Chereads / Annaya & Takdirnya / Chapter 12 - Anna dan kenangannya 2

Chapter 12 - Anna dan kenangannya 2

Anna menangis dan tersenyum kala mengingat momen itu. "ni sangat berat untuk ku Fateh, katakan bagaimana aku harus melewatinya, karena selama ini hanya kamu tempatku berbagi dalam segala hal hiks ... hiks ... hiks...," ucapnya sambil tersedu.

Anna terduduk lemas dengan kepala tertunduk menangis sepuasnya di sertai raungan dan isakan yang keras. Ia menumpahkan segalanya hari ini disaat ia sendirian.

Anna teringat akan sesuatu lalu dengan segera ia bangkit dan berlari kelantai atas menuju ruang kerja suaminya. Ia membuka ruangan itu dengan tergesa tanpa memperdulikan debu yang menempel ditubuhnya, begitu ia masuk dapat ia lihat tiga computer kwalitas tinggi milik Fateh berjejer rapi diatas meja.

Fateh bekerja sebagai kepala IT di salah satu perusahaan besar jadi ia membutuhkan computer-computer ini untuk kepentingannya dalam menyelesaikan tugas kantornya saat dirumah.

Dimeja itu juga terdapat foto pernikahan mereka yang terletak disisi kanan meja, disana juga terdapat beberapa berkas yang tersusun rapi. Anna kembali fokus pada tujuannya kekamar ini.

Ia meletakkan kursi lalu disenderkannya di dinding setelah itu ia memanjatnya dan meraih bingkai foto pernikahan mereka yang tergantung di balik meja kerja suaminya serta dengan perlahan ia meletakkan bingkai foto itu disisi meja yang lainnya.

Dibalik foto itu terdapat brankas kecil yang di gunakan Fateh untuk menyimpan dokumen-dokumen penting miliknya, dan Anna berharap apa yang ia cari ada di dalam brankas itu. Anna menekan password sambil merapalkan do'a dalam hati semoga angka yang ia tekan itu benar.

Fateh pernah menyebutkan pasaword itu sekali, namun Anna tidak begitu jelas mendengarkan karena ia fikir itu tidak penting untuknya, tapi sekarang ia menyesal karena tidak mendengarnya dengan baik saat itu.

"Hufff, ayolah aku mohon terbukalah," gumamnya sambil terus menekan angka yang ia ingat sebagai password.

Anna mengetukkan kepalanya di dinding ruang kerja itu dengan mata terpejam sambil terus mencoba mengingat password brankas. Ia sudah mencoba memasukkan tanggal lahirnya dan juga tanggal lahir Fateh bahkan tanggal pernikahannya tapi itu semua gagal.

Anna menghentikan gerakan kepala dan membuka matanya saat ia mengingat sesuatu lalu dengan segera ia menekan angka-angka itu.

'Tak'

Bunyi yang berasal dari brankas dan Anna menghela nafas lega ternyata perpaduan dari seluruh tanggal penting bagi merekalah yang di gunakan Fateh untuk brankas ini. Anna membuka brankas itu dan mengeluarkan seluruh dokumen yang ada di dalam sana, dengan cepat ia membaca dokumen itu satu persatu dan dia baru tau bahwa semua aset yang di miliki Fateh telah di ubah atas namanya.

Jantung Anna berdebar kencang saat ia menemukan amplop yang bertuliskan 'ZCG Hospital', dengan tangan gemetar Anna membuka amplop itu dan membacanya.

"Ya tuhan Fateh!" teriaknya pelan sambil menutup mulutnya.

Ia membaca isi dari kertas itu. Anna tidak mengerti dari banyaknya angka yang tertulis di sana tapi yang dapat ia mengerti isi kertas itu menjelaskan jika suaminya positif menderita meningitis dan tanggal yang tertera 1 Maret 2019 berarti itu satu setengah tahun lalu dan bodohnya ia tidak melihat tanda-tanda kesakitan pada suaminya selama ini.

"Se-berrr-aa-paa keeee-rassss ka-muu meeenuutuupiii innnii dariiikkuuuu hik..hiks..hiks..!" Raungnya sambil terisak hingga terbata-bata. Anna memukul-mukul dadanya, hatinya terasa sangat sakit.

