Arga berteriak keras saat kuku burung itu menancap tepat di dada kiri atasnya. Darah segar mengucur deras saat wanita burung itu mencabut kuku tajamnya. Bahunya yang terluka karena cakar belum sempat mengering, dan kini luka dalam dan tajam kembali menghujam tubuhnya. Arga mati-matian menahan rasa sakit. Dia yakin kuku burung itu menembus hingga bahu bagian belakang.
Wanita burung itu terlihat tertawa terbahak-bahak sembari menjilat ujung kukunya yang yang terlihat basah oleh darah segar milik Arga.
"Manis sekali!" ucapnya sambil kembali tertawa terbahak-bahak. Sedangkan si manusia banteng tampak mendengus marah dan buas saat ia mencium bau darah segar memenuhi ruangan gua.
"Aku ingin makan tubuhnya yang sehat," tukasnya dengan suara sengau yang terdengar parau dan tidak jelas.
"Tentu saja, Tuanku!" jawab Harpy itu sambil membelai pelan wajah Arga. Si wanita burung menyeringai senang, menikmati setiap sudut wajah Arga yang terus meringis kesakitan.
Tapi anak itu tiba-tiba langsung menaikkan sudut bibirnya, membentuk seluas senyum sinis sambil menatap Harpy yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.
"Apakah hanya itu yang kalian inginkan? Menukar hidup kalian hanya demi seonggok daging?"
PLAK!
Bunyi tamparan terdengar jelas saat wanita burung itu menempeleng wajah Arga, meninggalkan luka barut dari cakar tajam yang menggores pipi kiri Arga. Sekali lagi Arga meringis menahan rasa sakit.
Wanita itu kembali menyentuh dagu Arga dan memaksa anak itu untuk menatap matanya. Ia itu lalu menjilat darah segar yang keluar dari pipi Arga dengan pandangan senang sekaligus bengis.
Hal itu membuat manusia banteng yang berdiri tak jauh darinya langsung mendengus tidak sabar ingin segera mencicipi darah dan daging anak itu.
"Kalian, orang-orang Porta Loka memang tidak tahu diri. Kalian yang menghancurkan habitat kami, tapi sekarang kalian yang menikmati kebahagiaan itu. Kalian mengorbankan kami demi kelangsungan hidup kalian, bahkan membuang kami ke dalam Verittam ini. Si Tua Jakarri itu, dia sudah mengingkari semua janjinya!"
"Apa maksudmu?" tanya Arga pelan. Anak itu kini sudah terduduk lunglai di lantai. "Bukankah Tuan Jakarri yang menyelamatkan hidup kalian?"
"Menyelamatkan hidup kami? Hahahahahah...." Wanita burung itu tertawa terbahak-bahak dengan suara melengking hingga beberapa saat. Lalu sedetik kemudian kembali mencengkeram leher anak itu dan menarik wajah Arga yang sudah tampak pucat.
"Aku tidak akan kehilangan saudariku jika dia menempati janjinya untuk mengembalikan kami ke Gerbang Hiroki. Tapi kau tahu? Dia mengasingkan kami bukan karena menyelamatkan hidup kami, tapi untuk hidup mereka sendiri! Dia memang pantas mati, begitu juga dengan keturunannya."
"Kalau Tuan Jakarri tidak menyelamatkan hidupmu, kau sudah mati sejak ratusan tahun lalu!"
"Apa katamu?"
"Benar bukan? Kalau tidak, kalian pasti sudah musnah..."
"Diam! Bocah tengik sepertimu apa yang kau tahu!" sergah su Harpy sambil menendang tubuh Arga hingga terpental.
Wanita burung itu berteriak lantang sambil mengibaskan sayapnya. Mata merahnya terlihat marah dan berapi-api sembari menatap tajam pada Arga yang bersimpuh di lantai. Harpy itu kembali mencengkeram kerah baju Arga dan menarik tubuhnya hingga kakinya menggantung di udara.
"Memang benar kata Rodra, Bangsawan Hiroki hanya ingin menguasai tempat itu untuk dirinya sendiri. Itulah sebabnya Si Tua itu dan keturunannya selalu mengingkari janji. Kalian dan semua keturunan Hiroki memang harus mati. Dan itu akan dimulai darimu!"
