Chereads / Alisha dan Riko / Chapter 2 - Alisha Dewi

Chapter 2 - Alisha Dewi

"Cindy!"

"Cindy ini Aku, Alisha."

Alisha menekan bel dan menekan interkom yang mampu menghubungkan tamu dengan penghuni di dalam apartemen. Alisha memegang perutnya yang semakin terasa perih, ia yakin ini akibat ia terlalu memaksakan dirinya hingga lupa bahwa belum ada satupun makan atau minum yang masuk ke dalam pencernaan dalam satu hari lebih.

Pintu terbuka dengan Cindy yang masih memakai masker berwarna hitam. "Mm!!" pekik kaget Cindy karena melihat wajah pucat Alisha.

Dengan menggunakan tangannya, ia menarik Alisha dan meminta Alisha segera masuk. Cindy menutup pintu lalu membawa Alisha menuju kamarnya. "Lapar Cin, boleh minta makan sama minum?" ujar Alisha dengan lemas dan tidur sambil memegang perutnya.

Cindy mengangkat tangannya dan mengisyaratkan untuk segera mengambil makanan. Cindy tak habis pikir dengan satu perempuan itu. Cindy memanaskan makanan cepat sajinya dan membuatkan susu yang untungnya ia miliki. Cindy yang baru saja memasang maskernya langsung menghapus masker sebab ia ingin memaki temannya itu selalu saja begini.

"Lo bosen hidup ya Al? tolong dong mikir juga Lo! ini mag, gimana kalau lambung loh jadi parah ha!? ini kenapa lagi?" tanya Cindy beruntun.

Alisha memakan makanan cepat saji itu, sebuah origini salmon, buah semangka dan segelas susu. "Untung aja Gue masih nyimpen onigiri, Lo tahukan Gue jarang punya nasi, mana pisang lagi habis lagi. Lo itu kenapa sih?" tanya kembali Cindy.

Alisha tersenyum ia lalu menatap Cindy dengan tatapan sedihnya. Cindy adalah teman semasa SMP, tidak sengaja kembali bertemu ketika ia dan Riko menetap di apartemen. "Makasih ya Cin, udah jadi teman dan tetangga apartemen Gue yang paling baik. Terimakasih selalu ada buat Gue ya, kenapa Lo baik terus sama Gue? makasih ya Cin," kata Alisha yang justru tidak menjawab pertanyaan Cindy, melantur saja.

"Lapar bikin orang buffering? udah makan dulu, biar lancar lagi tuh otak," kata Cindy yang menatap aneh Alisha. Alisha tertawa kecil, ia lalu kembali melanjutkan makannya. Cindy selalu menjadi tempat pengembalian mood terbaiknya.

Alisha dan Cindy duduk di sofa dengan Cindy yang akan kembali memasang masker wajahnya. Ia menyiapkan semua alat dan bahannya. "Jadi nanti malam Lo sama Riko bakal pindah ke rumah orang tau Riko dong," ujar Cindy yang ingat bahwa Riko mengatakan akan menetap di rumah orang tuanya.

"Cin, Lo tahukan gimana awal mula Gue sama Riko nikah?" tanya Alisha tiba-tiba.

"Ya ingetlah. Lo, Lo pada itu pasangan aneh eh ternyata beneran aneh. Tunggu, jangan bilang ini masalah kontrak kalian?"

Alisha menundukkan wajahnya lalu ia meremas jari-jari tangannya. "Kalian bakal cerai?" tanya Cindy yang langsung dibalas senyuman kecut dari bibir Alisha. Cindy mematikan mesin pembuat maskernya. "Jujur ya Sha, pernikahan kalian itu bisa terus tahu, perlakuan Riko ke Lo itu beneran spesial loh. Gue bukan penghuni apartemen yang baru tiga dua tahun. Gue kenal siapa Riko, gimana dia di apartemen ini. Riko berubah semenjak ada Lo, Lo gak mau pastiin perasaan Dia ke Lo?" tanya Cindy.

Alisha menghela nafasnya. Jika saja Cindy tahu keseluruhannya, jika Cindy menjadi bagian yang diizinkan tahu segalanya maka aku tebak Cindy akan tahu bagaimana akhir kisahnya dengan Riko. Mereka hanya sedang singgah, definisi singgah, bukan menetap.

