Tapi Nick tidak berani melanjutkan adegan berbahaya itu. Ia harus sanggup menahan diri. Nick bangkit berdiri kemudian berjalan menuju ke kamar mandi. Kejantannya protes keras ingin segera diledakkan. Tapi ini sama sekali bukan saat yang tepat. Dengan terpaksa Nick membiarkannya turun sendiri hingga ke bentuk semula. Air dingin dari keran dengan cepat membatalkan keinginan untuk meledak.
Selesai berpakaian, Nick menghampiri Milly. Ternyata kekasihnya itu sudah terlelap di sofa. Wajahnya benar-benar polos sekali saat sedang tidur. Nick tidak ingin membangunkannya. Milly pasti lelah sekali setelah perjalanan dari Batam menuju ke Bandung.
Seharusnya Milly tidur di kamarnya sendiri. Lantas apa yang harus Nick lakukan? Kamar Milly jauh sekali. Kamarnya di lantai dua belas, sedangkan kamar Milly di lantai tiga. Naik lift memang cepat. Tapi ia tidak sanggup harus menggendong Milly sampai ke kamarnya.
Haruskah ia mengantar Milly ke kamarnya? Nick memutuskan untuk membiarkan Milly tidur di kamarnya malam ini. Nick menggendongnya menuju ke kasur. Ia menyelimuti Milly, lalu mengecup dahinya.
"Goodnight, Milly. I love you."
"I love you too," desah Milly.
Nick terkejut. Apakah Milly belum benar-benar tidur? Nick terdiam, menunggu. Yang ada hanya suara dengkuran pelan. Milly benar-benar sudah terlelap. Sepertinya Milly selalu menjawab pertanyaan di setiap tidurnya. Nick akan mengeceknya.
"Milly?" Tidak ada jawaban. "Kamu suka makan nasi tidak?" Nick menunggu. Milly masih mendengkur. "Adikmu namanya siapa?"
Lama sekali, tidak ada jawaban. Ya sudah. Milly memang sudah tertidur. Nick tidak akan mengganggunya lagi.
Keesokan paginya Nick terbangun. Sesuatu memukul-mukul kepalanya. Nick berusaha membuka mata. Milly duduk di sebelahnya. Dengan wajah kesal ia memukul wajah Nick dengan bantal.
"Ayo bangun!" seru Milly.
"Hentikan, Mil!" Nick menahan wajahnya dari serangan bantal.
Cepat-cepat ia meremas bahu Milly. Kekasihnya terkejut setengah mati saat Nick menghempaskan tubuhnya ke kasur di sebelahnya. Nick menindih tubuh Milly di atasnya. Tangannya memenjara Milly di kiri kanannya. Senyum Nick mengembang.
"Kamu mau apa?" tanya Milly takut-takut.
Wajah Milly tampak begitu tegang. Ia meremas bantal di dadanya erat-erat. Nick memperhatikan wajahnya. Hidungnya yang mancung mencuat bagaikan menantang Nick untuk mengigitnya. Ia selalu ingin melakukannya.
"Kenapa kamu memukul wajahku dengan bantal?" tanya Nick sambil menyipitkan matanya.
"Aku... Bagaimana aku bisa tidur di kamarmu?!" protes Milly. "Kamu pasti berbuat macam-macam padaku! Ya kan?" Milly melotot padanya.
Nick terbahak. "Seingatku, semalam kamu yang berbuat macam-macam padaku. Kamu melepaskan kausku, meraba-raba dadaku, lalu menyerangku dengan ribuan ciuman sampai aku tak tahan lagi."
Milly terkesiap, ia menutup mulutnya dengan tangan. Wajahnya memerah seperti tomat. Nick tersenyum lagi. Ia melepaskan tangan Milly dari mulutnya, lalu mencium bibirnya dengan lembut dan singkat. Kemudian Nick melepaskan diri, membantu Milly untuk duduk.
"Kamu tertidur di sofa semalam," kata Nick menjelaskan. "Jadi aku memindahkanmu ke kasur. Kamu tidur seperti anak kecil. Perjalanan dari Batam ke sini pasti membuatmu lelah sekali, ya kan? Tenang saja. Aku tidak melakukan apa-apa padamu."
"Benarkah?" Wajah Milly masih merah.
"Tentu saja." Nick mengangguk dengan yakin. "Aku mana berani menyentuhmu. Kita belum menikah."
Milly mengulas senyum manisnya. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Nick. Dengan senang hati Nick memeluknya. Ia mencium kepala Milly. Rambutnya agak bau. Sejak kemarin Milly belum mandi.