Saat Anna mendapat kabar Fateh kecelakaan disaat yang sama ia mendapat kabar bahwa suaminya menderita penyakit mematikan ini sejak lama. Ia yang awalnya tidak percaya harus menerima kenyataan karena dokter yang menangani suaminya selama ini memberi penjelasan.

Dunia Anna hancur seketika saat itu, seolah dunianya berhenti berputar bersamaan dengan nafasnya. Ia tidak punya banyak waktu untuk menangisi segalanya saat itu, yang harus ia lakukan adalah berjuang agar Fateh bisa bangun dari komanya. Tapi tuhan berkehendak lain, Dia mengambil Fateh untuk selama-lamanya.

Anna menangis sekencang-kencangnya, berteriak sekuat-kuatnya diruangan itu, ia tidak peduli jika ada yang mendengarnya karena kali ini ia benar-benar marah pada dirinya sendiri. Ia meluapkan apa yang ada didadanya.

Ia marah pada dirinya sendiri karena tidak mengetahui selama ini kalau suaminya menahan sakit, ia tidak tau jika selama ini suaminya mengkonsumsi obat pereda sakit yang juga baru ia temukan dibrankas.

'"Bukankah aku wanita paling bodoh Fateh? Aku istri yang buruk bukan, jika aku tau lebih awal mungkinkah kita masih bersama saat ini? Jika aku tau lebih awal aku tidak ingin menjalani program kehamilan itu, gara-gara program itu kamu kecelakaan saat menuju rumah sakit," lirihnya disertai isakan. Anna terduduk lemas memeluk kuat kakinya.

Anna menangisi segala hal yang ia rasa saat ini, penyesalan yang mendalam dan ketidaktahuannya selama ini. Ia ingat ketika Fateh merasa pusing dan mual, ia ingat beberapa kali suaminya muntah dan tiba-tiba pingsan tapi bodohnya ia percaya saat Fateh mengatakan ia seperti ini hanya karena kelelahan. Dalam seumur hidupnya itulah kebohongan yang pertama dan terakhir yang Fateh lakukan.

Dengan gontai Anna bangkit dan berdiri, Anna melipat dan menyusun dengan rapi semua dokumen yang telah ia buka dan baca. Ia juga meletakkan kembali semua seperti semula dan menutup brankas itu.

Dengan gerakan pelan ia kembali mengambil bingkai foto itu mengaitkan kembali ditempat semula. Ia memandang foto dan mengelus sayang wajah suaminya yang tersenyum bahagia disana. Anna kembali menangis.

'Seberapa kuat kamu harus terlihat baik-baik saja selama ini demi aku, hmm? Kamu menutupi ini semua karena tidak ingin mekihatku menangis karena sedih, lalu bagaimana sekarang? Aku menangis Fateh dan itu lebih dari sedih. Sekarang biarkan aku yang terlihat baik-baik saja demi kamu, aku sudah bertekad untuk menjalani ini dengan hati yang kuat jadi kita impas, bukankah begitu selama ini cara kita mencintai?, saling memberi dan meneriman dengan cara yang paling indah.' Monolog batinnya sambil mengelus sayang foto pernikahan mereka.

"Aku mencintaimu selamanya dengan seluruh nafasku," ucapnya pelan setelah itu ia mencium foto itu dengan lama sangat lama.

Saat turun dari kursi Anna menghapus air matanya serta mengikat asal rambutnya dan dia mulai membersihkan tempat itu dengan tenang meski sesekali masih terdengar isakan dari bibir kecilnya.

Setelah membersihkan ruang kerja ia menutup pintu dan menguncinya. Lalu ia berjalan menuju kamar tidurnya, Anna menarik nafas pelan setelah itu ia pun membuka pintu dan masuk kekamarnya. Terdapat ranjang dengan ukuran king size dengan sprei berwarna biru muda polos yang sudah berdebu begitupun dengan meja rias.

Melihat seluruh ruangan itu sejenak, lalu dengan tenang ia mulai membersihkan kamar itu. Anna membuka lemari pakaian milik Fateh dan memasukkan hampir seluruh pakaian Fateh kedalam kotak besar. Anna ingin menyumbangkan sebagian pakaian Fateh kesalah satu yayasan.