"Kayaknya ada yang engga Gue tahu antara kalian berdua atau Lo? hah... bukan hak Gue juga ikut campur, tapi itu saran Gue sebagai orang yang melihat bagaimana sikap Riko yang berubah, nyebelin, sok cool, playboy, pemabuk, dan sombong."

Alisha tersenyum kecil ketika Cindy mengatakan hal itu. Cindy mengenal Riko sebagai seorang brandal berbeda dengan para karyawan yang menilai Riko yang berwibawa. Tapi bukankah sudah sewajarnya begitu manusia?

Alisha kembali menghela nafasnya, ketika ia mengingat sesuatu yang memang menjadi poin utama di sini. "Gue izinin Lo mikir di sini, tapi entar kalau tuh Riko nyari terus nuduh Gue enggak-enggak tanggung jawab Lo, Gue takut sama asistennya tahu."

Alisha menatap Cindy yang sudah memakai maskernya kembali. "Julian orang yang baik," ucap jujur Alisha.

"Buat Gue enggak, serem, mana gak bisa ramah lagi," balas Cindy. Alisha senyum meremehkan Cindy, "Dia baik banget loh, nanti kalau terbukti jangan baper loh," ucap Alisha.

"Dia juga gak tahu kalau kalian berdua nikah kontrak?" tanya Cindy yang mengalihkan pembicaraan. Alisha menggelengkan kepalanya, "Enggak, gak ada yang tahu kecuali Lo, itupun karena Lo yang gak sengaja tahu, mana buktinya di depan kita lagi, jelas dan gak bisa ngelak," ujar Alisha sambil mengingat kejadian itu.

"Salah kalian juga itu," ujar Cindy yang benar adanya.

"Em Cin, kayaknya Aku balik deh, udah mendingan. Makasih ya Cin Lo selalu jadi tempat ternyaman Gue." Cindy mengacungkan jempolnya.

"Maafin Gue ya, jangan kapok berteman sama Gue yang aneh ini. Maafin kalau suatu saat Lo tahu kalau Gue lakuin hal terbodoh di dunia ini. Makasih mau ingat Gue padahal kita udah lama enggak ketemu," ujar Alisha sangat tulus bahkan sampai meneteskan air matanya.

"Apaan ini? hancur entar masker Gue. Jangan sedih dong, dah sana balik," kata Cindy sambil sedikit tertahan oleh masker wajahnya. Alisha memeluk Cindy cukup lama membuat Cindy keheranan. Tidak biasa Alisha seperti ini, ia sangat kenal dengan Alisha yang kuat dan kadang sok kuat. Jarang melihat Alisha benar-benar menunjukkan bagaimana perasaannya yang kadang terlukis jelas di mata dan wajahnya.

"Bye, jangan lupa biasakan sarapan," pesan Alisha yang setiap hari selalu di sampaikan Alisha kepada Cindy.

Alisha keluar dari apartemen Cindy. Langkahnya menjadi sangat berat seiring menuju lift dan akan menuju apartemennya dan Riko. Alisha memegang dadanya, memejamkan matanya erat, ia sakit hati dan sangat sakit hati. Terlalu banyak yang menyebabkan sakit hatinya sampai ia tidak bisa mengeluarkan air mata padahal sungguh nyeri rasanya.

Alisha keluar dari lift namun ia tidak langsung masuk ke dalam apartemen dengan membekap mulutnya agar tangisnya tidak terdengar. Cukup lama Alisha berdiri sambil bersandar di daun pintu. Ia lalu menghapus air matanya berusaha menetralkan kembali ekspresinya, menghapus jejak air mata dan kesedihannya.

"Aku tahu, ini pilihanku, sudah tidak bisa begitu saja lari."

Alisha membuka pintu apartemen, ia sedikit terkejut ketika melihat Riko memegang dokumen yang sangat penting lebih kaget lagi karena Riko berada di apartemen. "Riko."

"Dari mana Kamu?" tanya Riko membuat Alisha tersadar dan kembali bersikap biasa saja. Alisha menutup pintu apartemen lalu berjalan mendekat ke arah Riko. Berdiri dengan ragu menatap Riko.

"Cindy, Aku minta Pak Ijong untuk membawa Aku ke apartemen Cindy, karena Aku akan sendiri di sini," ujar Alisha.

"Sudah merasa lebih baik?" tanya Riko kepada Alisha membuat Alisha kembali terkejut. Merasa bahwa ia melihat Riko bukanlah Riko yang ia kenal.

"Ya, Cindy merawat Aku dengan baik."

