Erlan menunggu Manda didalam mobil. Ini sudah hampir lima belas menit ia menunggu istrinya. Erlan menghela nafas dengan kasar berkali-kali yang mungkin ini sudah kesepuluh kalinya.
Erlan baru saja pulang dari kantor, ia sengaja tidak lembur karena tiba-tiba istrinya itu menelpon dan mengatakan ingin bertemu Ayahnya. Erlan yang tak ingin menyianyiakan hal ini langsung mengiyakan dan menuju rumah.
Sayangnya, Manda tidak kunjung keluar dari rumah padahal wanita itu sudah Erlan telepon berkali-kali. "Ini Pak Mar juga gak balik-balik dari dalam rumah. Sebenernya ngapainsih mereka?" tanya heran Erlan.
Erlan yang sudah tak bisa menunggu lagi akhirnya masuk keluar dari mobilnya dan menuju dalam rumah.
"Yang! Ayo," teriak Erlan sambil berjalan didepan rumahnya.
Erlan membuka pintu dan betapa terkejut dirinya. Istrinya berada di ruang tamu sambil mondar-mandir kayak setrikaan. Sedangkan Pak Mar dan Bik Surti melihat Manda yang mondar-mandir. "Astagfirullah Yang, buruan ayo."
"Malah diam aja disitu, Ayo katanya mau ke Ayah," ujar Erlan. Manda bersikap gugup, membuat dahi Erlan melipat-lipat.
"Kenapasih Yang?" tanya Erlan.
Pak Mar dan Bik Surti memilih untuk mengundurkan diri dari sini, mereka merasa ini permasalahan pribadi dua insan itu.
Erlan mendekati Manda yang berdiri diam dan menundukkan kepalanya. "Kenapa?" tanya Erlan dengan memegang kedua bahu Manda.
"Aku... Aku takut," jawab Manda begitu pelan.
"Takut kenapa?" Manda melipat bibirnya, sebenarnya sedari tadi Manda sudah bersiap-siap bahkan sebelum Erlan datang Manda sudah berada di ruang tamu.
"Kalau... Ayah gak mau... ketemu Aku gimana?" tanya Manda masih dengan posisi yang sama yaitu menunduk dan nada yang sama, pelan. Untungnya Erlan berada di dekat Manda jadi ia mendengar hal itu.
"Ya masa Ayah gak ketemu kamusih, jangan overthinking ah. Ayah tuh juga kangen sama kamu Yang." Manda mengangkat wajahnya menatap Erlan, darimana Erlan tahu?
Erlan menggenggam kedua tangan Manda. "Udah yuk berangkat." Manda dengan cemberut dan sedih akhirnya mengangguk.
"Mas," ucap Manda menghentikan langkah mereka yang akan jalan. "Boleh gak, kalau kita ke sana pakai mobil merah kamu."
Erlan mengangkat kedua alisnya, ia terkejut Manda menginginkan naik mobil sport miliknya. Wajarsih, tapi Erlan belum membersihkan mobil itu semenjak kejadian kebakaran kala itu. Bisa berabe kalau ketahuan.
"Gak boleh ya?" tanya Manda.
"Bukan gitu Yang, mmm tapi dimobil itu gak ada karpet peredamnya loh. Getaran mesin sama jalannya kerasa banget gimana kalau kembar ke gonjang??" tanya Erlan.
Manda menghela nafasnya padahal dirinya benar-benar ingin sekali mencoba hal itu, entah mengapa tapi ia ingin sekali. Sudahlah. "Bilang aja kalau pelit," bisik Manda begitu lirih.
Erlan menunjukkan wajah poker facenya, wajah datar. Dibilang bukan karena dia pelit juga. Bumil, bumil.
"Ya udah Ayo. Bentar aku ambil kunci dikamar dulu." Manda langsung mengembangkan senyumannya. Menerbitkan secerah mentari pagi.
