Chapter 10 - 10

"Lun, gw mau apapun yang terjadi nanti. Lo harus lakuin sesuai dengan hati lo, gak boleh karna paksaan atau yang lainnya. Lo bisa kan janjiin hal itu ke gw?" pinta Randy dengan tulus dan serius.

Luna terdiam, Randy terlihat aneh malam ini. Namun ia tidak bisa menanyakannya, dan hanya bisa memendamnya.

"ya, gw janji. Emang bakal ada apaan?" tanya Luna mencoba mencari tau.

"gak ada apa-apa, sorry ya gw bikin lo khawatir." jawab Randy dengan senyum tipisnya, sambil mengacak rambut Luna.

"jelas aja, lo tiba-tiba teriak-teriak. Terus banting-banting barang kayak orang gila, apalagi sampe lukain diri sendiri kayak gini. Lo beneran gak ada apa-apa nih? Gw gak yakin lo baik-baik aja." tukas Luna dengan wajah kesalnya, lalu berganti menjadi khawatir.

"ya udah iya, kan udah minta maaf. Serius deh, gw gak apa-apa." balas Randy merasa bersalah.

"gw minta lain kali jangan gini lagi, menyakiti diri sendiri bukan pilihan terbaik. Kalo lo bersikap kayak gini, yang ada lo malah bikin khawatir orang-orang yang sayang sama lo." jelas Luna memberi nasihat.

"berarti lo sayang sama gw donk? Kan tadi lo khawatir banget tuh." goda Randy pada Luna.

Luna yang mendengar godaan Randy hanya tersenyum tipis, namun nyatanya hatinya kian berbunga-bunga. Rona merah di pipinya menambah jawaban jelas untuk Randy, dan hal itu membuat Randy tersenyun senang.

"gak usah mengalihkan pembicaraan deh, ngadi-ngadi aja" elak Luna lalu memukul pelan lengan Randy.

"aduh, kok di pukul sih kan sakit." rintih Randy sesaat setelah Luna memukul lengannya.

"eh eh sorry gw lupa, duh maaf ya." sesal Luna dengan wajah bersalah.

"tapi boong" jawab Randy sambil tertawa.

"ih Randy! Lo jahat banget si, gw udah khawatir juga. Au ah sebel!" keluh Luna pada Randy yang menjahilinya.

"dih ngambek, awas nanti cantiknya ilang lohh" ejek Randy lagi, dengan tawanya.

Luna menjauhi Randy dan pergi ke dapur, ia merasa kesal karna Randy menjahilinya. Padahal ia sudah khawatir dengan keadaannya, tapi ternyata Randy hanya pura-pura saja.

"bener-bener deh tuh orang satu, bikin gw naik darah terus. Kalo bukan karna dia tuan rumah disini, udah gw usir dari tadi. " dumel Luna setelah meminum air putih dingin yang baru saja di ambilnya dari kulkas.

Sedangkan Randy sendiri masih senyum-senyum sendiri saat mengingat betapa Luna mengkhawatirkannya, walaupun ia merasa bersalah pada Luna karena kejahilannya. Tapi setidaknya ia puas dengan respon Luna itu, sangat puas.

.

.

.

.

.

Waktu sudah sore, namun Luna masih saja mengabaikan Randy. Bahkan sejak tadi perut Randy selalu mengeluarkan suara-suara aneh, dan itu membuat Luna geli sendiri.

"ayolah Luna, sampe kapan lo mau diemin gw kayak gitu. Lo gak denger apa? Cacing-cacing di perut gw udah pada demo minta diisi." keluh Randy karena kelaparan.

"bodo amat" balas Luna cuek, sambil melanjutkan aksi nontonnya.

"ahh Luna, gw minta maaf deh. Ya ya, maafin gw ya. Gw bisa tepar nih gara-gara kelaperan, lo tega apa liat gw kayak gitu?" keluh Randy lagi di buat sesedih mungkin.

Luna melirik Randy sesaat, sungguh ia ingin sekali menertawakan tingkah bodoh Randy yang satu ini. Namun ia masih menahannya untuk memberi pelajaran pada Randy, karna sudah bercanda di saat yang tidak tepat.

"lo serius mau minta maaf?" tanya Luna memastikan.

"iya iya, gw serius." balas Randy cepat.

"traktir gw makan di luar" usul Luna, yang langsung di setujui oleh Randy.

"oke, kita makan sekarang. Mau dimana? Restoran outdoor, kafe? Atau restoran indoor?" ajak Randy langsung.

