Smith sebenarnya ingin mengatakan apa yang terjadi, tapi ia tau Bosnya akan marah besar jika ia melakukan itu, jadi Smith hanya bisa mengantar kepergian Nyonyanya dengan rasa bersalah. Namun sudah kewajibannya untuk patuh pada orang yang ia layani.
"Malang sekali nasib Dea ya, Dia harus keluar dari rumah sakit ini dengan cara seperti itu." Anna mendengar salah seorang perawat yang berbicara dengan temannya saat masuk ke dalam lift.
"Nasibnya masih lebih baik dari pada Dokter magang minggu lalu," timpal temannya.
"Ah, iya Kamu benar. Itulah resikonya jika berani melawan peraturan dan Dia dengan tidak tau malunya mengemis maaf pada Dokter Sebastian."
"Sayangnya Kita tidak menyaksikannya secara langsung ya." Mereka dengan antusias saling bergosip sambil bertukar informasi.
"Selain malu, entah bagaimana nasib Dokter itu."
"Aku dengar Dokter Daren mengeluarkannya dari daftar Dokter magang, entah apa Dia bisa magang di rumah sakit lain."
"Memangnya apa yang terjadi?" tanya seorang yang sedari tadi diam menyimak pembicaraan keduanya.
"Kamu belum tau? Kemana saja dirimu sampai bisa ketinggalan info," ucap wanita yang memulai gosip dari awal.
"Aku izin," jawabnya tidak sabar.
"Yang Aku dengar dari perawat yang bertugas saat itu. Dokter magang tersebut menghina salah seorang pasien di bangsal bawah, dan kebetulan saat itu dokter Sebastian dan rombongan sedang melakukan inspeksi dadakan," jelasnya sambil berbisik agar Anna tidak mendengar.
Namun kalimat itu masih dapat di dengar Anna meski ketiga perawat itu saling berbisik. Tapi Anna tidak mengerti secara keseluruhan dari cerita tersebut.
"Poor buat Dokter itu, Dia tidak tau apa Dokter Sebastian tidak mentolelir mereka yang berani mengkotak-kotakkan pasien secara status sosial."
Anna jadi teringat dengan ucapan Daren beberapa waktu lalu, bahwa apa yang di lakukannya terhadap receptionist tersebut bukan karena tindakannya pada Anna melainkan karena etikanya.
Anna tidak menyangka jika pria arogant itu bisa membuat kebijakan seperti ini, ia menghargai hidup dan nyawa orang lain, tapi kenapa pria itu malah melakukan hal sebaliknya pada hidupnya.
"Nyonya," panggil Rei yang melihat nyonyanya yang keluar dari lift. Padahal ia baru saja ingin menyusul.
Mendengar panggilan Rei kepada Anna, ketiga perawat yang juga keluar dari lift tersebut, terkejut bukan main. Mereka saling pandang dengan wajah takut.
Sebab mereka tau jika Rei lah yang menyeret receptionist bernama Dea itu, tapi mereka tidak tau siapa wanita yang telah di singgung oleh Dea, sehingga dokter Daren bisa bertindak di luar hal yang tidak terduga.
Meski yang di lakukan Dea adalah kesalahannya sendiri, tapi mereka tidak pernah melihat dokter Daren bisa mempermalukan orang lain, apalagi itu seorang wanita.
"Kalian memikirkan apa yang Aku pikirkan?" tanya wanita yang memimpin gosip itu.
"Ya. Dan semoga kita tidak bernasib sama dengan Dea, dan semoga wanita yang di panggil Nyonya itu tidak mendengar apa yang Kita bicarakan tadi," timpal temannya dengan nada cemas.
"Amiin. Semoga saja." Dengan harapan besar ketiganya pergi dari sana setelah memastikan jika Anna telah pergi menjauh bersama wanita muda yang memiliki kekuatan seperti pria.
***
"Antarkan Saya ketoko bahan kue." Anna masuk kedalam mobil, tanpa menunggu Rei membukakan untuknya.
"Baik Nyonya," jawab Rei yang langsung menyalakan mobil dan melaju pergi meninggalkan rumah sakit.
Anna membeli beberapa bahan kue yang ia butuhkan, ia ingin membuatkan pie susu untuk putranya. Ia ingin Brayn merasa sedikit lebih baik, hanya ini yang bisa ia lakukan untuk putranya.
