Chereads / BUKAN SALAH JODOH 2 / Chapter 12 - Payah

Chapter 12 - Payah

Setelah acara pertemuan malam itu, obrolan antara kepala.keluarga Lu dan Vino, mereka berbicara basa basi tentang perjodohan putra dan putri mereka dan itu sampai pada telinga Aoran.

Mendengar hal itu tentu saja pemuda itu girang bukan kepalang meski begitu dia menyembunyikan rasa bahagia yang membuat dadanya berdebar terus, dia seakan lupa kalau dia itu masih anak SMA, oke sebenarnya sebentar lagi dia akan menjadi mahasiswa.

Tidak beda dengan Aoran, kediaman keluarga Lu juga tak kalah girang dan semangat.

Pada acara makan pagi keluarga itu, tuan Lu berkali kali mengulang percakapan basa basi antara dia dan Vino.

"Kau tahu Miran, apa yang sudah dikatakan oleh keluarga Wihelmina, dia sangat suka padamu, sangat kagum akan dirimu, kau tampak seperti Dewi dari kayangan, kau cantik, kau cerdas, dan kau putriku!" Ujar tuan Lu penuh kebanggaan di wajahnya.

"Tuan Wihelmina berbicara bagaimana kalau putranya yang tampan dan gagah itu dijodohkan dengan dirimu, bagaimana menurutmu?" Tanya tuan Lu dengam semangat membakar jiwanya. Nyonya Lu pun demikian, wanita muda yang tampil modis itu bertepuk tangan girang.

"Ya ampun, siapa yang tidak akan terpukau dengan pesona putri kita sayang, tuhan tidak pernah salah memberikan anugrah pada keluarga kita, Miran adalah sebuah keberuntungan.." ujar nyonya Lu tak kalah bangga dan bahagia. Miran sih hanya mengangguk angguk kecil sambil terus menghabiskan menu sarapan diet yang menghidang di hadapana

nya pagi ini. Dia mengedarkan pandangan dan mencari sosok Lily, ketika ia mendapati wajah Lily di depan pintu, Miran langsung tersenyum dan buru buru menghabiskan makanannya.

"Mam, papa.. aku ada tugas pagi, jadi aku harus berangkat lebih cepat!" Ujar gadis itu mencium pipi orang tuanya dan beringas untuk berangkat sekolah.

"Hati hati Miran sayang!" Teriak ibunya was was dengan putrinya, dia sangat berhati hati akan putrinya seperti menjaga telur emas.

Pada depan teras juga ada Lily yang menyambar tas Miran, tapi baik tuan atau nyonya Lu tak ada yang menganggap gadis itu ada, Lily tak ubahnya seperti pelayan pelayan rumah lainnya, bahkan pelayan memiliki nasib lebih baik, mereka mendapatkan upah yang layak, sementara Lily harus bekerja untuk membeli apa yang dia inginkan. Nasib kadang memang tidak adil, tapi siapa yang bisa membantah.

Lily membukakan pintu mobil hingga Miran duduk manis baru kemudian dia ikut masuk ke mobil. Mendapati wajah muram Miran membuat saudarinya itu bertanya tanya.

"Ada apa? Kenapa kau tak tampak ceria seperti malam itu?" Tanya Lily ingin tahu.

"Ah, bagaimana aku akan senang Lily, orang tua kita berbicara perjodohan dan pernikahan, kalau harus menikah dan di jodohkan bukankah itu kau bukan aku, kau lebih tua dariku kan. Lagipula aku tak menyukai pemuda yang kaku dan hanya berpikir tentang hal hal serius, akan sangat menyedihkan menghabiskan sisa hidup dengan pria seperti itukan!" Ujar Miran panjang lebar dengan wajahnya yang tampak jengkel.

"Kenapa? Bukankah musisi muda itu tampak menyenangkan dan membuatmu tergila gila?" Ujar Lily, sebenarnya dia tak begitu paham dengan ucapan Miran, sebenarnya siapa yang akan dijodohkan dengan siapa sih?

"Ya ampun Lily, kau juga membuat aku kesal deh, kalau orang tua itu menjodohkan aku dengan Ocean, tentu aku sudah melonjak kegirangan dan menari nari tahu! Mereka mana tahu kalau aku dan Ocean sudah bertukar nomer dan saling mengirim pesan, kami bahkan akan bertemu!" Ujar Miran berbisik agar pak sopir tak mendengar ucapannya ini.

"Yang benar sjaa?" Lily cukup terkejut dengan pengakuan saudaranya ini.

Miran mengangguk cepat lalu memberi kode agar Lily menutup mulutnya rapat rapat dan tidak akan membocorkan rahasianya ini.

"Jadi berhenti berpikir kalau aku akan di jodohkan dengan putra Wihelmina, aku tidak pernah berpikir akan bisa dekat apalagi sampai menjadi kekasih dan istrinya.." ujar Miran merinding ngeri. Lily hanya menggeleng mendengar ucapan saudaranya ini.

