Chereads / Annaya & Takdirnya / Chapter 13 - Siapa Sebenarnya Pria Itu

Chapter 13 - Siapa Sebenarnya Pria Itu

Tidak terasa dua minggu pun telah berlalu. Setelah Anna kembali kerumah orang tuanya, dua hari kemudian acara lamaran pun berlangsung sekaligus menentukan tanggal pernikahan.

Sudah dari tiga hari yang lalu rumah kediaman orang tua Anna tampak sibuk dengan segala persiapan pernikahan, mereka tidak menyelenggarakan pesta mewah mengingat mereka masih berkabung dalam duka, dan ini bukanlah pernikahan yang penuh suka cita seperti pernikahan pada umumnya. Tapi walaupun begitu tetap harus mempersiapkan dengan sebaik mungkin.

Anna tidak melibatkan diri sama sekali dalam setiap hal yang perlu di persiapkan, baginya apapun yang di persiapkan akan ia terima tanpa penolakan.

Bahkan ketika Ayahnya melarang untuk nyekar seminggu menjelang pernikahan pun Anna tidak memberontak, sudah keputusannya untuk mengikuti arus yang ada. Semua orang tampak prihatin terhadap perubahan Anna tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan.

Saat ini Anna menikmati udara pagi dari kamarnya yang ada dilantai dua, ia memandangi langit yang cerah dengan ribuan fikiran yang melayang jauh. Anna enggan melihat kearah taman dimana orang sibuk mendekorasi taman yang akan di jadikan tempat upacara pernikahan besok.

****

Sementara ditempat yang lain terlihat mobil mewah berhenti di depan pintu lobi hotel bintang lima yang bertuliskan 'ZCG HOTELS' diikuti beberapa mobil yang tak kalah mewah di belakangnya.

Setelah supir turun ia segera membukakan pintu untuk orang yang berada di dalam mobil tersebut. Dengan gerakan yang penuh wibawa seorang pria yang berumur sekitar 80-an turun diikuti sepasang pria dan wanita paruh baya yang tetap terlihat tampan dan cantik meski sudah diusia senja.

Tampak direktur hotel dan beberapa staff yang berdiri dengan memberi hormat di depan hotel untuk menyambut kedatangan mereka. Fania yang bekerja dihotel itu sebagai managerpun ikut menyambut tamu penting itu, ia terpesona dengan ketampanan pria tua dan sepasang suami istri yang mungkin seumuran dengan orang tuanya.

"Selamat datang tuan dan nyonya," sapa direktur hotel membungkuk hormat diikuti staff lainnya.

Direktur hotel itu mempersilahkan tamu tersebut untuk masuk dan mengantar mereka hingga didepan lift, terlihat beberapa bodyguard dengan postur tubuh yang besar dibalut jas mahal dan earphone ditelinga mereka dengan siap siaga mengawal tiga orang tamu tersebut.

"Sama-sama," jawab mereka dengan senyum ramah dan melangkahkan kaki kearah lift khusus direktur. Semua pengunjung dan juga staff yang ada dilobi hotels mencoba menduga-duga seberapa kayanya mereka hingga bisa mendapat jalur khusus milik direktur hotel mewah ini.

"Dimana anak nakal itu Smith?" tanya pria tua dengan suara bass miliknya sambil berjalan kearah lift.

Ia masih terlihat penuh wibawa meski hanya mengenakan setelan kaos dan celana santai, ia berjalan dengan gagah meski harus dibantu oleh tongkat yag terbuat dari kayu mahoni berwarna maroon yang indah.

Fania yang mengikuti dari belakang sedikit mendongakkan kepala begitu mendengar suara tersebut dan melihat kearah orang yang diberi pertanyaan, seketika Fania terkejut dengan sedikit melebarkan matanya begitu melihat wajah pria yang dipanggil Smith oleh pria tua itu.

'Bukankah pria ini yang kemarin datang dengan calonnya Anna.' Batinnya.

