Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Alisha dan Riko

🇮🇩fatikhaaa_
3
Completed
--
NOT RATINGS
42.8k
Views
Synopsis
Alisha tidak pernah menyangka bahwa sang Kakak pergi kabur, melarikan diri dari pernikahan ini. Mempelai laki-laki pun juga tidak ingin meneruskan pernikahan ini karena tak ingin malu di atas mimbar nanti. Semuanya terjadi tiba-tiba tanpa ada yang tahu alasan Kakak Alisha kabur. Semua orang kebingungan ketika seseorang mengatakan bahwa penghulu sudah akan sampai dan lima belas menit lagi acara akan dimulai tandanya tamu undangan juga akan berdatangan. Tiba-tiba saja..... Riko, adik dari mempelai laki-laki akhirnya memilih untuk menggantikan sang Kakak, menarik Alisha yang diam mematung. Betapa takdir begitu misteri, hari itu menjadi hari pernikahan bagi Alisha dan Riko.
VIEW MORE

Chapter 1 - Bukan Akhir Ternyata

Riko Hersanto, anak seorang pengusaha sukses di Indonesia. Berwajah lokal dengan kulit sawo matang, hidung mancung dan gagah membuatnya terlihat sangat Indonesia asli dan sangat manis. Ia bahkan pernah menjadi model salah satu majalah terkenal.

Riko bisa dikatakan pintar dan cerdas. Ia menjalani pendidikan 12 tahun di salah satu sekolah internasional di Indonesia. Ia juga berhasil lulus dengan predikat terbaik di salah satu universitas terkenal di Inggris.

"Sesuai dengan wasiat Tuan Hersanto, sampai Tuan Geo Narendra belum menandatangani surat wasiat maka semua warisan akan diserahkan semua kepada Anda. Namun jika suatu saat, tidak ada batas waktu, Tuan Geo Narendra datang maka warisan akan kembali sesuai wasiat Tuan Hersanto di awal."

Riko kesal dengan sang Papa. Geo Narendra adalah tangan kanan Papanya, ia sudah lama berkerja untuk Papanya, 15 tahun lamanya. Usianya terpaut sepuluh tahun lebih muda dari sang Papa. Namun pria itu tiba-tiba menghilang dengan kabar terakhir adalah pengobatan karena penyakit yang ia miliki.

Riko kesal karena Paman Geo atau Geo Narendra tidak memiliki hubungan apapun oleh Papanya atupun keluarga. Hanya sekedar orang yang bekerja oleh perusahaan Papanya, itu saja. Riko bekerja keras agar menyakinkan Papanya bahwa ia pantas dan ini balasan sang Papa. Riko bahkan menyanggupi syarat aneh sang Papa.

"Urus saja semuanya, Saya sedang berduka Anda tahu itu. Saya sudah mengetahuinya jauh sebelum Anda memberitahu, bukankah itu yang Ayah Saya mau? sudahlah jika tidak ada lagi lebih baik Anda kembali bekerja," ujar Riko mengusir sang notaris Papanya itu.

Notaris itu terlihat sedikit terkejut, ia mengenal Riko sebagai orang yang playboy karena ia sering menjumpai laki-laki keadaan mabuk dan selalu membawa wanita asing bersamanya dulu karena dulu mereka berada di gedung apartemen yang sama. Lima tahun tidak berjumpa dan hanya mendengar desas-desus Riko di masyarakat, membuatnya terkejut bahwa Riko berubah sangat berwibawa seperti ini. Sungguh mengesankan, ia pikir Riko akan tidak terima, marah, kesal karena bagaimana pun seharusnya ialah ahli waris tunggal namun ada orang lain yang bahkan tidak memiliki darah yang sama menjadi ahli waris.

"Baik Tuan Riko, Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada Anda, Saya hanya menjalankan amanah dari Tuan Hersanto. Beliau hanya tidak mau beberapa tanggung jawabnya terbengkalai lama, ini juga bentuk penghormatan terakhir Saya dengan memastikan semua aman dan sesuai ucapan Beliau. Maaf sekali lagi, Saya turut berduka cita," ungkap notaris tersebut.

Riko mempersilahkan notaris tersebut untuk keluar dari ruangan kerja sang Papa. Riko berdecak sebal ketika notaris itu sudah keluar, "Kalau gak mau kosong lama tinggal kasih semua ke Gue. Ck, ribet amat, lagian kenapa harus Paman Geo sih bukan siapa-siapa juga."