Tidak mudah baginya berada dikamar ini, tapi ia harus kuat meski terlihat airmatanya terus mengalir.

'Tidak apa Anna, hari ini menangislah sepuasmu, keluarkan semua kesedihan dan keputusasaanmu dan tinggalkan itu semua dirumah ini, karena begitu kamu melangkah keluar semua akan baik-baik saja,' ucap dewi batinnya.

Anna membiarkan sofa dan lemari berada ditempatnya. Anna menyusun semua benda yang terpajang dan juga alat dapur kedalam kotak besar serta menyimpannya digudang. Ia melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Untuk pertama kalinya tubuh mungil itu merasakan lelahnya membersihkan seluruh rumah. Anna juga memotong habis bunga mawar yang ada dihalaman hingga bersih tak bersisa. Setelah selesai melakukan itu semua Anna membersihkan diri sebelum kembali kerumah orang tuanya.

'Ting ... Tong ....'

Anna bergegas membuka pintu begitu mendengar bel pintu berbunyi, ia yakin jika itu petugas yang ia minta untuk datang mengambil barang-barang yang ingin ia sumbangkan.

"Selamat malam, benar dengan nona Annaya Nur Kamila Al-Ghifary?" tanya salah satu petugas ketika Anna sudah membuka pintu. Terdengar suara petugas itu seperti menahan rasa takut, terlihat jelas juga dari wajahnya tapi Anna tidak menghiraukan itu.

"Iya," jawab Anna sambil menggeserkan tubuhnya untuk memberi ruang agar dua orang petugas itu bisa masuk kedalam agar bisa mengambil kotak yang masih berada dilantai dua.

"Nona, silahkan tanda tangan disini," ucap salah satu petugas. Ia menyerahkan kwitansi dan bolpoin kepada Anna begitu selesai mengangkut 4 kotak besar berisi pakaian dan sejenisnya kedalam mobil.

"Terima kasih," ucap perugas itu setelah Anna selesai memberikan tanda tangan. Mereka terlihat sangat buru-buru untuk pergi.

"Tunggu!" teriak Anna pelan dan mengejar mobil. Ia ingin melihat kotak-kotak itu untuk terakhir kalinya.

"Ada apa nona, apa kami salah mengambil barang?" tanya petugas itu tidak sabar saat ingin menutup pintu mobil box itu.

'Ya tuhan mau apalagi nona ini! Apa nona ini tidak sadar jika orang yang berada di dalam mobil hitam di ujung pagar rumahnya ini sedari tadi mengawasi gerak-gerik mereka.' Batin petugas itu.

Anna melihat jika petugas itu sedikit kesal padanya, lalu dengan cepat ia menyingkir dan mempersilahkan petugas itu pergi.

Setelah petugas itu mengucapkan terima kasih, dengan cepat ia menyusul temannya yang telah berada di dalam mobil dan langsung melajukan mobil itu dengan kecepatan penuh, mereka tidak perduli jika sedang berada dikomplek perumahan. Mereka hanya ingin segera lepas dari pengawasan mata elang itu.

Anna tetap berdiri diam melihat kepergian mobil barang tersebut tanpa ia tau jika ada yang mengawasinya sedari tadi ia ada dirumah.

"Anna, sudah selesai?" tanya Alya saat tiba di depan rumah Anna dan keluar dari mobil. Alya langsung datang begitu Anna mengiriminya pesan.

"Hmm," jawab Anna begitu selesai mengunci pintu dan pagarnya. Anna langsung masuk kedalam mobil diikuti Alya. Alya tau Anna pasti habis menangis lagi. Tanpa berkata apapun lagi, Alya melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan.

"Jalan," ucap pria yang ada didalam mobil.

"Baik bos," jawab Smith sopan.

'Aku fikir Bos ingin menjemput calon nyonya, ternyata hanya berdiam diri seharian! Batin Smith. Dengan segera ia berlalu pergi untuk kembali kehotel.

Sebastian yang duduk dengan anggun memejamkan matanya karena lelah. Seharian ia menatap rumah dua lantai itu untuk memastikan wanita yang ada di dalam baik-baik saja.