas lima SD. Aku menuruni tangga untuk sarapan, aroma nasi goreng buatan mama menyengat hidung, sehingga membuat perut ini berbunyi.

"Pagi papa, mama" Aku tersenyum ke arah papa yang sedang melipat lengan kemeja kerjanya di depan cermin panjang yang ditaruh di samping sofa coklat. Dan kearah mama, yang sedang memecahkan telur diatas teflon yang nantinya akan disantap bersamaan dengan nasi goreng.

"Pagi Ren" Mama membalas sapaanku sembari tersenyum dan melihat kearahku

"Waahh, anak papa sudah siap nih" Papa juga demikian, membalas sapaanku. Namun matanya masih tertuju ke cermin panjang itu, sambil sesekali merapikan rambutnya.

"Ren duduk dulu yuk, kita sarapan sama-sama. Papa...sudah dong ngacanya, paras tampanmu itu nagga akan berubah kok. Yuk sarapan dulu, mama sudah bikinin nasi goreng yang spesial buat kalian" Mama meletakan piring-piring berisikan nasi goreng diatas meja makan, tak lupa telur mata sapi mengiasi bagian atas nasi goreng.

"Iya sayang, ini papa lagi jalan nih ke meja makan" sahut papa kepada mama, mama tertawa melihat tingkah papa yang sengaja memperlambat langkahnya. Padahal jarak antara cermin dengan meja makan hanya 2 meter saja. Aku juga ikut terkekeh saat melihat tingkah papa.

Suasana di ruang makan begitu hangat, kami bercakap-cakap tentang apa saja yang bisa kami bicarakan. Percakapan selayaknya keluarga yang harmonis. Jarum jam menunjukan pukul 06.30 yang artinya aku harus segera pergi kesekolah dan papa harus pergi ke kantor. aku mencium tangan mama lalu memeluknya, papa juga mengecup kedua pipi mama. Aku dan papa berjalan menuju mobil sedan berwana abu-abu yang terparkir rapih di garasi rumah kami. Aku menunggu papa mengeluarkan mobil sedan itu, lalu membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya. Aku membuka kaca mobil dan melambaikan tangan ke arah mama yang masih menunggu di depan pintu rumah.

Rumah kami tak besar atau pun megah, namun rumah kami sederhana dan nyaman. Saat memasuki pintu utama terdapat meja makan kayu sederhana dengan kursi berwarna coklat muda. Melirik ke kiri sedikit, terdapat dapur bersih dengan keramik berwarna hitam putih, serta beberapa ukiran-ukiran bernuansa makanan di dinding dapur. Rumah kami hanya memiliki 2 tingkat. Ada satu kamar di lantai bawah (kamar papa dan mama), serta 3 kamar di lantai atas, yang salah satunya merupakan kamarku, Bagaimana dengan 2 kamar lainnya? Kamar ksosong di sebelahku dulu sering ditempati oleh abangku yang sekarang tinggalnya jauh di amsterdam, lalu kamar satu lagi itu untuk koleksi buku-buku. Ya, bisa dibilang seperti perpustakaan kecil. Banyak sekali rak-rak buku berwarna putih kusam, dan tumpukan buku di dalamnya. Kamar yang satu ini memang kurang terurus, banyak debu dan jaring laba-laba di sela-sela rak buku. Begitulah rumah kami, sederhana namun luar biasa karena suasana yang tercipta di dalamnya.

Setengah jam kemudia aku dan papa tiba di gerbang parkir sekolah. Aku membuka pintu mobil dan melambaikan tangan kearah papa

"Ren sekolah dulu ya pa!" Aku mencium tangan papa

"Hati-hati ya Ren, nanti papa jemput lagi" papa mengelus kepalaku, dan tersenyum

"Oke deh papa" Aku tersenyum lebar

"Bye Ren" papa membalas senyumanku

"Bye pa" Aku melambaikan tangan. Biasanya setelah mengantar ke sekolah papa akan pergi ke kantor, dan saat sekolah usai papa akan kembali untuk menjemputku.