Riko menatap ruangan kerja sang Papa. Mungkin sudah tujuh tahun? enam tahun? ah yang pasti sangat lama ia tidak masuk ke dalam ruangan ini. Semenjak ia kuliah di luar negeri jarak antara dirinya dan sang Papa semakin jauh bahkan lebih dari kata asing. Riko tidak mau mengingat awal mula semua itu bisa terjadi, terlalu malas diingat.

Riko terkejut ketika melihat sebuah kertas yang di bingkai dan di pajang di atas pintu masuk, tepat di hadapan Riko. "Bukannya itu kertas waktu Aku TK ya?" pikir Riko sambil mengingat-ingat.

Ia mendekat sedikit ke arah bingkai itu. Benar saja, stempel khas sekolah taman kanak-kanak dengan namanya yang tertera di sana. Sebuah kertas dengan jiplakan tangan, tiga tangan kanan dimana di tengah tangan mungil yang tercetak. Riko ingat-ingat lupa sebab itu kenangan masa kecilnya, ia hanya ingat bahwa dulu itu tugas rumah yang diberikan gurunya dan kedua orang tuanya membantu sampai kertas itu tercetak dan dijadikan sebagai penilaian.

"Kenapa masih nyimpen? aneh," ujar Riko yang terlihat sedikit tidak suka.

Riko memilih untuk keluar dari ruangan kerja Papanya dan mengunci ruangan itu. Riko menuju lantai satu dimana semua orang sibuk untuk mempersiapkan acara doa untuk mengenang sang Papa sekaligus sang Mama. "Tuan Riko," panggil seseorang membuat Riko langsung menoleh ke sumber suara.

Julian, asisten Riko, "Nona Alisha tadi mengeluh sakit perut dan kepala pusing. Karena menunggu Anda cukup lama Saya mempersilahkan Nona Alisha untuk pulang dengan supir pribadi Anda."

Riko menganggukkan kepalanya paham, "Siapkan satu mobil untuk Saya. Saya akan pulang sebentar untuk mengecek keadaan Alisha," ujar Riko. Julian memahami perintah sang majikan dengan cepat ia memilih memberikan mobilnya sebab mobil Riko sedang digunakan sang supir pribadi.

Riko meminta Julian untuk memastikan semua sesuai rencana mereka dan tidak ada terlewat. Riko berjalan menuju mobil Julian menuju apartemen yang sudah ia huni enam tahun lamanya.

Sebuah gedung menjulang tinggi, menjadi salah satu gedung mewah di kota ini. Fasilitas, nama, pelayanan dan segalanya yang ada di dalam gedung itu sangat terkenal mewah. Semua memang sesuai dengan yang ada. Semua pemilik apartemen, semua pelanggan hotel selalu puas dengan pelayanan mereka.

Riko menempelkan ibu jarinya di pintu membuat sebuah suara keluar dan kunci pintu itu terbuka. Riko mendorong pintu itu membuat lampu menyala benderang. Riko mengerutkan dahinya ketika apartemen terlihat sunyi. "Emang biasanya gini kan?" ujar Riko yang langsung menuju sofa apartemennya.

"Alisha? Kamu di dalam kamar?" teriak Riko memang seseorang bernama Alisha. Riko menatap ruangan yang tidak banyak berubah semenjak Alisha berada di sini. Mata Riko berhenti di sebuah foto yang terpanjang di sudut ruangan. Foto pernikahan dengan senyum palsu pada masing-masing pengantin. "Dua tahun ya," batin Riko sambil menatap datar foto itu.

Namun mata Riko menatap meja di depannya, sebuah tumpukan kertas yang seharusnya menjadi dokumen rahasia dan tidak bisa diletakkan di sembarang tempat termasuk ruang tamu apartemen ini. "Alisha ceroboh banget," kata Riko yang langsung mengambil dokumen itu.

Sebuah suara seseorang membuka kunci apartemen membuat Riko menatap pintu itu. Alisha, perempuan yang sedari tadi Riko cari. Riko kembali mengerutkan dahinya. Pasalnya, Alisha muncul bukan dari kamarnya tapi dari luar apartemen, ini berarti ia sedari tadi tidak di apartemen. Riko bahkan sampai lebih dahulu dimana ia harus menempuh lima belas menit untuk sampai dan Alisha baru sampai?

"Riko," kata Alisha yang terkejut. Perempuan dengan baju hitam dan rok hitam panjang langsung mengubah ekspresi wajahnya.

