"Anna sayang, kemari dan duduklah disini," ucap Lusi pada Anna begitu ia dan suaminya duduk di sofa yang ada dikamar Anna.
Ia menepuk sofa yang ada di sebelah kanannya. Anna yang tadinya ingin duduk ditepi ranjang mengurungkan niatnya dan mengikuti intruksi ibunya, dengan posisi duduk begini ia tepat berada di tengah antara ibu dan bapaknya.
Dengan gerakan lembut Wijaya menyandarkan kepala kecil putrinya di bahu kanannya dan mengelus sayang rambut Anna.
Anna memejamkan mata untuk merasakan elusan sayang dari sang ayah, ia juga merasakan ibunya mengelus lembut punggung tangannya, sentuhan itu membuatnya nyaman.
"Anna cinta kami tidak pernah berubah untukmu, sedari kecil kamulah prioritas kami nak, kedua kakakmu pun begitu menyayangimu, kamu tau dalam hidup bukan hanya tentang suka dan bahagia saja, hidup bukan hanya tentang menerima saja, tapi juga ada duka, memberi, dan kehilangan nak." Suara khas laki-laki milik Wijaya memecahkan keheningan kamar Anna.
Dengan lembut ia mengangkat wajah Anna agar bisa melihatnya. Wijaya melihat amber indah milik Anna yang biasanya selalu bercahaya itu kini menatapnya redup dengan kantung mata yang terlihat jelas.
Wajah yang biasa terukir senyum cantik kini sembab dan bengkak, bibir mungil yang biasanya selalu bercerita mengeluarkan suara yang riang kini terlihat kering dan dingin, serta tubuh ramping dan mungil itupun kini terlihat semakin kurus. Hatinya menangis melihat kondisi putrinya yang seperti ini.
"Tuhan ingin kamu belajar untuk bisa menghadapi segala rasa yang ia beri untukmu, tuhan memilihmu untuk ujian yang berat karena tuhan sayang padamu, tuhan ingin kamu menjadi dewasa. Tuhan telah memberimu begitu banyak cinta dan kamu menerimanya dengan suka cita, sekarang tuhan memberimu duka dan ujian secara bersamaan, maka terimalah dengan hati terbuka agar tuhan tidak marah sayang," ujarnya lembut menatap lekat mata Anna dan mengelus sayang pipi putih Anna.
Anna hanya diam sambil menatap lekat mata ayahnya, terdapat guratan lelah diwajah ayahnya yang sudah memiliki keriput dibeberapa bagian namun masih tetap menjadi pria paling tampan baginya. Anna juga melihat mata ayahnya yang sembab tanda bahwa ayahnya sering menangis dan pasti itu karenanya.
"Anna," panggil Lusi lembut. Anna menoleh begitu mendengar suara Lusi memanggilnya dengan begitu lembut, wanita yang paling ia cintai didunia ini, wanita yang paling cantik baginya, wanita yang memiliki hati paling tulus baginya.
Terlihat wajah ibunya juga tidak ada beda jauh kacaunya dari wajah sang ayah, Anna merasa begitu berdosa telah membuat kedua orangtuanya begitu sedih akan dirinya tapi hati Anna juga dalam keadaan terluka begitu parah, untuk saat ini Anna bahkan tidak mengenali dirinya sendiri.
"Dengarkan ibu baik-baik, rumah ini adalah tempatmu pulang, jika suatu hari kamu sudah merasa tidak sanggup menjalani semuanya kamu kembalilah kerumah ini nak, dan jika saat itu terjadi ibu pastikan tidak ada yang akan menghalangimu, itu janji ibu untukmu," ucap Lusi dengan suara bergetar menahan tangis.
Hatinya seperti teriris pisau melihat kondisi putrinya. Melihat itu Wijaya langsung memeluk keduanya, ia menyalurkan rasa cinta dan sayangnya sebagai kekuatan untuk menghadapi segala apa yang ada di depan mereka.
Anna tidak menjawab sepatah katapun atas apa yang telah di ucapkan kedua orangtuanya, tapi jauh dilubuk hatinya ia menyimpan semua itu dengan baik.
"Sekarang tidurlah, besok kita semua akan mengawali hari yang panjang." Wijaya mengurai pelukannya dan dengan lembut mencium kening Anna serta menuntun Anna keranjang, dengan gerakan hati-hati ia membaringkan tubuh mungil putrinya serta Lusi yang membenarkan selimut Anna dengan baik.
Ia mematikan lampu dan hanya menyisakan lampu tidur yang remang, setelah memastikan posisi tidur Anna telah nyaman mereka pun beranjak untuk keluar.
