Chereads / PORTA LOKA : Land of 12 Gates / Chapter 31 - Chapter 30 : Pertempuran Para Penjelajah

Chapter 31 - Chapter 30 : Pertempuran Para Penjelajah

PRANG

Bunyi kaca pecah terdengar beruntun dan menggema di tengah-tengah lautan. Suara itu berasal dari dua belas jalan masuk menuju Verittam yang tertutup oleh tanah dan mantra milik Kyuron. Dan kini mantra itu telah hancur seluruhnya akibat terkena serangan kapak milik Flow.

Bam menatap itu dengan wajah berang. Dia memaki dirinya sendiri karena sudah menggiring pria gempal itu menuju jalan masuk Verittam. Bam tidak memikirkan jika kapak milik Flow memiliki kekuatan sedahsyat itu.

Para penjelajah yang lainnya tampak menghentikan pertarungannya saat suara pecahan kaca dari mantra milik Kyuron hancur satu persatu.

"Tidak mungkin!" seru Kyuron sambil menatap nanar pada pecahan mantra miliknya yang kini sudah tidak terlihat lagi. Hanya tinggal menyisakan tembok tanah di belakangnya yang bisa dihancurkan kapan saja.

Starla terlihat berdecak gusar. Wanita itu bisa melihat jelas raut wajah gadis berambut hitam di hadapannya yang terlihat puas. Glara melirik sinis padanya sambil terus menekan Dagger miliknya pada siku kanan Starla yang dilapisi sebuah sarung tangan panjang yang terbuat dari logam tahan panas.

"Penghalang itu sudah hilang, jadi aku tinggal mengalahkanmu bukan?" tukas Glara dengan senyum lembut mengejeknya. Gadis itu menatap tajam pada mata biru gelap milik gadis berambut pirang itu.

Starla menyambut dengan raut wajah tak kalah sinisnya. "Kau belum berubah ya Glara, kau masih tetap saja suka meremehkan lawanmu. Kita ini besar di distrik yang sama, bahkan kita juga memasuki gerbang dalam satu tim. Tapi aku tidak menyangka jika impianmu untuk menjadi orang hebat yang bisa melindungi Porta Loka itu hanya omong kosong belaka."

"Tutup mulutmu!" sergah Glara dengan suara kasar. Ia lalu mengayunkan Daggernya tepat di depan wajah Starla. Gadis pirang itu segera mendorong dan melepaskan diri dari cengkeraman tangan Glara sebelum pisau panas itu akan menyayat dan melelehkan wajahnya. Keduanya lalu mundur dan mengambil jarak yang cukup jauh. Jelas sekali Glara masih menatap marah dan gusar atas perkataan Starla.

"Sudah kubilang berhenti mencampuri urusanku. Aku tidak butuh nasehat kehidupan darimu."

Starla tersenyum. "Aku sedang tidak memberimu nasehat. Tapi sebagai teman aku hanya ingin mengingatkan tujuan awalmu menjadi penjelajah. Tapi sepertinya dendam sudah membelokkan tujuan awalmu."

"Teman? Tidak ada teman bagiku di Porta Loka. Kalau kau bilang dendam, itu memang benar. Sebenarnya daripada aku harus menyerahkan anak itu pada Rodra, aku lebih ingin menghabisinya sendiri. Tapi itu tidak akan setimpal jika hanya dia yang mati, itulah kenapa aku akan menyerahkan dia pada Rodra. Karena dia akan membuat anak itu menghancurkan kalian semua."

-

Di sisi lain.

Ener Alsaki terlihat mengangkat pedangnya yang berwarna putih polos dengan mata pedang berbentuk meliuk-liuk dan lancip ujungnya seperti ukiran keris. Pria paruh baya itu terlihat melirik waspada pada pria berkacamata yang berdiri tak jauh darinya. Alto terlihat sekali menatap dengan gusar dari balik kacamatanya. Ia melirik pada Lana yang kini sudah tergeletak lemas di salah satu jalan Verittam.