Erlan menghela nafasnya, ia meminta Manda untuk duduk terlebih dahulu. Ia akan mengambil kunci sekaligus ganti baju, gerah menggunakan kemejanya.
.
.
.
.
Sekarang Manda dan Erlan sudah ada didalam mobil mewah milik Erlan. Sebelum Manda masuk Erlan sedikit menyingkirkan barang-barangnya. Itung-itung mengecek apakah ada yang mencurigakan.
Erlan memasangkan seatbelt Manda dan dirinya. Setelah itu ia menyalakan mobilnya. "Getarnya kerasa banget gak?" tanya Erlan.
Manda menggeleng, Erlan menghela nafasnya, jika sampai kerasa bisa-bisa dijalan Manda muntah lagi. Lagi pula ini sudah mode normal, mode yang digunakan jika mengendarai biasa mobil sport dan tidak ingin mengebut.
Erlan dan Manda akhirnya keluar dari garasi dan menuju rumah Ayah Manda. "Nanti kita lewatnya muter aja," kata Manda sambil menyambungkan ponselnya ke audio di mobil ini.
"Kenapa?" tanya Erlan. Pasalnya jalan memutar ke arah rumah Ayah Manda itu jauhnya minta ampun. "Disana jalannya lebih lebar, gak banyak kendaraan juga jadi aman mobil kamu."
Erlan berdecak mendengar penuturan Manda. "Dibilang gak papa Yang, astagaa..." ujar Erlan dengan gemas pada Manda.
"Tapi aku takut tahuu, ntar kalau lecet gimana. Mahalkan perawatannya," ucap Manda. Erlan menghela nafasnya, sudahlah lebih baik mengalah, malas sekali Erlan ribut.
Selama perjalanan Manda dan Erlan lebih banyak diam bukan karena mereka marahan hanya saja Manda yang gugup sedangkan Erlan yang memang gak banyak bicara.
Manda meraih ke jok belakang, meraih tas yang berisi beberapa makanan dari mertuanya untuk Ayahnya dan juga jus milik Manda.
Erlan menatap spion atasnya melihat tangan Manda yang bergerak. Jujur saja Erlan sedikit deg degan. Pasalnya tempat mereka tak seluas mobil mereka yang lainnya sehingga untuk menyembunyikan sesuatu sedikit susah. Ditambah indra milik Manda itu begitu sensitif sensornya.
Manda mendapatkan botol berisi jus buah miliknya membuat Erlan bernafas lega. "Mau?" tawar Manda pada Erlan.
Erlan menggeleng ia tak terlalu suka jus buah lebih suka memakan buahnya langsung. "Kok mobil kamu ini agak beda ya Mas," kata Manda tiba-tiba.
Erlan sudah was-was rasanya, menunggu kelanjutan kata Manda. "Aneh gimana? mungkin karena mobil sport Yang, desain merekakan beda-beda," jawab Erlan.
Manda mengangguk-anggukan kepalanya. Tiba-tiba sebuah lonjakan terjadi. Lubang dijalan tak sengaja di trabas oleh Erlan. Membuat air jus buah Manda tumpah hingga membasahi baju dan kursi duduk Manda.
"Aduh Yang, maaf maaf aku gak sengaja tadi sumpah."
Erlan memarkirkan mobilnya dipinggir jalan lalu membuka seatbeltnya. "Aduh yang maaf maaf." Manda mengerucut bibirnya, bajunya putih lagi.
"Ya ampun Mas, jadi basah dong. Lengket nih abis ini badan aku," protes Manda pada Erlan. Erlan mengambil tisu didasbord. Membantu Manda mengelap kursi sedangkan Manda mengelap baju dan badannya.
"Maaf Maaf Yang sumpah tadi gak sengaja," pinta Erlan sungguh-sungguh, akibat takutnya Manda yang berpikir aneh-aneh membuat Erlan tidak fokus pada jalan.