"Pak, buk," panggil Anna pelan.
Akhirnya suara yang mereka rindukan saat ini dapat mereka dengar setelah beberapa hari terakhir Anna memilih diam seperti orang bisu, dengan perasaan bahagia secara bersamaan mereka berdua langsung menoleh kearah Anna.
"Iya, apa kamu butuh sesuatu sayang?" tanya Lusi yang kembali menghampiri Anna begitupun dengan Wijaya.
Anna menggeleng pelan, "tidak bu. Anna ingin bilang kalau Anna akan baik-baik saja setelah ini jadi jangan khawatirkan Anna dan jagalah kesehatan kalian," ucapnya sambil melihat kedua orang tuanya secara bergantian meski masih dengan tatapan datarnya.
Baik Wijaya ataupun Lusi kembali memeluk sang anak, mereka merasa terharu karena Anna yang akhirnya mau mengeluarkan suaranya untuk mereka. Bagaimanapun Anna tidak bisa mengabaikan kedua orang tuanya.
"Baiklah, sekarang tidur jangan memikirkan apapun, mengerti?" ucap Wijaya lembut. Anna mengangguk pelan dan kembali membaringkan tubuhnya setelah kedua orangtuanya pergi.
Sepeninggal orangtuanya, Anna tak lantas langsung tidur, ia menatap langit-langit kamarnya mengenang seluruh yang terjadi padanya, semua terjadi begitu cepat seolah ini hanyalah mimpi dan ia ingin segera bangun, tanpa sadar airmatanya kembali mengalir mengingat besok dunianya benar-benar berubah.
******
Kota D terkenal sebagai kota yang asri dan indah, banyak pohon-pohon rindang yang tetap tumbuh di tengah kota yang akan memanjakan setiap mata yang melintasi jalan.
Kini sebuah pesta pernikahan sederhana sedang berlangsung disalah satu komplek perumahan elit. Terlihat semua orang yang terlibat sudah siap dengan pakaian resmi mereka tampak sederehana meskipun terbuat dari bahan berkwalitas tinggi. Tidak ada tamu yang hadir karena memang acara ini hanya untuk keluarga inti saja.
Di dalam kamar Anna sudah tampak cantik dengan gaun pengantin putih indah yang membalut tubuh mungilnya, gaun dengan kerah menutupi leher jenjang putih halusnya itu mejuntai hingga kelantai, Anna tampak anggun dan sopan.
Makeup natural menambah kesan kesederhanaan sipengantin hari ini, alis yang terarsir tidak mengubah bentuk aslinya sangat terlihat indah dengan warna yang senada dengan rambut hitam yang di sanggul rapi dengan beberapa anak rambut yang dibiarkan tergerai bergelombang.
Hiasan bunga dan mahkota kecil diatas kepala, bulu mata yang panjang dan lentik semakin tampak jelas dengan sapuan maskara hitam yang semakin menegaskan kelentikannya, eyeshadow peach membuat mata beloknya semakin indah di pandang begitupun dengan blush on juga lipstik yang memiliki warna senada seperti pewarna matanya. Sempurna adalah kata yang dapat mewakili penampilan Anna pagi ini.
Anna duduk di depan cermin, ia tidak sedikitpun mengagumi wajah yang ia lihat saat ini. Hatinya gelisah dan takut untuk menghadapi apa yang akan terjadi sebentar lagi hingga membuat dahinya mengeluarkan bulir-bulir keringat tanpa ia sadari. Anna berfikir bahwa ia akan mampu tapi ternyata tidak.
"Anna, kamu kenapa?" tanya Alya yang melihat keringat kecil di dahi adiknya. Dengan cepat ia mengambil tisu dan menghapus keringat itu dengan pelan tanpa merusak riasan wajah Anna. Fania segera megambil teh hangat yang telah tersedia di nakas dan dengan perlahan membantu Anna untuk minum.
"Tidak apa," jawabnya pelan lalu ia memejamkan mata dan merapalkan do'a dalam hati agar ia bisa kuat menghadapi ini.
Alya dan Fania yang juga sudah terlihat sangat cantik dengan balutan dress berwarna peach saling berpandangan, mereka dapat merasakan tubuh Anna yang sedikit gemetar menahan ketakutan, dan mereka hanya bisa menatap sedih Anna tanpa bisa melakukan apapun.
Terdengar dari kamar Anna, jika ada suara mobil yang masuk kepelataran rumah tanda si pengantin pria telah tiba bersama rombongan, tubuh Anna menegang, tanpa di sadari ia meremas tangan putih mulusnya dengan kuat hingga menimbulkan bekas kemerahan. Anna benar-benar takut.