"Bos ada dikamarnya tuan besar," wawab Smith dengan penuh hormat karena ia paham siapa yang di maksud 'anak nakal' oleh tuan besarnya ini. Pria tua itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Smith menyadari sedari tadi Fania melihatnya dengan wajah terkejut.

"Selamat beristirahat tuan-tuan dan nyonya," ucap direktur tersebut setelah sampai mengantar mereka di depan pintu lift dengan menunduk hormat sementara Fania menatap Smith dengan wajah yang tidak percaya. Smith yang sudah berada didalam lift hanya membungkuk hormat kearahnya lalu menekan tombol lift menuju lantai 30.

"Pak, saya mau tanya mereka siapa?" tanya Fania buru-buru kepada atasannya begitu tersadar dari keterkejutannya, dan melihat pintu lift itu sudah tertutup.

"Tamu penting, dan pastikan kebutuhan mereka terjamin Fania," ucap direktur itu ambigu tanpa menjelaskan sepenting apa mereka. Setelah mengatakan itu ia kembali keruangannya.

"Kenapa aku tidak tau jika mereka menginap disini," gumam Fania sambil berlalu dari sana dengan perasaan yang masih bingung.

***

'Ting'

Terdengar bunyi lift dan setelah pintu lift terbuka mereka langsung keluar untuk menuju kamar yang telah disiapkan secara khusus.

"Apa sebaiknya kita bertemu dengan Ibas dulu?" tanya wanita paruh baya yang bernama Louisa itu pada suaminya. Ia ingin melihat anak yang begitu ia rindukan karena mereka jarang bertemu selama ini.

"Istirahatlah dulu, kita akan bertemu dia saat makan malam nanti," jawab pria paruh baya yang bernama Musa itu pada istrinya dan diangguki louisa disertai senyum cantiknya.

"Jika membutuhkan sesuatu anda bisa menghubungi saya tuan," ucap Smith kepada kedua orangtua bosnya ini begitu ia sampai mengantar mereka didepan pintu kamar.

"Hmm," jawab Musa lalu masuk kekamar.

"Smith antarkan aku kekamar Sebastian," ucap pria tua itu yang tak lain adalah tuan besar Az-Zachary. Setelah salah seorang bodyguard mengantarnya kekamar ia kembali keluar karena ingin bertemu dengan cucu kesayangannya itu.

"Tap--" Smith tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena mendapat tatapan tajam dari tuan besar. Smith tidak punya pilihan lain selain mengantarnya untuk bertemu bos yang sebenarnya tidak ingin diganggu oleh siapapun saat ini.

*****

Setelah selesai makan malam bersama keluarga besar dikediaman tuan Wijaya, keempat saudara itu pergi menuju suatu tempat untuk membahas sesuatu. Mereka berempat saat ini duduk ditaman yang telah di sulap begitu indah untuk acara pernikahan yang akan berlangsung besok.

Fania mengatakan jika ada hal penting yang ingin ia sampaikan pada mereka, tentang apa yang mengganggu fikirannya sedari siang tadi, apa yang ia lihat dihotel tempatnya bekerja, dan mengalirlah cerita itu.

Hanya Alya yang menunjukkan beberapa reaksi sebagai respon dari apa yang diutarakan Fania. Sedangkan Ammar dan Fitra menjadi pendengar yang baik tanpa merespon, tetapi tampak mereka sedang berfikir dan mencerna seluruh cerita yang telah Fania sampaikan.

"Sudah aku duga jika pria yang bernama Sebastian itu bukan pria sembarangan, terlihat dari pembawaanya yang dingin dan misterius." Hipotesis Alya berkerja dengan mengangguk-anggukan kepalanya membenarkan dugaannya selama ini.

"Ya bagus, itu artinya dia bisa menjaga adik kita dengan baik," jawab Fitra tenang.

"Ya tapi kan apa Anna sanggup jika harus hidup dengan orang sedingin itu, lagipula kita tidak tau pasti latar belakang pria itu." Sanggah Alya sambil menatap ketiga saudaranya.