Riko menaikkan dokumen yang tadi ia temukan, "Ceroboh sekali," ujarnya singkat dan langsung menuju intinya. Alisha menatap dokumen ia merasakan was-was namun ia menyunggingkan senyumannya, matanya terlihat surut seakan cahaya meredup.

"Bukankah sudah tidak perlu lagi? semua sudah terselesaikan, maka selesai bukan?" ujar Alisha membuat Riko mendengus tertawa singkat.

"Ya Kamu benar, kita akhiri sekarang?" tanya Riko kepada Alisha yang masih setia berdiri dengan kedua tangan yang menyatu di depan.

Apartemen yang awalnya sepi tiba-tiba menjadi tegang tiba-tiba saja. Alisha, menatap ubin yang memantulkan cahaya lampu dan bayangannya. Sejuta pikiran sudah ia pikirkan dan ia sudah tahu harus mengambil apa dan ini saatnya.

"Bukankah Aku masih memiliki satu hak keinginan?" ujar Alisha. Alisha tahu ini akan terdengar bodoh bahkan sangat. Tapi ia harus.

"Kontrak kita sudah habis, Papa Ku telah tiada dan semua warisan sudah jatuh kepada Ku. Dua tahun Aku memperlakukan Kamu dengan baik, apa kupon tidak masuk akal itu masih terus Kamu inginkan?" tanya laki-laki itu dengan herannya.

"Aku tidak menginginkan uang, tidak menginginkan harta apapun, tapi bolehkah hak itu aku pakai disaat terakhir ini? Aku janji berakhirnya kesempatan kupon itu berakhir juga kontrak kita dan Aku akan melupakan semua dua tahun itu," ujar Alisha dengan sangat sungguh-sungguh.

"Anda akan mengabulkan bukan, Tuan Riko yang terhormat?" Alisha menatap Riko yang melepas jasnya.

"Baik, setelah keinginanmu terkabul semua kesepakatan kita selesai dan sesuai janjiku, Aku akan memberikanmu dua miliar sesuai janjiku dulu. Katakan apa mau mu?"

Alisha menatap mata suami kontraknya. Suami yang benar-benar menjadi suami baginya walau pernikahan mereka penuh sandiwara. Dia menghargai Alisha sebagai istri walau terkadang ia sungguh menyebalkan bagi Alisha. Tapi cap playboy dalam dirinya ikut berhenti selama dua tahun ini, entah demi image yang baik di depan sang Papa atau karena memang menghargai Alisha.

Alisha menarik nafasnya, inilah yang sesungguhnya.Tanpa siapapun tahu, Alisha si penyendiri dan tidak terduga. "Seorang bayi dari Kamu. Aku mau Kamu menyentuhku."

Riko menatap Alisha terkejut, sangat terkejut. Untuk pertama kalinya ia mendengar kata itu dari seorang Alisha. Seorang yang sudah menjadi istrinya, resmi secara agama maupun hukum. Dua tahun tidak pernah sekalipun kalimat itu terlontar baik dari Riko ataupun Alisha.

Riko menggulung lengannya, mempertontonkan lengannya yang sangat gagah dan otot yang kencang. Wajar untuk ukuran seseorang yang suka berolahraga. "Alisha Dewi, apa yang Kamu rencanakan?" tanya Riko langsung menusuk Alisha.

"Tidak memiliki rencana apapun Riko."

"Siapa yang menyuruhmu?"

"Tidak ada Riko."

"Siapa yang menyuruhmu Alisha? atas dasar apa?" kata Riko yang terus memojokkan Alisha bahkan laki-laki itu sudah berdiri di hadapan Alisha dan ujung kaki mereka bertemu. Alisha tidak ragu, ia menaikan pandangannya menatap mata elang Riko yang sering ia dapatkan.

"Tidak ada dasar apapun. Bukankah Aku istri sah mu Riko. Dan ingat perjanjian itu Riko, Kamu janji akan mengabulkan semua permintaan jika Aku menggunakan kupon itu," kata berani Alisha yang sangat berani.

"Ya kalau begitu, ayo. Jangan lupakan bahwa Aku penakluk wanita Alisha, Kamu sendiri yang menyerahkan dirimu bukan Aku yang memaksa," ujar Riko dengan tatapan nakalnya. Alisha juga selalu mendapatkan ekspresi itu, ia tidak ragu sedikit pun, benar hanya pasrah.