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, "hari pertama sekolah" aku membatin. Sekarang jarum jam menunjukan pukul 07.00 masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi sampai pelajaran pertama dimulai. Aku memasuki kelas yang di pintunya bertuliskan 6A. Kelasnya belum terlalu ramai namun heboh sekali dengan gurauan dan obrolan ringan para murid SD Muliya Sari. Aku celingak-celinguk mencari sahabatku Ryan, dia memang pemalas, datangya selalu terlambat. Namun Ryan adalah sahabatku sejak aku masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Aku pun berjalan menuju bangku favoritku, yaitu bangku paling depan di pojok kanan, dan biasanya Ryan duduk di bangku kososng belakangku. Aku menunggu Ryan sambil membaca novel yang aku temukan di kamar mama. Kata mama novelnya bagus, cocok di baca untuk anak seumuranku.

Bosan membaca novel, aku pun melirik jam dinding yang ada di atas papan tulis. Jarum jam menunjukan pukul 07.10. Aku melihat sekitar, tak terasa murid-murid mulai berdatangan, ada yang sesekali menyapaku atau sekedar hanya tersenyum kearahku.

"Aduh, Ryan mana sih? Masa semester baru masih telat juga" Aku menggerutu

"DOOOOOORRR!!" Ryan tiba-tiba menepuk pundakku. Tidak-tidak, lebih tepatnya "memukul" pundakku

"APA-APAAN KAMU INI RYAN!!?" Aku membalikan badan dan meneriakinya, karena terkejut

"AHAHAHA kaget kan? Kamu nungguin aku ya" Ryan meletakan dagu di atas telapak tangan, dan nyengir dengan cengiran yang menyebalkannya itu.

"Apaan si percaya diri sekali kamu Ryan" Aku mendengus kesal, kembali menghadap ke depan.

"Hehe bercana aku Ren" Ucap Ryan dari bangku belakang

"Tumben sekali kau tidak telat, kesambet apa kamu haha" Aku menjahili Ryan seraya menyiapkan buku untuk pelajaran pertama.

"Aihhhh...aku telat diomeli, aku nggak telat juga diomeli. Maumu apa si Ren" Ryan memasang muka menyebalkan, sambil memainkan pensil di atas hidungnya. (iya, semua wajah yang dia buat menyebalkan)

"KRINGGGGG!!" Bel mata pelajaran pertama berbunyi, Aku segera menegakkan badan dan bersiap-siap untuk menyambut kedatangan guru mata pelajaran pertama. Ryan? Jangan di tanya, dia malah menyenderkan badan hingga hanya jidatnya saja yang terlihat dari depan. Tetapi ada hal yang ganjil, tak biasanya kepala sekolah masuk ke kelas kami. Aku yang tidak terlalu tertarik dengan pembicaraannya, mulai menulis di buku jurnalku.

"Selamat pagi anak-anak, pagi hari ini bapak ada informasi untuk kalian." Aku masih tidak menghiraukan apa yang bapak kepala sekolah itu bicarakan

"Untuk memulai awal semester dua ini, kalian akan kedatangan teman baru"

"Ah, sial penghapusku jatuh" Aku membungkukan badan untuk meraih penghapus itu

"Silahkan masuk...."

"Eh, kira-kira cewek apa cowok? Widih kalau cewek, semoga aja cantik" bisik salah satu murid ke teman sebangkunya

"Hahaha, bisa aja kamu Zidan" temannya tertawa

"Haduh..mulai deh" aku membantin

"Baik nak, silahkan perkenalkan dirimu"

"Aduh, jauh banget si penghapusnya" Aku masih berkutat dengan penghapus yang jatuh di kolong meja

"Hallo semua, nama saya Aqilla Soraya Jingga, tapi kalian bisa panggil saya-"

"hah, SORA?!! Aduhh..." Aku terkejut saat mendengar suara yang amat ku kenali, hingga kepalaku terantuk bawah meja.

"REN?!" Sora juga ikut terkejut melihatku. Satu kelas pun heboh karena kelakuanku dan Sora "dia masih mengingat namaku" aku membatin.

>>>

Begitulah pertemuan kedua kami, memalukan sekali memang. Sora dengan sifatnya yang ceplas-ceplos dan spontan, serta sifatku yang juga terkadang heboh. Membuat seisi kelas geger akan kejadian pagi itu. Tetapi kisah ini belum selesai, masih banyak yang harus diceritakan, termasuk bagian yang menyakitkan.