"Waktu akan menjawabnya, yang terpenting pria itu pasti berasal dari keluarga baik-baik, dan seperti yang kita tau kalau dia seorang dokter ahli dirumah sakit pusat ZCG, kita semua tau kalau rumah sakit itu salah satu rumah sakit terbaik didunia dan tidak sembarang dokter yang bisa bekerja disana, setau kakak bukan hanya skill dan pendidikan yang di utamakan saat perekrutan dokter dirumah sakit itu tapi juga latar belakang yang terjamin masuk kedalam syarat penting. Itu berlaku untuk semua staff rumah sakit dan segala perusahaan yang ada dibawah naungan ZCG," jelas Ammar yang diangguki oleh Fitra dan Fania, "dan yang terpenting pria itu pilihan almarhum Fateh adik kita" lanjutnya lagi.

Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk membuat mereka ragu. Sejujurnya ia pun tidak memiliki keraguan pada diri pria itu meski baru sekali bertemu.

"Benar apa yang kak Ammar katakan, Fania aja waktu itu sangat sulit untuk lolos saat mendaftar jadi staff hotel ditempat Fania bekerja, mereka benar-benar selektif dalam menerima pegawai, tapi semua terbayar dari segi kwalitas dan kwantitasnya sih," ucap Fania membenarkan ucapan Ammar.

Ia ingat bahwa seluruh hal yang menyangkut 'ZCG' harus yang terbaik dari yang terbaik, jadi tidak heran jika perusahaan itu menggurita dan sukses besar di berbagai negara.

"Jadi maksud kak Ammar dan Fania, bibit, bebet, bobot pria itu terjamin begitu?" tanya Alya pada keduanya, yang langsung diangguki oleh mereka.

"Lagi pula kalau dia tidak memiliki latar belakang yang jelas mana mungkin almarhum mempercayakan Anna padanya Al," ujar Fitra pada Alya dan membuat Alya membenarkan itu dalam hati.

'Fateh selalu memberikan yang terbaik untuk Anna.' Batin Alya.

"Kenapa kalian tidak mencoba mencari tau latar belakangnya? Jadi kita tau siapa dia sebenarnya," tanya Alya lagi yang masih belum puas.

"Dia akan menjadi bagian dari keluarga kita, apa sopan kalau kita mencari tau secara diam-diam?" tanya Ammar dengan pernyataan, dan itu membuat bibir Alya manyun karena merasa apa yang di katakan kakaknya itu benar.

Alya yang seperti ini terlihat imut, "kalau kamu masih penasaran besok kan kita bertemu dengan keluarganya, setelah itu kakak yakin kamu tidak akan ragu lagi Al," lanjutnya lagi sambil mengacak pelan rambut Alya yang membuat Alya semakin kesal karena di perlakukan seperti anak kecil.

Melihat kekesalan Alya membuat mereka bertiga tertawa ringan, lalu mereka mengganti topik pembahasan untuk menyegarkan pikiran.

*****

Tok ... Tok... Tok....

"Sayang, apa ibu dan bapak boleh masuk?" tanya suara lembut dari luar sambil mengetuk pintu kamar Anna. Itu adalah suara milik Lusi yang datang bersama suaminya untuk melihat kondisi Anna.

'Ceklek'

Terdengar suara pintu terbuka meski penghuninya tidak menjawab panggilan itu. Setelah membuka pintu Anna memberi ruang agar kedua orangtuanya masuk kedalam.

Setelah masuk kekamar Anna, mereka dapat merasakan kamar ini begitu dingin seperti tidak berpenghuni, bahkan Anna tidak mengeluarkan pakaiannya yang ada didalam koper, dari ia tiba dua minggu yang lalu. Dan hati mereka terasa sakit melihat itu.

Anna seperti menegaskan bahwa rumah ini, bukan lagi tempat ia pulang.