Apa yang terjadi padanya?

Gadis itu baru saja menyerang wakil pemimpin Penjelajah Rania itu dengan elemen air kebanggaannya. Namun Lana lupa jika kekuatan Vimal Ener Alsaki adalah listrik. Bahkan pria itu hanya menebas dalam satu kali serangan yang membuat gadis berambut silver itu langsung terkulai pingsan.

Dan kini Alsaki tengah bersiap mengadapi Alto yang sejak tadi selalu mengincar keberadaan Kyuron. Namun karena Flow sudah berhasil menghancurkan mantrak milik Kyuron, pria berkacamata itu beralih meladeni Alsaki. Ia kini siap menghadapi Alsaki dengan tenang. Ia hanya perlu mengalahkan pria paruh baya itu agar bisa segera mengejar Kazo ke dalam Verittam.

"Pedangmu adalah salah satu yang terkuat, aku akan mendapat kehormatan besar jika bisa melihat sendiri kehebatannya. Apa yang akan terjadi jika kau menjatuhkan pedangmu ke dalam lautan ini?" tukas Alto sembari menatap waspada ke arah pedang putih milik Alsaki.

Ener Alsaki tersenyum, lalu kembali mengangkat pedangnya tepat di depan wajah. "Kenapa kau tidak mencobanya sendiri nak? Aku juga merasa terhormat bisa bertarung dengan Flinn hebat dari Kota Antari. Kudengar Yajirushi-mu adalah salah satu yang terbaik."

Kini giliran Alto yang tersenyum. "Kalau begitu mari kita buktikan sendiri. Kau tahu aku tidak akan segan hanya karena kau lebih tua dariku."

"Jangan nak. Mari kita bertarung dengan jujur. Dan satu hal lagi... Kau adalah lawan paling sopan yang pernah kutemui. Kalau saja kita bukan musuh, aku pasti akan menyukaimu."

-

Saat itu Kyuron sudah hampir kehabisan tenaganya karena mengendalikan tanah miliknya yang sudah semakin menipis. Karena jarak tanah yang ia gunakan sangat jauh, hal itu membuat energinya cepat sekali terkuras. Belum lagi di hadapannya kini berdiri pria jangkung yang memanggul boomerang bernama Manzino Vinz.

Namun pria itu sepertinya tidak terlalu tertarik dengan Kyuron. Jika Vinz menghabis pria tua itu sekarang, maka teman-temannya yang sedang bertarung akan kekurangan medan tempur. Terlebih Lana, satu-satunya Noa di sini malah sudah kalah terlebih dahulu. Dan pria dengan pedang putih itu akan menjadi lebih berbahaya dan bisa membunuh mereka dengan cepat.

"Mau kemana kau?" sergah Kyuron saat melihat pria jangkung itu meloncat menuju tempat Bam dan Flow berada.

"Aku? Aku tidak kemana-mana, aku hanya memberimu kesempatan hidup. Aku berbaik hati tidak membunuhmu karena kami semua masih membutuhkan tanahmu. Lagipula kau juga akan kalah secara perlahan tanpa bertarung denganku."

Vinz terlihat menatap dengan senyum sinisnya pada Kyuron yang saat itu terlihat mencoba mengatur nafasnya karena kelelahan. Pria itu lalu meloncat pergi tanpa mendapat halangan. Bukannya Kyuron tidak ingin mencegah, tapi dia sudah tidak punya tenaga lagi untuk memanggil tanahnya. Sekarang dia hanya bisa mempertahankan tanahnya yang tersisa di permukaan.

Bam berdiri dengan wajah berang di antara kabut yang masih menyelimuti pintu masuk menuju Verittam. Ia menatap gusar pada laki-laki yang tengah tertawa terbahak-bahak di sana. Flow tentu saja senang ketika bisa dengan mudah menghancurkan mantra milik Kyuron hanya dengan satu kali serangan. Kini ia tengah membelai bangga pada kapak besar di tangannya.

