"Kau adalah Tuan kami. Kami semakin percaya setelah tahu tentang kekuatan Vimalmu adalah membekukan. Dan juga tanda lahir di punggungmu!"
Kazo mendongak terperangah. "Dari mana kau tahu tentang tanda lahirku?" sergahnya gusar.
"Aku melihatnya saat para peri mengobati luka di tubuhmu."
Aragon lalu memutari Monumen itu dan berhenti dibaliknya sambil tangannya memeriksa sesuatu.
"Kemarilah!"serunya. Anak itu menurut dan ikut melihat apa yang ingin Aragon tunjukkan padanya.
Aragon mengusap-usapkan tangannya pada bagian punggung monumen itu. Atau tepatnya pada bagian jubah yang dikenakan si patung. Sebuah ukiran yang sudah hampir terhapus oleh cuaca masih terlihat cukup jelas.
"Lihatlah lebih dekat." ucap Aragon pada Kazo. Anak itu memicingkan matanya, serta tangannya mencoba meraba ukiran yang terlihat seperti sebuah simbol kepingan salju dan juga api yang saling bertumpuk. Kazo masih mencoba mencernanya kenapa Aragon menunjukkan itu padanya, dan apa hubungan simbol itu dengannya?
Kazo menoleh pada Kentaurus itu, hendak membuka mulut untuk mengutarakan pikirannya. Namun tiba-tiba ia sendiri terkejut dan langsung spontan meraba punggungnya.
"Jadi kau sudah ingat?" Tanya Aragon saat melihat respon dari Kazo.
"Tapi kenapa bisa tanda lahir di punggungku sama dengan simbol ini?" pekik Kazo dengan suara tertahan.
"Itu karena Hira-lah yang memilihmu."
"Hira?"
"Betul. Simbol yang ada di punggungmu dan di jubah kakekmu adalah bentuk visual Hira yang sesungguhnya. Kakekmu sendiri yang membuatnya, dan beliau juga yang menanam kunci pada keturunannya sendiri. Tapi kakekmu tidak pernah tahu, siapa keturunan terakhirnya yang akan bisa menaklukkan gerbang Hiroki selanjutnya. Karena ternyata pusaka itu sendiri yang akan memilih keturunan Hiroki untuk menjadi 'Tuan-nya' . Dan itulah kenapa kekuatan Vimalmu adalah membekukkan dan juga elemen yang memilihmu adalah api. "
"Api? Tapi selama ini aku belum bisa membangkitkan kekuatan elemenku. Bahkan aku tidak tahu elemen apa yang memilihku."
"Mungkin tidak sekarang, karena kau belum bisa menguasai kekuatanmu sepenuhnya. Tapi aku yakin kau pasti pernah merasakan sesuatu yang aneh terjadi, dan itu menyangkut dengan kekuatan elemenmu."
Kazo tampak termenung sesaat dan tiba-tiba teringat dengan kejadian saat ia tenggelam di danau labirin. Dia ingat dengan bola api yang tiba-tiba muncul dan menyelamatkannya saat itu.
"Tapi kenapa Hira harus memilihku untuk menjadi 'Tuannya'? Bukankah banyak Bangsawan Hiroki yang lebih kuat dan lebih pantas dariku?"
Aragon memandang bocah itu yang tampak tertunduk dengan ragu. "Hanya kau yang tahu Kazo, kau akan tahu ketika kau bisa memahami dirimu sendiri. Karena sepertinya kau masih belum menerima takdir yang sudah di gariskan padamu. Percayalah pada dirimu sendiri, dan jangan biarkan keraguan mengalahkanmu. Atau itu bisa membawamu dalam kehancuran."
"Kehancuran? Apa maksudmu?"
"Hira itu adalah pusaka yang mempunyai jiwa dan pikiran. Dia bisa mendengarkan dan mempengaruhi emosi yang dimiliki Tuannya. Dan itulah kenapa Rodra benar-benar mengejar dan ingin mendapatkamu. Dia tahu Hira sudah memilihmu. Dan jika dia bisa mengahasutmu untuk bergabung dengannya... "
Aragon tiba-tiba langsung terdiam dan tidak jadi meneruskan kalimatnya.
"Kenapa? Apa yang akan terjadi?" sergah Kazo penasaran. "Lagipula aku tidak akan pernah mengikuti orang jahat dan licik sepertinya."