"ketoprak pinggir jalan" jawab Luna dengan senyumnya.

Randy yang mendengar itu langsung menunjukkan wajah cengonya, bagaimana bisa Luna menolak makanan berkelas hanya demi ketoprak pinggir jalan?

Astaga, mau di taro dimana muka Randy jika ada teman kampus yang melihat seorang Randy yang merupakan pangeran kampus, makan ketoprak di pinggir jalan.

"ahaha-haha, jangan bercanda deh Lun. Kita ke kafe aja ya, yukk!" bujuk Randy pada Luna.

"gak! Gw maunya ketoprak langganan gw, yang di pinggir jalan." tukas Luna yakin.

Randy merasa ragu untuk menuruti permintaan Luna, tapi disisi lain ia tidak bisa menolaknya. Atau Luna akan semakin marah padanya.

"astaga, kenapa sesulit ini?" gumam Randy frustasi.

"ya udah gw jalan sendiri aja, kalo lo gak mau mah." tukas Luna cuek.

"eh eh tunggu, oke gw ikut." pasrah Randy akhirnya.

Mimpi apa Randy semalam? Seorang Randy makan di pinggir jalan? Hahaha, kalau teman kampusnya tau, pasti ia akan jadi bulan-bulanan anak sekampusnya. Tapi, demi Luna ia rela melakukannya.

Terkadang, Cinta memang tak pandang bulu yah. Ia bisa menaklukkan apapun yang mustahil bagi rasa biasa. Sekarang hanya tinggal takdir yang berkata, apakah mereka akan bersatu? Atau malah hanya sebuah harapan yang palsu?

.

.

.

.

.

Dan disinilah Randy sekarang, di pinggir jalan Raya. Dengan wajah di tekuk, ia menunggu datangnya ketoprak yang sedang di buatin sama penjualnya.

Sebenarnya Luna ingin sekali tawa terjungkal-jungkal melihat wajah Randy saat ini, benar-benar wajah orang yang tertampar oleh egonya sendiri.

"lo kenapa?" tanya Luna pura-pura cuek.

"lo serius Lun mau makan di sini? Kita pindah aja yukk" tanya Randy balik, sambil celinguk sana sini.

"gak ah, gw maunya disini. Lagian bentar lagi juga jadi, tungguin aja si" tolak Luna.

Lagi-lagi Randy menghela nafas pasrah, ia benar-benar tidak bisa menolak lagi. Sampai akhirnya ketopraknya datang, dan Luna langsung menyantapnya.

Randy memperhatikan ketoprak itu dari ujung ke ujung, memeriksa apakah itu makanan higenis atau tidak. Pasalnya ini di pinggir jalan, dan itu membuat Randy ragu untuk memakannya.

"Lun, lo yakin ini bersih?" tanya Randy ragu.

"udah makan aja, kebanyakan ngomong dah lo" tukas Luna ketus.

"gak deh, gak selera gw." balas Randy menaruh kembali ketopraknya ke bangku.

Luna yang melihat hal itu memutar bola matanya malas, ia tau Randy tidak pernah memakan makanan pinggir jalan seperti ini. Jadi mungkin Randy berpikir jika makanan ini bermasalah, dan tidak cocok untuk dirinya.

Akhirnya Luna berhenti makan, dan mengambil piring ketoprak milik Randy. Lalu meminta Randy untuk membuka mulutnya, walau dengan sedikit paksaan akhirnya Randy mau menurut pada Luna.

"ayo gw suapin, buka mulut lo!" titah Luna.

"gak, lo aja yang makan." tolak Randy.

"makan gak?! Atau gak akan gw maafin?" ancam Luna pada Randy.

Mau tidak mau Randy membuka mulutnya, dan Luna pun menyuapkan sepotong lontong yang di lumuri oleh bumbu khas ketoprak.

Randy mengunyah lontong itu perlahan, ia merasakan dengan teliti makanan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.

"enak juga, sini gw makan sendiri aja." ucap Randy setelah memakan satu suap ketoprak, lalu ia mengambil piring ketopraknya yang ada di tangan Luna dan menyantapnya sampai habis.

"yeuh dasar, tadi katanya gak mau. Tapi itu malah di habisin, makanya kalo jadi orang gak usah sok jaim." tukas Luna menyindir Randy.

Randy tidak lagi memperdulikan ocehan Luna, ia fokus menyantap ketoprak yang menurutnya enak itu. Bahkan Randy sampai menambah porsi makannya, dan hal itu membuat Luna terkekeh.