"Dari mana Kamu?" tanya Riko kepada Alisha dengan tatapan bertanya. "Cindy, Aku minta Pak Ijong untuk membawa Aku ke apartemen Cindy, karena Aku akan sendiri di sini," ujar Alisha.

"Sudah merasa lebih baik?" tanya Riko kepada Alisha membuat Alisha kembali terkejut. Merasa bahwa ia melihat Riko bukanlah Riko.

"Ya, Cindy merawat Aku dengan baik."

Riko menaikkan dokumen yang tadi ia temukan, "Ceroboh sekali," ujarnya singkat dan langsung menuju intinya. Alisha menyunggingkan senyumannya, matanya terlihat surut seakan cahaya meredup.

"Bukankah sudah tidak perlu lagi? semua sudah terselesaikan, maka selesai bukan?" ujar Alisha membuat Riko mendengus tertawa singkat.

"Ya Kamu benar, kita akhiri sekarang?" tanya Riko kepada Alisha yang masih setia berdiri dengan kedua tangan yang menyatu di depan.

Apartemen yang awalnya sepi tiba-tiba menjadi tegang tiba-tiba saja. Alisha, menatap ubin yang memantulkan cahaya lampu dan bayangannya. Sejuta pikiran sudah ia pikirkan dan ia sudah tahu harus mengambil apa dan ini saatnya.

"Bukankah Aku masih memiliki satu hak keinginan?"

Riko dengan mengenakan jas hitam rapi mengerutkan dahinya. "Kontrak kita sudah habis, Papa Ku telah tiada dan semua warisan sudah jatuh kepada Ku. Dua tahun Aku memperlakukan Kamu dengan baik, apa kupon tidak masuk akal itu masih terus Kamu inginkan?" tanya laki-laki itu dengan herannya.

"Aku tidak menginginkan uang, tidak menginginkan harta apapun, tapi bolehkah hak itu aku pakai disaat terakhir ini? Aku janji berakhirnya kesempatan kupon itu berakhir juga kontrak kita dan Aku akan melupakan semua dua tahun itu," ujar Alisha dengan sangat sungguh-sungguh.

"Anda akan mengabulkan bukan, Tuan Riko yang terhormat?"

Riko melepas jas hitamnya lalu itu menatap Alisha. Bingung sekaligus penasaran. Ia baru kali ini melihat Alisha melawannya dan begitu sangat sungguh-sungguh. Dua tahun pernikahan kontrak mereka ia selalu melihat Alisha yang terpaksa dan tidak pernah apa adanya.

"Baik, setelah keinginanmu terkabul semua kesepakatan kita selesai dan sesuai janjiku, Aku akan memberikanmu dua miliar sesuai janjiku dulu. Katakan apa mau mu?"

Alisha menatap mata suami kontraknya. Suami yang benar-benar menjadi suami baginya walau pernikahan mereka penuh sandiwara. Dia menghargai Alisha sebagai istri walau tidak pernah menyentuh Alisha. Bahkan cap playboy dalam dirinya ikut berhenti selama dua tahun ini, entah demi image yang baik di depan sang Papa atau karena memang menghargai Alisha.

"Seorang bayi dari Kamu. Aku mau Kamu menyentuhku."

Riko menatap Alisha terkejut, sangat terkejut. Untuk pertama kalinya ia mendengar kata itu dari seorang Alisha. Seorang yang sudah menjadi istrinya, resmi secara agama maupun hukum. Dua tahun tidak pernah sekalipun kalimat itu terlontar baik dari Riko ataupun Alisha.

Riko menggulung lengannya, mempertontonkan lengannya yang sangat gagah dan otot yang kencang. Wajar untuk ukuran seseorang yang suka berolahraga. "Alisha Dewi, apa yang Kamu rencanakan?" tanya Riko langsung menusuk Alisha.

"Tidak memiliki rencana apapun Riko."

"Siapa yang menyuruhmu?"

"Tidak ada Riko."

Riko tertawa, ia lalu berdiri dari sofanya, berjalan mendekati Alisha yang berdiri dan terus menatap matanya. "Siapa yang menyuruhmu Alisha? atas dasar apa?" kata Riko yang terus memojokkan Alisha.

"Tidak ada dasar apapun. Bukankah Aku istri sah mu Riko. Dan ingat perjanjian itu Riko, Kamu janji akan mengabulkan semua permintaan jika Aku menggunakan kupon itu," kata berani Alisha yang sangat berani.