"Jangan tertawa! Tidak lucu!" bentak Milly. Tidakkah ia tahu bahwa wajahnya sangat menggemaskan saat sedang marah.
"Galak sekali sih. Kamu tidak suka melihatku memasak?" goda Nick.
"Tidak! Kamu tidak usah memasak lagi di sana! Aku tidak suka!" Milly melipat tangannya di dada dengan wajah yang kesal.
Sepertinya ia mulai paham situasi saat ini. Nick mendekat, Milly malah mundur. Ingin sekali Nick menciumnya. "Kamu pasti cemburu kan."
"Cemburu?" Milly melebarkan matanya. Ada sedikit rona kemerahan di pipinya. "Kamu bicara apa? Aku hanya tidak suka melihatmu naik panggung. Itu saja. Kamu tampak... agak sombong. Ya, kamu terlihat sombong dan menyebalkan."
"Sungguh?" Nick menyunggingkan senyum separuhnya. "Apa aku tampak sekeren itu? Ayo akui saja. Kamu cemburu kan?" Nick semakin maju mendekati Milly dan Milly kembali mundur.
Wanita itu mengerjap-ngerjapkan matanya dengan gugup. "Mereka terus menerus menarik-narikmu. Lalu... lalu mereka... foto-foto. Kita saja tidak pernah foto bersama." Milly mencebikkan bibirnya. "Kenapa mereka boleh foto denganmu sementara aku tidak? Kamu tidak usah naik panggung lagi. Masak saja di dapur hotel. Tidak usah pergi ke mana-mana lagi."
Nick tersenyum karena sikap protektif Milly yang begitu manis. Ia tak tahan lagi. Milly tampak semakin menggemaskan. Hidung mancungnya benar-benar menggoda untuk digigit. Nick menyentuh alis Milly, mengelusnya, kemudian turun ke pipi. Rasanya halus sekali. Lalu ia menyentuh bibir indah dan lembut itu. Milly terkesiap. Matanya hijau zambrud itu melebar, menatapnya seolah ketakutan.
"Jangan takut, Milly. Aku hanya ingin..." Nick mendekatkan wajahnya. Milly kembali mundur. Nick merengkuh wajahnya dengan sebelah tangan. Wajah mereka semakin dekat. "Bolehkah?"
Milly mengerjapkan matanya beberapa kali. Sikapnya sedikit demi sedikit mulai lebih tenang. Perlahan matanya terpejam. Dengan lembut ia mencium Milly, menghisap bibir atasnya hingga Milly membalas ciumannya. Nick mendekapnya erat. Betapa Nick sangat menyayanginya.
Nick melepaskan diri, mata Milly masih terpejam seolah menunggunya untuk menciumnya lagi. Nick mengabulkannya. Ia menciumnya sekali lagi dengan lebih singkat.
"Milly, aku sangat merindukanmu. Jangan sampai rasa cemburumu membuat pertemuan kita jadi tidak menyenangkan. Aku akan melakukan apa saja untuk membuat senyummu kembali. Kamu mau kan tersenyum untukkku?"
Akhirnya seulas senyum terbit di bibirnya yang manis. Milly adalah hal terindah dan tercantik yang pernah ia miliki.
"Kamu cantik sekali kalau tersenyum." Nick memujinya.
Pipi Milly merona cantik. "Trims," jawabnya singkat.
"Tunggu sebentar ya. Aku mau ganti baju dulu. Setelah ini aku akan mengajakmu makan di suatu tempat." Nick melepaskan baju kokinya. Milly terkesiap.
"Nick! Kamu mau buka baju di sini?"
"Memangnya kenapa? Kan tidak ada siapa-siapa. Lagipula ini memang ruangan ganti baju."
Milly berusaha menutup wajahnya, tapi sesekali mengintip di balik jari-jarinya. Sangat menggemaskan.
Nick merapihkan kemeja kokinya, memasukkannya ke dalam tas. Lalu memakai kaus polos abu-abu dan jaket jeans kesukaannya.
"Sudah. Kamu tidak usah mengintip. Kamu boleh menatapku sepuasmu."
"Kenapa aku harus menatapmu?" Milly menatap nanar ke arah perut dan dadanya. Ia tampak seperti yang menelan ludah.
Nick tersenyum lebar. "Memangnya kamu tidak mau melihatku? Perut gendutku yang dulu, sekarang sudah menjadi roti sobek. Kamu mau mencobanya?"
Milly tersenyum simpul. "Aku mau yang rasa keju."
Nick tertawa pelan. "Ayo kita pergi dari sini! Aku mau mengajakmu ke suatu tempat. Eh tunggu sebentar." Nick mengeluarkan ponselnya. "Ayo kita foto."
