Chereads / Senja yang kehilangan langitnya / Chapter 4 - CHAPTER 4: Mahkota Bunga Azalea (pt.2)

Chapter 4 - CHAPTER 4: Mahkota Bunga Azalea (pt.2)

Bakso, pempek, mie ayam, dan berbagai makanan dari yang ringan hingga berat di hidangkan di kantin sekolah kami. Bel jam istirahat baru saja berbunyi 3 menit yang lalu, aku dan Ryan buru-buru pergi ke kanti setelah pelajaran terakhir usai. Pelajaran sejarah memang membosankan. Ryan berkali-kali tidur di jam pelajaran itu, dan berkali-kali pula Pak Rama meneriakinya karena dengkurannya begitu keras, sehingga mengganggu seisi kelas. Semenjak kedatangan Sora, Ryan terus-menerus menggodaku tentang gadis itu, terlebih lagi kursi yang Sora duduki berada persis di sebelahku. Semakin puaslah ia menggodanya. Sejak tadi Ryan juga berkali-kali bertanya soal Sora, tentang bagaimana, dimana, dan kapan aku bertemu dengannya. Aku yang malas menceritakan panjang lebar, hanya menjawab "Tidak tau, tidak ingat, lupa."

Saat ini pun demikian. Ryan yang mulutnya penuh dengan mie ayam, terus menghantamku dengan ribuan pertanyaan tentangku dan Sora. Apasih yang membuat manusia di depanku ini penasaran sekali tentang aku dan Sora.

"Ihhh Ren ceritain kenapa. Aku ini sahabat kamu tau nggak? kita udh kenal sejak kamu masih di dalam kandungan ibumu itu" Ryan menunjuk-nunjuk dengan garpu miliknya

"Ya terus" Aku menjawab, dengan pandangan yang tertuju ke mangkok bakso, yang sejak tadi sudah kandas,

"Cih! Dingin sekali sikapmu Ren. Jangan salahkanku ya kalau Sora nggak mau sama kamu, karna sikapmu itu" Ryan terus mengoceh, seakan tak peduli bahwa mulutnya dipenuhi dengan mie ayam.

"Siapa juga yang mau memikat dia Ryan..."

Percakapan kami terus berlanjut, hingga bel masuk berbunyi. Seperti biasa kami memasuki jam pelajaran terakhir, lalu pulang ke rumah masing-masing. Aku yang biasanya dijemput terlambat oleh papa, menunggu di ayunan belakang sekolah. Ryan sudah pulang duluan, rumahnya tak jauh dari sekolah, tak perlu menaiki kendaraan. Sambil menunggu papa aku pergi ke kantin untuk membeli minuman, kantin memang selalu buka hingga jam 4 sore. Setelah usai membeli minuman, aku duduk di ayunan taman yang letaknya tepat di samping kantin. Kantin kami terletak di luar ruangan, dan hanya ditutupi dengan atap kanopi berwarna putih. Ukurannya cukup luas, ada banyak bangku serta beberapa tanaman di pojok-pojok kantin.

Aku mengayunkan ayunan sambil menyuruput susu coklat yang kubeli tadi. Setelah menghabiskan susu coklatku, aku berlari-lari mengelilingi taman bermain itu. Menaiki prosotan, masuk kedalam trowongan, atau kembali duduk di ayunan sambil membaca novel. Novel yang tadi diberikan mama, novel yang berjudul "Ayahku (Bukan) Pembohong." Mama bilang penulis novel ini merupakan penulis favorit mama. Saat aku sudah hampit sampai di halaman terakhir, tiba-tiba aku melihat Sora. Aku terkejut, tak terbayang olehku, "bisa-bisanya gadis itu bertengger di atas pohon." aku membantin dan mengernyitkan alis. Sora yang juga melihatku tersenyum dan melambaikan tangan, aku memutuskan untuk menghampirinya. Aku mengambil tas yang ku taruh di kursi kantin dan pergi kearah Sora. "Dia sudah gila apa, masih bisa senyum lebar gitu" aku berjalan kearah parkiran sambil terus menggerutu, letak pohon besar itu memang ada di parkiran belakang.

"Hey! Sora kamu ngapain di situ?" aku mengeraskan suara agar terdengar dari atas sana

"oh, hallo Ren" Sora malah melambaikan tangannya ke arahku

"Kamu nagapin Sora, itu bahaya" Aku melepaskan tas lalu mendekat ke pohon besar itu

"Aku tidak apa-apa kok Ren, ini sebentar lagi aku turun...tunggu ya!!"

"hah? eh tunggu so-" belum habis kalimatku, Sora sudah lompat dari pohon dengan ketinggian 3 meter itu.

Aku yang tak tau harus berbuat apa, kelimpungan mencoba untuk menangkapnya. Namun, betapa terkejutnya aku saat meihat Sora dengan mudahnya menapakan kaki di atas tanah, dan tak terluka satu apa pun. Aku membeku di tempat saat melihat kelakuannya.

"Hufft...capek banget manjatnya, padahal turunnya tinggal lompat haha" Sora menyeka keringat yg mengelir di keningnya

"S-sora, kamu baik-baik saja kan?" Aku menghampirinya.