"Ja-jadi, itukah yang orang licik itu katakan pada kalian? Ro-dra, dia menggulingkan takhta Bangsawan Hi-roki karena dia ingin menguasai Hira dan Porta Loka. Itu artinya dia akan menghancurkan kita semua," jelas Arga dengan kalimat terbata-bata karena nafasnya yang terasa terhimpit oleh cengkraman wanita burung itu.
"Omong kosong macam apa itu? Aku juga tidak menyukai Bangsawan Nover itu, tapi setidaknya kini dia sudah membalaskan dendamku untuk menjatuhkan Bangsawan Hiroki."
"Benarkah? Lalu, bagaimana jika ada orang yang bisa mengembalikan kalian ke tempat itu lagi?"
Wanita burung itu menatap tajam pada Arga, mencoba menelisik rencana yang sedang dijalankan anak itu untuk mengajaknya bernegosiasi. "Berhenti bernegosiasi dengan omong kosongmu itu nak, kematianmu sudah dekat. Lagipula, keturunan terakhir Bangsawan Hiroki sudah musnah. Anak itu menghilang sejak kelahirannya."
"Sungguh? Tapi sayangnya itu tidak benar, anak itu masih hidup. Dan sekarang dia juga ada di labirin ini!"
Arga bisa melihat jelas, ekspresi wajah wanita burung itu yang tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Mata merahnya terlihat semakin membesar, menatap nyalang dan juga bengis pada anak berambut hitam itu. Ia semakin mengeratkan cengkeramannya yang membuat Arga langsung memberontak karena dia tidak bisa bernafas normal.
"Hentikan omong kosongmu bocah sialan! Anak itu sudah mati!"
"Di-dia membohongi kalian. Kalau anak itu ma-mati, kunci itu pasti akan kembali ke Raito."
Harpy itu tiba-tiba menguak dengan keras, lalu melempar tubuh Arga hingga membentur dinding gua yang keras. Anak itu mengerang kesakitan, darah segar kembali mengalir dari balik kepalanya karena kerasnya benturan. Arga hanya bisa menatap nanar pada darah segar di tangannya, kali ini pandangannya benar-benar semakin kabur.
Tiba-tiba saja Minotaur yang sejak tadi masih diam menurut terlihat mendengus semakin kasar. Ia menatap pada genangan darah milik Arga yang semakin menggugah hasratnya.
Harpy itu langsung berlari kearah banteng itu saat menyadari situasi buruk akan terjadi. Dan benar saja, manusia banteng itu mengamuk dan langsung ingin menerkam tubuh Arga yang sudah bersimbah darah.
"Tuan, tunggu! Tidak sekarang!" Teriak Harpy itu sambil terus menahan amukan si manusia banteng. Wanita burung itu mengurungkan niatnya untuk membunuh Arga, masih ada yang ingin ia ketahui dari anak itu setelah mendengar penuturannya barusan. Namun dia lupa, bahwa makhluk buas di sampingnya sudah memiliki hasrat untuk membunuh sejak tadi.
Sampai akhirnya Harpy itu juga terlempar ke udara dengan luka sayatan disayap kirinya. Dia sudah tidak bisa menahan lagi hasrat membunuh Minotaur itu, dia hanya melirik pasrah pada Arga yang tergolek tak sadarkan diri di lantai gua.
Manusia banteng itu langsung berlari menuju tempat Arga dan hampir menerkam dengan gigi tajamnya. Namun tepat saat itu, tiba-tiba sebuah anak panah melesat cepat dan menembus leher Minotaur. Makhluk itu meraung dan langsung jatuh tersungkur sambil meraba rasa sakit di lehernya.
Suara hentakan kaki kuda terdengar menggema, disusul kemunculan dua sosok Centaurus yang membawa busur dan anak panah di tangannya. Salah satu dari Centaurus itu langsung menyambar tubuh Arga dan meletakkan di punggungnya dengan hati-hati.
Mereka hanya melirik sesaat pada Minotaur itu dan juga Harpy yang terlihat terkejut sambil menahan sakit. Keduanya lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.
"Aragon!"