"Milly, apa kamu mau mandi? Aku bisa meminjamkan kausku, kalau kamu mau."
"Baiklah."
Beruntung Nick bisa menginap di sini. Kamar mandinya ada dua. Jadi ia tidak perlu menghabiskan waktu untuk menunggu giliran mandi dengan Milly. Nick selesai mandi lebih dulu. Tak lama kemudian Milly keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk. Kausnya tampak longgar di badannya.
"Ayo kita sarapan!" Nick menarik tangan Milly. Tapi Milly menahannya.
"Sebaiknya kita jangan sarapan di buffet."
"Memangnya kenapa?" Nick memandang Milly bingung.
Milly tampak menyeringai. "Kamu bisa memasak sesuatu untukku di sini kan. Mmm... bagaimana kalau kamu membuatkanku roti sobek rasa keju?"
Nick terkekeh. "Membuat roti itu butuh proses yang cukup lama. Aku sudah lapar dan sedang tidak ingin memasak. Kita makan di buffet saja ya."
Milly mengerang. Bahunya merosot.
"Ada apa, Milly? Kamu tidak suka makan di buffet? Makanan di sini enak-enak loh. Kamu harus mencobanya. Aku kenal dengan chef di sini."
"Ya sudah kalau begitu." Milly akhirnya menurut untuk sarapan di buffet.
Mereka turun dengan lift bersama-sama. Kekasihnya tampak gelisah sejak tadi. Nick tidak mengerti mengapa Milly bersikap seperti itu.
Nick mengambil kentang wedges, jagung rebus, dan steak ayam dibalur creamy sauce untuk Milly. Ia sendiri lebih suka sarapan dengan nasi. Milly melirik ke sana ke mari. Makannya benar-benar tidak tenang.
"Kamu kenapa, Milly?"
Milly menyeringai, kemudian ia melihat sesuatu di balik bahu Nick, cepat-cepat Milly menunduk, membenamkan wajahnya di paha Nick. Ini sangat mengejutkan. Sebenarnya Nick senang-senang saja jika Milly mencium pahanya sekalipun, tapi ini tempat umum. Apa yang sebenarnya Milly lakukan? Nick mencoba menariknya, tapi Milly mengeraskan badannya.
"Milly, jangan seperti itu!"
Milly menoleh. "Tolong aku! Jangan sampai teman-temanku melihatku di sini."
Ya ampun. Akhirnya Nick mengerti kenapa Milly bersikap seperti itu. Nick berbalik perlahan untuk melihat. Di sana. Ika dan temannya yang kemungkinan bernama Helen sedang mengantri untuk mengambil makanan.
"Milly, kamu tidak perlu seperti ini. Sungguh. Tidak ada gunanya. Ika juga kan mengenalku." Nick berkata pada Milly.
Milly mendecak kesal. "Sudah kubilang. Seharusnya kita sarapan di kamarmu saja."
"Jadi menurutmu, apa sebaiknya kita kembali saja ke kamar? Aku bisa memesan sarapan dari kamar kalau kamu mau." Nick mengangguk perlahan.
"Kenapa kamu tidak memikirkan hal itu sejak tadi?" protes Milly.
Entahlah. Sebenarnya Nick tidak berpikir jika sarapan pagi di buffet bersama Milly akan menimbulkan bencana. Semua ini di luar dugaannya.
"Hei. Aku tidak mengerti mengapa kamu bersikap seperti ini. Aku bertanya terus dari tadi dan kamu tidak menjelaskan apa-apa. Memangnya kenapa kalau teman-temanmu melihat kita sarapan bersama?"
Pertanyaan bagus. Itu memang benar. Memang apa masalahnya? Apa karena malu? Untuk apa Milly merasa malu sarapan bersama dengannya?
Nick mendongak. Terlambat. Mereka tidak ada kesempatan untuk kabur lagi sekarang.
"Nicholas, aku tidak pulang semalaman. Lalu tiba-tiba aku ada di sini, sarapan bersamamu, memakai kausmu. Apa yang akan mereka pikirkan?"
Nick menunduk untuk menatap Milly dengan wajah tanpa ekspresi.
"Milly!" seru Ika.
Milly tersentak kaget hingga ia duduk tegak. Ia menoleh. Helen dan Ika melongo menatap mereka berdua sambil memegang piring yang penuh dengan makanan.
"Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Helen. Ika. Aku... aku..." Milly mulai tergagap lagi.
"Kami sedang sarapan bersama. Kalian mau bergabung bersama kami? Kursi di sini masih kosong."
"Baiklah kalau begitu," kata Ika.