"Kerja bagus, Flow." Seru Vinz yang sudah berdiri di belakangnya.

Pria gempal itu menoleh dan mengernyit heran. "Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana pria tua itu?" seru Flow sambil menatap ke arah Kyuron di bawah sana.

"Dia membosankan, lagipula kalian masih bertarung. Akan sulit bagi kita jika aku membunuhnya sekarang."

"Lalu apa maumu?"

Vinz tertawa menyeringai. "Ajak aku bersenang-senang di sini. Sepertinya bocah itu lumayan juga." Pria jangkung itu tampak antusias pada penampilan Bam yang terlihat mewah dengan baju Zirahnya. Tapi anak itu hanya terdiam sembari menatap tajam pada dua musuh di depannya.

Flow langsung berdecak kesal." Ck... Kau mengganggu saja. Aku juga ingin bersenang-senang dengan anak itu. Tapi baiklah, aku akan mengijinkanmu. Tapi jangan ambil bagianku ya?"

"Itu gampang." Sahut Vinz sambil manarik boomerang dari pundaknya. Pandangan matanya masih tak lepas dari sosok Bam di sana. "Hei... rambut merah, bagaimana jika kita mulai sekarang?" teriaknya.

Anak itu masih bergeming dengan wajah yang sama sekali tidak bersahabat. Bam masih memikirkan bagaimana caranya mengalahkan pria gempal itu dan senjatanya, dan sekarang malah muncul satu orang lagi yang sepertinya juga sama kuatnya. Kenapa pria ini tidak bergabung dengan Alto untuk mengalahkan Alsaki yang jelas-jelas lebih kuat darinya. Dia justru malah tertarik pada anak kecil yang tingginya mungkin hanya sebatas pinggangnya saja. Tapi Bam tidak heran, karena musuhnya memang selalu tertarik dengan senjata yang ia miliki, yaitu Helios dan Selene.

"Jadi dua lawan satu ya?" tukas Bam akhirnya.

"Tenang saja, kami tidak akan bermain curang dengan mengeroyokmu. Kita bisa bertarung satu lawan satu." Sahut Vinz.

Tapi Bam malah terlihat tertawa meremehkan. "Tidak perlu. Kalian tidak perlu mengalah, karena aku bisa mengalahkan kalian berdua sekaligus."

Mendengar jawaban Bam yang penuh dengan kesombongan itu membuat Vinz dan Flow saling berpandangan. Keduanya lalu tertawa terbahak-bahak.

"Haahahha... Anak muda yang lucu."

"Baiklah, baiklah. Kami percaya padamu nak hahahah..."

Bam hanya tersenyum sinis dan membiarkan dua orang itu menertawakan sepuasnya. Ia lalu menekan tombol hitam yang tepat berada di bagian dada baju Zirahnya. Dan dengan tiba-tiba baju itu terlihat menyusut, melipat bagiannya satu persatu meninggalkan tubuh Bam dan kembali menjadi ke bentuknya semula. Bam menggengam Helios dengan erat di tangan kirinya. Anak itu kini kembali bertelanjang dada.

Vinz tampak bersiul senang. "Fiuh... Dugaanku benar, senjata itu memang mengagumkan."

"Jangan menganggapnya enteng Vinz, senjata itu cukup berbahaya."

"Memang itulah yang kucari, aku sudah bosan melawan orang-orang lemah."

Bam menyeringai kasar mendengar penuturan dua orang itu. Ia kemudian mengganti selongsong pelurunya yang terbuat dari logam berwarna kuning dan cokelat. Anak itu juga kembali memeriksa tombol pada pistolnya, meyakinkan bahwa semua itu bisa berfungsi dengan baik. Ia lalu kembali menatap dua pria yang berdiri seratus meter darinya.

"Mari kita mulai sekarang. Biar kuperkenalkan dua anak kembarku, aku harap kalian tidak menyesal memilih mereka menjadi lawan."