Chereads / Senja yang kehilangan langitnya / Chapter 5 - CHAPTER 5: Pesan & Telpon pertama

Chapter 5 - CHAPTER 5: Pesan & Telpon pertama

Akhir dari semester dua semakin terasa, seluruh murid kelas enam SD Muliya Sari sibuk mempersiapkan diri mereka untuk Ujian Nasional yang akan dilaksanakan dua minggu lagi. Saat ini aku sedang duduk di meja belajar dengan buku yang terbuka lebar dihadapanku. Pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) memang terkadang menguras otak. Sejak tadi aku berkutat dengan materi "Peredaran darah manusia." Susah sekali menghafalkan perbedaan serta fungsi pembuluh darah arteri dan vena. Belum lagi masing-masing peredarannya, apakah melewati atrium kanan atau ventrikel kiri, mengangkut oksigen atau karbondioksida. Membacanya saja sudah memutar balik otak, apalagi dihafal. Sejak dulu aku memang kurang ahli dalam hal hafal menghafal.

Kepalaku mulai terasa panas karena sejak tadi terus berpikir. Aku pun memutuskan untuk melemaskan badan sejenak, merenggangkan kaki, melemaskan jari-jari. Lalu menghempaskan badan ke kasur empuk bermotif super hero itu. Ting! Suara dentingan ponsel miliku terdengar. Aku membukanya, dan melihat ada pesan masuk dari Sora. Bukan main, baru dua hari lalu aku memberanikan diri untuk meminta nomernya, tak ku sangka ia mengirim pesan secepat ini. Dengan wajah berseri-seri aku membukanya

Sora: Hai Ren, sudah sampai mana belajarnya? Aku tadi baru selesai belajar MTK, banyak banget rumus yang harus di hafal. Capek :(

Ren: Hallo Sora, aku baru sampai pelajaran IPA. Banyak juga materi yang harus di hafal. Belum berani buka buku MTK. Kepalaku sudah panas, takut keluar apinya nanti

Sora yang terlihat sedang online, dengan cepat membalas pesanku.

Sora: Hahaha, mana bisa kepala terbakar xD

Ren: Haha bisa tuh! Buktinya sekarang saja kepalaku sudah mengepul :) Kamu sedang apa Sora?

Aku meloncat ke topik pembicaraan lain

Sora: Sedang chattingan dengan kamu lah

Ren: Yahh...nggak salah si

Aku sedikit terkekeh. Percakapan kami berlangsung hingga jam 6 sore. Kami membicarakan banyak hal, dari yang serius hingga yang tak masuk akal. LaLu kami pamit memilih untuk tenggelam kepelajaran masing-masing.

>>>

Pukul delapan malam. Aku masih berkutat dengan tumpukan-tumpukan buku. Esok lusa sebelum dilaksanakannya ujian kenaikan kelas, akan diadakan TO (Tryout) sebagai gambaran soal yang akan dikeluarkan saat Ujian Nasionla belangsung. Sejak jam tujuh tadi mama sudah memanggilku untuk makan malam. Namun aku menolaknya, karena tak sedikitpun merasakan lapar. Mungkin karena sudah kenyang dengan rumus-rumus dan artikel yang ada di dalam buku pelajaran ini. Dua jam yang cukup produktif, aku mencatat banyak hal, menghafal banyak rumus, dan menjawab banyak soal. Mungkin tak ada salahnya jika beristirahat. Toh, sekarang hari sabtu bisa disambung besok. Tryout-nya masih lusa. Aku menuruni tangga, berniat mencari makanan untuk makan malam. Mama yang melihatku turun langsung mawarkan cumi goreng tepung dengan saus asam manis, kakung, dan ikan nila bakar. Aku mengganguk. Mama mengeluarkan semuanya dari kulkas, untuk dipanaskan. Aku menunggu mama di meja makan sembari menyeruput segelas susu coklat hangat.

"Gimana belajarnya Ren?" Mama bertanya seraya menungkan cumi kedalam piring

"Lancor kok ma"

"Baguslah, semoga nilaimu memuaskan ya Ren"

"Amin...terimakasih ma" Aku menyeringai lebar kearah mama. Mama pun sebaliknya

Dihidangkanlah semua lauk dan sayur yang tadi sudah dipanaskan. Wanginya begitu menggoda, aku mulai menyendokan satu dua centong nasi putih dari mejikom berwarna biru pastel. Nasi hangat dengan lauk yang hangat pula. Sangat nikmat memang jika di santap bersamaan. Aku makan dengan lahap, mungkin karena perut sejak tadi lapar, namun tak diberikan makan oleh tuannya. Ditambah lagi lelah belajar. Makin lahaplah aku makan di malam hari itu. Mama memandangiku di seberang meja makan dengan bahagia, karena makanannya kandas dihabiskan.