"Hai lagi Ren hehe. Tidak apa kok"

"Kamu ngapain tadi, pake manjat pohon segala"

"Kamu tau nggak si Ren. Tadi ada anak kucing yang tersangkut di atas pohon. Ibunya nyariin, aku nggak tega, jadinya aku manjat deh" Sore nyenggir seraya menggaruk rambutnya yang tak gatal

"Hadeh...ada-ada aja kamu" Aku menghembuskan napas

"Memang kamu belum di jemput Sora?" aku melanjutkan kalimat

"Belum, kalu Ren?"

"Aku juga belum. Hmm..kalau begitu mau main bareng nggak? di taman dekat kantin"

"Yeayy! Ayuk" Sora langsung menyambar tanganku dan menariknya. Sedikit terkejut, karena akulah yang mengajaknya. Namun dia yang begitu bersemangat. Menggemaskan

>>>

Angin yang menghembus membuat anak rambut bergerak lembut. Aku dan Sora sedang berbaring di atas rerumputan hijau ini sembari menebak-nebak gambar yang dibuat oleh awan. Tak terasa sekarang sudah pukul 3 sore, sebentar lagi papa akan menjemputku.

"Hahaha itu bukan kelinci tau, itu bola basket" Aku tertawa sambil menunjuk-nunjuk awan

"Ihhh...bukan itu kelinci, liat deh. Itu ada kupingnya" Sora melakukan hal yang sama. Menunjuk awan. Sejak tadi kami berdebat tentang gambar apa yang ada di atas sana.

"Hahaha terserah kamu deh" Aku tertawa, dia juga begitu. Sekilas aku memperhatikan wajahnya. Lalu bangun perlahan ke posisi duduk.

"Ada apa Ren?" Sora ikut duduk

"Sora, ada sesuatu yang mau aku buat untukmu, tunggu sebentar ya" Aku tersenyum kearah Sora

"Eh, kamu mau buat apa?" Aku yang sudah mulai berdiri, kembali duduk dan mengacak-ngacak rambutnya "tunggu sini sebentar"

"Jangan lama-lama lho Ren!"

"iya nggak kok!" Aku sudah melangkah agak jauh dari tempatnya, namun masih di sekitar taman sebelah kantin. Aku pergi ke semak-semak bunga, bunga yang begitu indah dan memiliki banyak makna. Bunga yang hanya ada di dua tempat, di sekolah, dan di taman dekat rumah. Ya benar, Bunga Azalea. Aku mulai mengambil ranting pohon dan melilitkannya ke ranting yang lain. Aku memitik berbagai macam warna Bunga Azelea, setelah itu aku melilitkan tangkai bunga ke ranting yang sekarang sudah sempurna berbentuk bulat. Aku juga menambahkan beberapa dedaunan agar tampak cantik. Ya, walaupunn saat proses pembuatannya tanganku sedikit terlukan saat melilit ranting. Namun aku puas dengan hasilnya.

Aku menghampiri Sora yang sedang menggurat lukisan diatas pasir dengan ranting pohon. Aku menyembunyikan mahkota bunga di belakang punggungku.

"Ren!! Sudah selesai? Kamu buat apa, liat dong liatt..." Sora menoleh dan langsung mendekat kearahku

"Sabar dong Sora haha. Tutup dulu matamu, saat kehitungan ke-3 baru boleh dibuka ya?"

"ok baiklah!" Sora menganggukan kepalanya dengan agresif. Aku menutup mulutku karena, ya..malu, takut ia tak senang dengan apa yang kuberikan.

"satu...dua..ti-"

"GA!" Sora langsung membuka matanya. Aku menahan tawa karena gemas dengan kelakuannya

"Mana, mana!!" Sora sudah tak sabar, ia celingak-celinguk ke belakangku

"Baiklah-baiklah, TA-DA!!"

"WOAAHHH!!!"

"suka tidak" Aku memegang tengkuk leher, karena merasa gugup

"Sukaa sekali Ren!! Terimakasih banyak, aku sangat sangat menyukainya" Sora tersenyum begitu cerah.

"Sini, biarku pasangkan tuan putri hahaha" Aku pun memasangkan mahkota itu diatas kepalanya "cocok denganmu" aku membatin.

"Baiklah pangeran berkuda putih" Sora menghayati perannya, ia bicara seakan menjadi putri di dunia fantasi.

"AHAHAHA" Kami tertawa lepas sejenak, menyadari betapa bodohnya tingkah laku kami

"Bagaimana?" Sora bertanya sembari berpose dengan imut

"c-cocok kok" Aku membuang muka, tak kuasa melihat wajahnya

"Hehe" ia tersenyum

>>>

Sekarang sudah pukul 4 sore, seharusnya papa sudah menjemputku. Setelah satu dua kalimat, dan beberapa kalimat perpisahan. Aku dan Sora berpisah di taman belakang itu, ibunya juga sudah menunggu di dekat pos satpam parkiran belakang. Aku yang biasa dijemput di depan harus berpamitan dengan Sora di sini. Aku melambaikan tangan sambil merangkul tas biru navy-ku, Sora juga melambaikan tangan dan mengucapkan terimakasih sembari melambai-lambaikan mahkota bunga itu diudara. Aku terkekeh melihatnya, ikut melambaikan tangan. Aku berjalan menuju depan pagar sekolah, dan langsung melihat papa yang mengenakan kacamata hitam bersender di pintu mobil. "Papa terlihat keren" aku membatin. Lalu langsung berlari mendekati papa, menyapanya, dan beranjak pulang. Seperti biasa mama pasti sudah membuatkanku makanan yang lezat. Masakan mama memang nomer satu.