Mentari telah bersinar cerah, seperti harapan yang selalu membuka langkah. Randy bangun dari tidurnya, dan membersihkan dirinya. Lalu Randy memakai pakaian setelan jeans dan kaos hitam polos di balut jaket kulit berwarna coklat tua, serta tas gendong yang ia sampirkan di sebelah punggungnya.
Tampan sudah penampilan Randy kali ini, ia bersiap untuk pergi ke kampusnya. Hari ini ujian tengah semester, dan Randy harus pergi ke kampus setiap pagi. Untung saja alarm selalu setia membangunkannya di pagi hari, tidak seperti dia yang malah meninggalkanku sendiri (loh kok malah curhat?)
Randy menyalakan mesin mobilnya, dan membiarkannya sedikit lebih lama agar mesin pada mobilnya menjadi panas (sepanas lihat mantan punya pacar baru, eeeeaaa)
Setelah semua di rasa ok, Randy pun berangkat menuju kampusnya. Sesampainya di kampus, Randy sudah di sambut oleh teriakan para mahasiswi yang mengaguminya. Ya, Randy adalah mahasiswa yang paling di kenal dengan ketampanan dan sifat dinginnya. Tidak ada siapapun yang bisa menyentuhnya dengan hangat, kecuali kakaknya -mungkin-
Randy langsung memasuki ruang kelasnya tanpa memperdulikan teriakan alay dari para fansnya, dan ujian pun dimulai. Dengan wajah seriusnya Randy membaca tiap kalimat dengan cermat, ia benar-benar serius dengan ujian kali ini.
Setelah 2 jam berlalu, akhirnya ujian hari ini berlalu dengan baik. Begitupun hari-hari selanjutnya Randy terlihat tenang dan santai, namun keseriusan terlihat jelas saat ia membaca lembaran-lembaran soal yang ada. Randy yang terkenal brandal, nyatanya juga seorang mahasiswa yang berprestasi. Terlihat dari hasil ujian, dan nilai hariannya yang selalu mendapat A+.
"akhirnya ujiannya kelar juga." gumam Randy sambil menghela nafas lelah.
Lalu Randy keluar dari kampus dan pergi dengan mobil kesayangannya entah kemana.
.
.
.
.
.
Luna tiba di atap aparteman, dimana Randy pernah membawanya kesini untuk melepas stress yang di rasakannya. Luna pun memiliki maksud yang sama, ia ingin melepas semua keluh kesahnya di tempat ini. Luna tidak memiliki siapapun untuk menjadi tempatnya berkeluh kesah, terbiasa sendiri kini Luna mencoba untuk bersahabat dengan alam.
"aku bingung harus bagaimana? Tunggakan kontrakan menunggu untuk di bayar, listrik juga sudah jatuh tempo. Ya ampun tuhan, bagaimana aku menyelesaikan semua permasalahan ini?" curahan Luna pada udara yang bergerak, di saksikan oleh langit yang berwarna biru cerah.
Luna menghembuskan nafasnya dan berbaring menatap langit, merenungi keindahan yang telah tuhan ciptakan.
"ngapain lo disini?" tanya seseorang yang membuat Luna terkejut, lalu bangkit dan menatap siapa yang mengganggu waktu merenungnya.
Randy, cowok yang berada di hadapannya itulah yang menegurnya dengan sangat tidak sopan.
"ganggu aja lo" keluh Luna pada sikap Randy.
Randy mendekati Luna dan berbaring di samping Luna, Luna hanya menggerutu tidak jelas namun akhirnya ia pun ikut berbaring.
"kok lo bisa si dateng ke sini sendiri?" tanya Randy heran.
"ya bisalah, gw punya kaki kok. Tinggal jalan aja." jawab Luna sarkas.
"maksud gw bukan itu Jubaedah, lo gak di larang security kah?" tanya Randy lagi memperjelas pertanyaannya.
"gak tuh, mungkin karna reseptionist kemaren lihat gw sama lo kesini. Jadi di izinin deh gw masuk, ya udah langsung ke atap aja." jelas Luna apa adanya.
"lo lagi ada masalah?" tanya Randy sambil memandang langit.
"kok tau?" balas Luna heran.
"asal lo tau aja ya, gw kesini tiap kali ada masalah. Gw rasa lo juga lakuin hal yang sama, jadi ya gw tebak aja." jelas Randy sambil terkekeh kecil.
Luna memanyunkan bibirnya, namun sesaat kemudian ia tersenyum dan memejamkan mata.
"lo bener, gw emang ada masalah. Dan tempat ini membawa ketenangan tersendiri buat gw, entah karna apa gw juga gak tau." jawab Luna jujur.