Erlan melepas jaket yang ia pakai menyisakan baju singletnya. "Mau ngapain?" tanya Manda yang melihat Erlan melepas jaketnya.
"Baju kamu jadi nerawang banget. Pakai ini buat nutupin." Erlan memberikan jaketnya pada Manda, Manda mengangguk lalu menerima jaket milik Erlan. "Langsung pakai nanti aku nafsu lagi," ucap vulgar Erlan dengan lancar, sangat lancar, selancar papan selancar.
"Apasih Mas," ucap malu-malu Manda mendengar kata vulgar Erlan.
Erlan membersihkan daerah bawah dekat Manda yang terkena tumpahan. Tiba-tiba sebuah ketukan ramai terdengar diluar mobil meraka.
Erlan dan Manda kaget setengah mati, karena melihat banyak orang yang berkumpul didepan mobil mereka. "Mas, itu pada napa, kok marah-marah?" tanya Manda dengan ketakutan.
Tiba-tiba gedoran dikaca mobil menjadi sedikit lebih brutal, membuat kaca Erlan jika lama-lama akan pecah. Mau tak mau Erlan harus turun segera.
Erlan membuka pintu mobil keatas lalu keluar dari mobil. "Maaf, bapak-bapak ada apa ya?" tanya Erlan dengan baik-baik.
"Lahkan betul Pak RT! Ini pasti sama kayak kemarin nih, mereka pasti mau berbuat mesum!" kata salah satu bapak dengan begitu ngototnya.
Erlan jelas kaget, "Maaf Pak, saya gak berbuat mesum."
"Halah ngeles itu, mana ada orang kayak gini yang ngaku! Udah Pak kita bawa aja langsung!" ucap bapak lainnya membuat banyak orang memegangi tangan Erlan.
Manda yang merasa diluar semakin memanas akhirnya segera memakai jaketnya lalu keluar dari mobil Erlan. "Nahkan Pak RT mbaknya sampai pakai jaket," ucap bapak-bapak yang ada di dekat Manda.
Manda jelas kebingungan apa maksudnya, apa salahnya menggunakan jaket? apa negara ini sudah melarang pemakaian jaket?
"Tunggu Bapak-bapak coba kita jelaskan terlebih dahulu. Mas Mbak, saya tanya kepada kalian, apa kalian akan berbuat mesum disini?" tanya seorang bapak-bapak yang disebut Pak RT.
"Kami tidak berbuat mesum, lagian kami ini suami istri. Kami bisa membuktikannya." Erlan mengeluarkan dompet dari kantong celananya. "Ini KTP saya, status Saya menikah dan ini cincin nikah Saya."
Pak RT itu melihat cincin di jari Erlan lalu melihat KTP Erlan. "Jika kurang percaya, bapak semua bisa lihat, istri saya sedang hamil. Dan apa perlu kita ke dinas kependudukan untuk membuktikan data kami?" tanya Erlan sedikit sarkas. Abisnya warga ini ada-ada saja.
Semua warga langsung malu, mereka meminta maaf pada Erlan dan Manda. "Maaf ya Mas, kami yang salah. Karena beberapa hari ini tempat ini sering dijadikan tempat mesum oleh beberapa pihak. Jadi kami sempat mencurigai kalian," kata salah satu bapak itu.
"Iya Pak, lain kali jangan pakai otot dulu ya Pak, bisa tanya baik-baik dulu."
Semua warga meminta maaf sekali lagi pada Erlan dan Manda. Erlan dan Manda memasuki mobil mereka bebarengan dengan warga yang membubarkan diri.
Manda yang bermuka pucat menatap Erlan. Erlan yang merasa ditatap akhirnya menoleh. Tiba-tiba Erlan dan Manda tertawa. "Ya ampun Yang aku udah deg degan tadi. Lagian aneh banget warga disini, kenapa juga kita bisa dituduh mesum. Konyol."
Manda dan Erlan akhirnya tertawa menertawakan kejadian yang absurd ini.