>>>

Setelah selesai makan malam aku kembali ke kamar. Jarum jam sudah menunjukan pukul 9 malam, inginku melanjutkan belajar namun rasa malas mulai terasa. Aku pun memutuskan untuk membuka sosial media. Melihat-lihat beberapa postingan yang ada di sana, bosan membuka sosial media. Aku duduk kembali di meja belajarku, membuka laptop lalu melanjutkan cerita yang iseng ku ketik disana. Ya, itulah hobi ku, membuat cerita, mengarangnya. Entah mau diapakan naskah-naskah ini, tetapi menurutku menulis adalah salah satu caraku untuk melepas penat.

Tak terasa setengah jam sudah aku mengetik. Aku melirik jam dinding yang terletak diatas jendela kamarku, jarum jam menunjukan angka 09.30. Sudah waktunya tidur, aku menutup laptop, naik keatas tempat tidur, dan menarik selimut. Memaksakan mata untuk terpejam, beberapa menit kemudian aku benar-benar terlelap. Namun tak lama, seketika telpon genggamku bergetar.

"Tch, siapa sih yang telpon malem-malem begini" Aku meraih telpon yang ada di meja samping kasur. Melihat nama yang ada di layar. Aku terperanjat saat membacanya

"Sora" Aku pun langsung duduk, masih dilapisi dengan selimut

"Hai Ren!" Sora lebih dulu menyapanya di seberang sana. Seketika kantukku hilang saat mendengar suaranya

"Hai Sora, ada apa? Kamu belum tidur?"

"Belum nih, aku belum ngantuk. Kamu udah tidur?"

"Eh, udah"

"Maaf-maaf aku menggangumu ya?" Sora sedikit merasa bersalah

"Tidak kok tidak apa, kenapa kamu menelpon Sora?"

"Hmm...aku hanya ingin bertanya mengenai SMP yang akan kamu tuju. Apakah kau tidak keberatan?"

Tentu saja tidak, mana mungkin Ren keberatan menghabiskan semalaman berbincang denagn pujaan hatinya

"Tidak kok Sora, tidak sama sekali. Aku senang berbincang denganmu" Aku tersenyum, bangkit dari kasur menuju jendela dan membukanya. Menyenangkan bukan berbincang dengan orang yang spesial di temani indahnya bintang dan semilir angin malam.

"Wah benarkah, baiklah jika kamu tidak keberatan" Ucap Sora di seberang sana, tersenyum simpul

"Sebenarnya ibuku menawarkan untuk pindah sekolah, tapi aku nggak mau Ren. Karena aku masih mau berteman dengamu dan Ryan. Lagian aku juga baru pindah semester ini, masa iya aku pindah lagi SMP nya. Menurut kamu gimana Ren, kira-kira aku mending pindah atau nggak?"

"Waduh itu si terserah kamu Sora. Kalau aku pribadi, jujur lebih senang kalau kau tetap disini bersama kami" Aku sedikit tersipu saat melontarkan kalimat itu. Bintang-bintang di langit memancarkan sinarnya, terang sekali.

"Bersama 'kami' atau bersama 'kamu'" Sora mulai menggoda Ren

"Eh aku, eh kami" Ren salah tingkah

Sora tertawa renyah di seberang sana

"Oh iya Ren, besok kan masih hari Minggu. Gimana kalau kita belajar bersama?"

"Wihh ide bagus tuh, mau sekalian ajak Ryan?"

"Bener ngajak Ryan? nggak mau berdua aja" Sora lagi-lagi menggoda Ren, ia menahan tawa di seberang sana

"Eh iya, Eh tidak" Kasihan sekali nasib pemuda yang baru jatuh cinta ini, belepotan berbincang dengan seorang gadis.

"Jadinya iya atau tidak"

"Eh iya" Ren semakin kikuk

"Iya apa?" Puas sekali Sora menggoda Ren

"Iya berdua aja tak apa" Kali ini Ren benar-benar tersipu, wajahnya merah padam

Sora tertawa lepas di seberang sana mendengar suara Ren yang gelagapan.

"Baiklah, sampai ketemu besok Ren. Di taman pertama kali kita bertemu ya. Selamat tidur"

"Baiklah, selamat tidur Sora"

Tut, telpon terhenti. Aku tersenyum lebar sekali malam itu, terangnya bulan menjadi saksi betapa cerahnya senyumku. Aku kembali menutup jendela dan lompat keatas kasur, menutupi wajah dengan lengan tangan "tadi aku ngomong apa si, malu banget" Aku membantin. Malu sekali mengingat-ngingat percakapan barusan. Aku pun memejamkan mata, berharap hari esok segera tiba. Aku yakin malam ini aku akan bermimpi indah. Bayangkan saja, dua hari yang lalu baru mendapatkan nomernya, hari ini sudah dikirimkam pesan sekaligus telpon. Siapa sih yang tidak senang. Aku memejamkan mata rapat-rapat, tersenyum lalu membatin "Pesan dan telpon pertama dari putri senja."