"emang lo lagi ada masalah apa?" tanya Randy penasaran.
"dih kepo." ejek Luna sambil menunjuk Randy.
"ya udah gak jadi nanya." tukas Randy ketus.
Luna tertawa melihat Randy yang kesal dengan ejekkannya, sungguh ini sangat menghiburnya.
"haha, maaf gw gak maksud gitu kok. Tapi asli lo lucu kalo ngambek gitu, awas tampannya ilang loh." ucap Luna tanpa sadar.
Perkataan Luna sontak saja membuat semburat merah di pipi Randy terlihat, namun ia segera menetralkan jantungnya yang sedang marathon itu karna ulah Luna. Sedangkan Luna sendiri tidak sadar, jika dirinya baru saja mengakui jika Randy itu memang tampan. Dan itu menjadi senjata untuk Randy menyerang balas ejekkan Luna.
"ciee ngaku nih yee kalo gw tampan, hahah" goda Randy pada Luna.
Luna yang baru sadar atas ucapannya itu langsung memalingkan wajahnya, rona di pipi ya terlihat jelas dan itu membuat Randy tertawa semakin kencang.
Tanpa mereka sadari sebuah ikatan telah terbentuk, ikatan yang tidak pernah mereka sadari ada. Waktu menjawab semua pertanyaan hati, akan siapa pemenang rasa. Dan ya, mulai dari sinilah kisah mereka akan kedekatannya. Kisah antara Randy dan Luna yang tidak pernah terpikirkan akan bersama, tiba-tiba timbul rasa yang berbeda.
.
.
.
.
.
Randy dan Luna masih terdiam, masing-masing dari mereka larut dalam pemikiran mereka sendiri.
"gw bingung, tunggakan kontrakan udah 3 bulan. Listrik jatuh tempo, dan masalahgw gaji gw gak sebesar itu buat bayar semuanya. Sedangkan pemilik kontrakan gw minta buat dibayar semuanya, gimana gak pusing coba kepala gw." curhat Luna pada Randy.
Randy yang mendengar curahan Luna merasa tidak tega dengan keadaannya, apalagi Luna hidup seorang diri tanpa orang tua.
"hm, gw ada saran sih. Tapi gw gak yakin lo mau sama saran yang gw kasih." balas Randy ragu.
Luna menatap Randy bertanya-tanya, jujur saja ia ingin mendapat solusi dari masalahnya ini. Jika membaginya dengan Randy dapat menyelesaikannya, maka Luna akan melakukannya. Seperti saat ini, ia mengatakannya pada Randy dan lihatlah. Randy langsung menemukan solusinya.
"apa?" tanya Luna serius.
"pake aparteman gw aja kalo mau, kan gw juga cuma sendiri. Ada dua kamar kosong kok, jadi gak usah khawatir gw bakal salah masuk kamar. Dan ya, lo gak perlu bayar. Tapi cukup beres-beres, sama masak aja sebagai gantinya gimana?" jelas Randy.
Luna berpikir keras dengan tawaran Randy, ia butuh dan ada kesempatan. Tapi seatap dengan cowok asing kan gak nyaman juga, apalagi ini Randy.
"terserah lo si, gw gak maksa. Dari pada lo di tagih terus, dan nyatanya gak ada duit buat bayar. Ya gw si nawarin aja, kali aja minat jadi pembantu sementara gw." sambung Randy dengan kekehannya.
"yeuh, emang gw pembantu apa." tolak Luna pada panggilan pembantu yang Randy katakan.
"hahah, ya udah iya bercanda doank si. Gimana?" tanya Randy serius.
Luna memikirkannya lagi, ia memang butuh. Di tambah lagi, gajiannya masih jauh. Pemilik kontrakan pasti ngomel kalo tau gajiannya masih 3 minggu lagi, Luna merasa tidak ada pilihan lain.
"ya udah deh, gw terima saran lo. Tapi inget yah! Jangan macem-macem!" tekan Luna pada Randy.
"iya yaelah nih orang, gak percaya banget sama babang" balas Randy dengan santai.
Luna hanya menghela nafas berat, seakan setengah bebannya telah terangkat.
"tapi bener nih gw gak usah bayar?" tanya Luna memastikan.
"iya sayang iya, berapa kali si harus ku bilang iya" balas Randy ala-ala drama sinetron.
"dih najay, geli gw dengernya." tukas Luna dengan tatapan jijiknya.
"au ah salah mulu gw mah heran" keluh Randy kesal.
Luna tersenyum puas, sudah berapa kali ia mengerjai Randy hari ini. Dan ternyata itu menjadi hiburan tersendiri untuknya, yang pasti Luna menikmatinya. Waktu bersama Randy.