Nick merangkul Milly, mengarahkan ponselnya. Nick tersenyum lebar. Milly juga tersenyum, cantik sekali. "Oke. Sekali lagi ya." Sebelum Nick menekan tombol foto, ia mencium pipi Milly. "Sudah. Kamu tidak perlu cemburu lagi ya."
Milly menyikutnya. Pipinya merah padam. Mereka berjalan bergandengan menuju ke parkiran mobil. Tiba-tiba Milly berhenti di tengah jalan. "Oh tidak! Aku berjanji akan menemui Helen dan Ika di Cibadak."
"Oh. Kamu sudah ada janji. Ya sudah kalau begitu kita ke Cibadak saja."
Milly menyeringai. "Eh sebaiknya aku pergi sendiri saja. Kamu tidak usah ikut."
"Memangnya kenapa? Ika juga kan teman sekolahku dulu. Tidak salahnya jika kita mengadakan sedikit reunian."
"Bukan maksudku..." Milly tampak kesulitan memilih kata-kata. Ia menggaruk kepalanya. "Mmmm... Itu masalahnya Helen sedang... dia sedang tidak mood dengan urusan laki-laki. Aku tidak enak jika mengajakmu ke sana, sementara dia sedang patah hati."
"Jadi kamu mau aku bagaimana?"
"Sebaiknya kamu pulang saja. Kita bisa bertemu lagi besok. Aku bisa pergi sendiri."
"Kamu mau ke sana naik apa?"
"Taksi online. Tadi juga aku ke sini naik taksi online."
Nick langsung menarik tangan Milly menuju ke mobilnya. "Tidak aman kalau kamu pergi sendirian malam-malam. Memangnya kamu sudah sering ke Bandung sebelumnya?"
"Ini pertama kalinya aku ke Bandung. Aku kan bisa pakai GPS."
"Lupakan saja. Biar aku yang antar kamu ke Cibadak."
Mereka tiba di mobil sewaan Nick. Dengan enggan Milly masuk ke dalam mobil. Nick menyalakan mesin, lalu mereka berangkat.
Milly menekan layar ponselnya lalu menelepon. "Halo Helen! Urusanku sudah selesai. Sekarang aku mau ke Cibadak." Hening sejenak. "Apa? Jadi kalian sudah selesai makan? Kalian ada di mana sekarang? Di mana itu Setiabudi?"
"Itu jauh sekali, Mil," jawab Nick.
Milly memberinya tanda untuk diam. "Hah? Bukan siapa-siapa. Eh kalau begitu kalian akan pulang ke hotel jam berapa? Oh. Begitu ya. Baiklah. Hati-hati di jalan ya. Aku? Aku baik-baik saja. Aku sedang..."
Nick meliriknya, kebetulan Milly juga sedang meliriknya. "Uhm… aku sedang bersama Nicholas."
"Apa? Kamu serius?" Suara Helen terdengar sampai ke kuping Nick. Milly menjauhkan ponselnya sedikit.
"Besok aku akan cerita. Iya. Iya. Ya sudah. Bye." Milly memasukkan ponselnya ke dalam tas. Nick sempat melirik jika baterai ponsel Milly tinggal lima persen lagi. Sebentar lagi pasti mati.
"Apa rencanamu sekarang?" tanya Nick.
"Aku tidak tahu," jawab Milly tegang.
"Ikutlah denganku. Kamu belum makan kan? Aku akan menyiapkan sesuatu yang spesial untukmu."
Milly mengangguk sambil tersenyum. Nick merasa senang sekali bisa menghabiskan malam ini bersama dengan Milly. Ini sungguh anugerah bisa bertemu dengan Milly di Bandung. Padahal ia sudah tidak bersemangat saat harus melakukan demo masak sambil dikerubuti oleh banyak ibu-ibu genit yang lebih suka mengambil foto dengannya daripada serius mencatat resep masakan dan cara memasak yang baik dan benar. Milly benar-benar penyemangatnya.
Nick berbelok menuju ke parkiran Hotel Poseidon. Milly tampak bingung. Ia memajukan badannya untuk dapat melihat jalanan dengan lebih jelas.
"Dari mana kamu tahu aku menginap di sini?" tanya Milly bingung.
Nick bahkan merasa lebih bingung lagi. "Aku tidak tahu. Memangnya kamu menginap di sini?"
"Ya!" seru Milly. "Helen dapat tiket hotel gratis dari aplikasi."
Senyum samar mengembang di bibir Nick. "Berarti kita memang sangat berjodoh. Aku juga menginap di sini secara gratis."
Bagaimana tidak gratis. Hotel ini kan milik kakak iparnya.