Saat akan membayar semua tagihan, Anna di kejutkan dengan semua kartu ATM nya yang tidak dapat di gunakan. Bahkan kartu almarhum suaminya pun tidak bisa di gunakan juga.
"Masukkan saja ke tagihan Saya," ucap seorang wanita yang berada di belakang Anna.
"Jangan," jawab Anna cepat.
"Kamu akan membuat orang yang ada di belakang Kita menunggu lama," bisik wanita itu. Lalu ia menyerahkan kartunya kepada kasir.
"Terima kasih," ucap Anna yang tidak punya pilihan lain.
"Sama-sama," jawab wanita itu ramah.
"Mau minum kpi?" tawar wanita itu setelah selesai melakukan pembayaran. Ia dan Anna pergi dengan barang bawaan masing-masing.
"Berikan nomor rekening Anda, Saya akan membayar tagihannya." Anna mengeluarkan ponselnya dan membuka menu note.
"Anggap saja ini permintaan maaf dariku," ucap wanita itu. Ia memanggil pelayan cafe saat sudah duduk di kursi. Cafe ini masih di sebelah toko bahan kue terebut.
"Kamu pasti lupa padaku," ucapnya, "aku Kiara, kita bertemu di toko buku beberapa waktu yang lalu," lanjutnya lagi dengan senyuman ramahnya.
Anna ingat sekarang siapa anita ini, mereka pernah bertemu secara tidak sengaja dan sekarang itu terulang lagi. Wajar Anna tidak mengingatnya karena memang Anna tidak menganggap penting pertemuan itu.
"Sepertinya tempat yang senang Kita datangi itu sama ya." Wanita bernama Kiara itu menyadarkan Anna dari lamunannya.
"Hanya kebetulan," jawab Anna seadanya. Kiara menyadari jika Anna tidak nyaman dengan pertemuan dan pembicaraan santai ini, tapi entah kenapa ia ingin mengenal Anna lebih jauh.
"Panggil saja Aku Kia, dan mungkin Kita bisa berteman?" tanya Kiara penuh harap. Anna hanya mengangguk kecil tanpa menerima atau menolak.
"Diammu Aku anggap Kamu menerimaku jadi temanmu." Dengan semangat Kia menyimpulkan sikap Anna.
"Terima kasih," ucap Kia ramah saat pelayan telah mengantarkan pesanan mereka.
"Putramu tidak ikut?" tanyanya pada Anna.
"Dia sekolah," jawab Anna. Ia meminum kopi lattenya.
"Dan gadis yang bersama denganmu waktu itu?" tanyanya lagi.
"Dia menunggu di mobil." Anna melarang Rei untuk ikut bersamanya. Karena ia hanya membeli beberapa bahan yang tidak perlu bantuan Rei.
"Kamu tau tidak, putramu sangat mirip dengan seseorang yang Aku kenal. Sangat mirip." Dengan antusias Kia mengutarakan isi pikirannya pada Anna.
"Aku tidak tau," jawab Anna seadanya. Ia tidak ingin tau apapun tentang urusan orang lain.
Kia menilai jika wanita cantik di depannya ini menolak interaksi yang coba ia cairkan, tapi ia tidak akan menyerah untuk membuat Anna menjadi temannya. Lagi pula sejak ia kembali ke kota Z, ia tidak memiliki seorangpun teman. Bertemu Anna adalah keberuntungan baginya.
Anna juga menilai jika wanita yang bernama Kia ini memiliki pribadi yang ramah dan ceria. Tidak seperti dirinya yang sejak dulu memang sulit berbaur dengan orang baru, di tambah sekarang ia yang menutup diri dari siapapun akan sangat sulit buat orang lain bisa menyentuh hatinya.
Pertemuan singkat ini di penuhi pembicaraan yang lebih banyak di dominasi oleh Kia, Anna hanya menjawab ya atau tidak terhadap apa yang Kia ucapkan.
"Aku harap Kamu akan mampir ketoko kue ku ya," ucap Kia saat mereka sudah akan berpisah. Tampak Rei yang mengendarai mobil dan berhenti di depan Anna yang sudah ada di depan cafe.