Tapi ucapan miran tak sepenuhnya salah sih, Aoran pemuda yang sulit di tebak dan kurang fleksibel sementara Miran anaknya suka berbuat seenaknya, jadi entahlah.. Lily merasa mereka mungkin sedikit kurang cocok. Tapi dia mengingat bagaimana Aoran menatap Miran dan itu membuatnya iba. Jadi ini yang dinamakan cinta bertepuk sebelah tangan?

Miran akhir akhir ini memang menjadi pusat perhatian, ditambah lagi kali ini, saat sebelum jam istirahat tiba seorang pemuda mengejutkan seisi kelas, bahkan Lily tak bisa menyembunyikan wajah terkejut saat dia melihat dengan matanya langsung kalau Aoran berdiri di depan pintu kelas mereka.

Pemuda itu tak henti menatap ke arah Miran, hingga gadis yang ditatap itu benar benar merasa malu dan tak nyaman, sementara teman temannya malah asik menggoda betapa beruntungnya Miran, karena Aoran bukanlah pria manis yang rela menunggu seorang gadis hanya sekedar untuk mengajak makan siang bersama.

Hari itu Miran dan Aoran makan siang bersama meski tak sepenuhnya bersama, Miran menarik lengan Lily dan memaksa saudarinya itu untuk bergabung dengan mereka di meja yang sama, tentu saja Lily tak bisa menolak ajakan Miran tapi dia juga tak bisa mengabaikan Aoran yang sudah berharap bisa makan siang berdua dengan si cantik Miran, alhasil Lily makan bersama mereka dengan sedikit menjaga jarak dan mencoba mengabaikan suasana kaku diantara ketiganya siang hari ini.

"Miran.. emm.." Lily mempercepat lahapannya, dia benar benar ingin menghilang dari meja ini, dia berusaha menutup Indra pendengarannya tapi tetap saja dia bisa mendengar suara gugup Aoran yang mencoba membuka obrolan dengan Miran setelah mereka menghabiskan waktu bersama dalam diam dan hanya terdengar bunyi denting dari sendok yang menyentuh baki makanan.

"Apa.. apa kau suka menonton?" Tanya Aoran dengan suara yang tampak aneh dan raut wajahnya juga tak kalah aneh, Lily bisa melihat tangan Aoran bahkan gemetar, dia bisa menerawang kalau telapak tangan itu juga basah dengan keringat, menyadari betapa gugup pria di hadapannya ini membuat Lily ikut cemas. Dia berharap Miran tidak menjawab dengan ketus dan membuat Aoran kecewa.

"Menonton?" Tanya Miran dengan bola mata membulat, dia membayangkan konser musik akustik dari idolanya, ah.. dia membayangkan syair romantis yang membuat perasaannya meleleh.

"Yaaa.." jawab Miran sambil menghayal wajah pria idolanya itu yang tersenyum manis.

"Ba, baiklah kalau begitu, bagaimana kalau di teater satu gedung x, aku akan menyewa satu studio, bagaimana dengan film thriller terbaru, membunuhmu sampai mati?"

Prang!!

Sendok di tangan Miran terjatuh, wajahnya yang sumringah berubah kaku. Lily menatap wajah saudarinya dengan air wajah cemas.

"Aduh!" Ujar Miran meringis sakit sambil memegangi perutnya. "Perutku sakit sekali.." ujar gadis itu dengan keringat dingin di dahi.

Lily segera menyingkirkan makanan dari hadapan Miran, dia membawa saudarinya itu untuk bangkit dari tempat duduk dengan hati hati sementara Aoran tampak bingung bercampur cemas.

"Biar aku antar ke UKS.." ujar Aoran mencoba membantu Miran, tapi Miran menolak.

"Biar aku saja.." ujar Lily meminta pengertian Aoran.

"Tapi.." Aoran masih mau ikut campur, Lily menarik nafas dalam lalu menatap wajah Aoran yang tampak kebingungan.

"Aoran, Miran phobia dengan darah, dark, film action, thriller dan sebagaimana.."

"Lily.." lirih Miran memohon, sepertinya dia benar benar sakit perut dan mual saat ini, jadi berhenti membicarakan semua itu.

"Permisi.." ujar Lily kemudian membawa Miran dari hadapan Aoran.

Ah.. pemuda itu bukan cuma mencuri topik diantara para siswa karena sudah menunggu di pintu kelas, dia juga membuat gadis primadona sekolah sakit perut karena tidak bisa memilih topik obrolan.

"Sudah di bilangkan, dia tampan dan cerdas, tapi gadis mana yang tahan dengan sikapnya itu?" Bisik bisik tetangga, mulai menyebarkan rumor betapa kaku dan dinginnya Aoran.

Pemuda itu hanya bisa menahan kesal, dia benar benar payah!

****