"Aku tahu, aku percaya padamu."Aragon terlihat tersenyum penuh arti pada Kazo lalu memandang langit yang sudah berganti warna hampir gelap." Sudah hampir gelap, sebaiknya kau segera beristirahat agar lukamu cepat pulih. Dan sepertinya kakakmu sudah tersadar."
Aragon berucap sambil memandang pada rumah gubuk tempat Arga dirawat. Kazo melihat Arga yang tengah berdiri di luar dengan para peri yang sedang menyiapkan makan malam untuknya. Dia tersenyum lega melihat kakaknya sudah pulih kembali.
-
Kazo terduduk di luar gubuk sambil menatap ribuan bintang yang berkelip mengagumkan di langit. Anak itu terus berdecak kagum saat melihat pemandangan Hutan Peri saat malam hari yang terlihat begitu indah. Cahaya warna - warni yang berasal dari kelopak bunga yang bersinar memberikan penerangan alami dan cantik pada tempat itu. Begitu juga dengan kunang-kunang yang terus berterbangan membawa cahaya menakjubkan dari tubuhnya. Kazo menangkap salah satu dari mereka yang tiba-tiba terbang mendekatinya.
"Tidak bisa tidur?"
Kazo langsung menoleh dan mendapati Arga yang berdiri di ambang pintu dengan tubuh yang masih penuh dengan perban dan bekas luka. Tapi dia terlihat sehat untuk ukuran orang yang terkena luka parah. Arga lalu duduk di sebelah Kazo yang menyandarkan tubuhnya pada dinding gubuk yang terbuat dari pohon Oak.
"Bagaimana lukamu? Apa sudah lebih baik?" Tanya Kazo.
"Aku bertanya padamu tapi kau malah bertanya balik padaku." Sahut Arga kesal.
"Aku sedang ingin menikmati pemandangan, kau puas!" Sahut Kazo tak kalah kesal. Tapi Arga hanya mengangkat bahunya dan langsung berdecak kagum saat matanya menyapu pemandangan menakjubkan di hadapannya.
"Wow... Aku baru tahu kalau ada tempat indah seperti ini. Aku penasaran bagaimana bunga-bunga itu bisa bercahaya. Ini benar-benar seperti berada di negeri dongeng." serunya.
Kazo langsung tertawa. "Jadi sekarang kau menganggap ini negeri dongeng? Padahal dulu kau selalu kesal saat aku bilang begitu."
"Hentikan! Karena aku sudah lupa sama sekali bagaimana wujud Porta Loka. Dan dulu aku tidak pernah melewati Verittam ini."
"Lalu seperti apa Verittam yang kau lewati?"
"Itu Verittam kedua, dan aku tidak ingin melewati Verittam itu lagi."
"Kenapa?"
"Ada banyak kecoa dan serangga lain yang mengerikan di sana. Karena itu di bawah tanah, dan aku masih empat tahun saat melewati Verittam itu."
Kazo kembali tertawa. "Jadi kecoa itu lebih menakutkan untukmu daripada Red Valhi hahahaha.."
Arga langsung menoyor kepala adiknya. "Hentikan itu! Aku ingin tahu apa yang kau bicarakan dengan Kentaurus itu tadi. Sepertinya dia menunjukan banyak hal padamu."
Kazo tiba-tiba langsung terdiam seketika. Ia kembali memandang Monumen kakeknya yang berdiri tegak di tengah-tengah lapangan. Banyak hal yang berkecamuk di dalam otaknya saat ini, dia terus memikirkan semua ucapan Aragon tentang takdir dan juga Pusaka Hira yang memilihnya. Entah kenapa ada perasaan takut yang terbesit saat ia memikirkan sebuah kemungkinan. Ia memikirkan kalimat Aragon yang sempat terhenti.
"Ada apa?"
"Aku tidak tahu, apa aku bisa melakukan ini. Aku ragu pada diriku sendiri."
"Apa maksudmu? Malakukan apa?" sergah Arga kesal. "Berhentilah bersikap pesimis pada semua hal, itulah kelemahanmu. Bagaimana kami bisa percaya jika kau saja tidak yakin pada dirimu sendiri."
"Aku takut Arga!"
"Apa yang kau takutkan?" bentak Arga semakin kesal.
Kazo menatap lamat pada kakaknya. Ia mendesah perlahan dengan wajah tertunduk. "Aku takut suatu saat nanti akulah yang menjadi monster dan juga musuh kalian."