Jilid 1 | Chapter 09 - Kemenangan mutlak tanpa Reserve.
Sebelumnya keberuntungan tidak memihak pada kami, kami dikejutkan oleh serangan mendadak batu raksasa turun dari langit di tengah jalan. Pada saat kami semua sampai di hutan Nelka, sudah ada monster bertubuh besar dan tinggi yang menyambut kedatangan kami. Sudah tiga puluh menit berlalu, dan kami masih mencari cara mengalahkan monster bertubuh besar, tinggi, berkepala banyak dan tangannya yang tak terhitung.
"...Ahhhh."
Secara bersamaan kami menarik napas dalam-dalam, dan membuangnya lagi dalam beberapa detik. Lanjut dengan menggenggam erat kedua tangkai pedang, mempersiapkannya untuk mengeluarkan «Claymore» warna perak dan hitam lapis lazuli.
Perlahan kutarik keluar pedang dari sarungnya warna hitam dan putih keemasan, habis itu mengambil pose satu tangan di atas dan dan tangan lainnya sejajar dengan bagian tengah tubuhku sambil memperhatikan musuh.
Angin dingin seketika bertiup ke dalam hutan Nelka yang gelap dan mengguncangkan seluruh bumi di dalam visinya.
"Kruaaaaahhhhhhh!!"
Bersamaan dengan teriakan yang terdengar keras menggema ke seluruh hutan Nelka, sang hecatoncheires melompat maju. Di ujung mata pedang raksasanya membentuk sejajar yang tajam menuju ke arahku. Sebuah kilat cahaya menyala dari lintasan lurus pedang raksasanya. Itu kemampuan pedang kelas bawah, dengan cara menusukkan ujung mata pedang ke leher musuhnya. Pedangnya mampu menempuh jarak 4 meter dalam waktu 0,5 detik.
Tapi, aku telah menantikan serangannya itu.
"Ha …!!"
Dengan teriakan singkat, ku ayunkan pedang secara horizontal. Crashhh! Pedang logam bermata tunggal tersebut membentur bilah baja warna lapis lazuli. Ketika pedang raksasanya membentur pedang baja milikku, aku bisa merasakan dorongan yang padat menghantam udara.
Krakk— suara itu berasal dari bawah kakiku yang menginjak sebuah ranting. Aku menahannya sekuat mungkin lalu mengerahkan seluruh tenagaku untuk membuat celah. Bunyi dari logam dan baja saling mendesing sehingga mengeluarkan percikan api di setiap ujung mata pedang keduanya.
"Elizabeth sekarang!" Teriakku keras di depan.
Untuk waktu sebelumnya, Elizabeth melepaskan mantra sihir Astralnya untuk membangkitkan golem dikombinasikan bersama tombak es biru berkilauan di udara.
Aku mendengar suara itu, merasakan kehadirannya, yang menjadi masalah adalah sakit yang tajam mengalir di punggungku. Aku tidak mampu menahan serangannya yang amat kuat. Makhluk jelek itu tidak memiliki bakat apapun dalam menggunakan pedang, dia hanya mengayunkan pedangnya jika musuh ada di depannya. Tapi itulah yang membuat kelemahannya semakin terlihat.
Posisinya ada di bahu golem, di belakangnya terdapat sepuluh tombak es yang besar dan tajam di udara. Dengan menggunakan kekuatan es astralnya, dia mereformasi rudal jarak pendek dan membuat itu menusuk lengannya.
"Ruin golem, mulailah dengan makhluk itu!"
Di isyaratnya menunjuk jarinya tertuju pada makhluk tersebut, seketika bumi bergetar dan bergemuruh ketika golem itu berlari cepat menuju hecatoncheires, tangannya mengepal ke atas bertransformasi terlihat seperti gyratory crusher.
Pada saat yang bersamaan, es birunya menyebar di sekitar lengannya. Tangannya masih memegangi tangkai pedang logam raksasanya, namun itu sudah menjadi melemah akibat terkena tombak es yang tajam menusuk di lengannya dan mengeluarkan cairan darah, tetapi bukan darah merah yang keluar melainkan cairan hitam yang keluar mengalir. Makhluk itu menjerit dengan suara pelan.
Di tangan, aku bisa merasakan pertahanannya yang semakin melemah. Tetapi pedangku tidak berhenti, punggungku mulai merasakan sakit terlalu lama menahannya. Aku berusaha mencari celah dan titik butanya, namun tidak ada hasil. Makhluk itu, selain mempunyai kepala yang banyak, tentu matanya dua kali lebih banyak dibandingkan menghitung jumlah kepalanya.
Pada saat di perhatikan baik-baik, hanya ada satu titik buta yang dapat melumpuhkannya sekali serangan. Aku tahu itu, yaitu kakinya.
"Raaargh!!"
Bersamaan dengan sisa tenaga yang dimiliki makhluk jelek itu, setelah terkena tombak es yang menyerangnya dengan kapasitas kemampuan astral, dia berteriak dengan marah atau mungkin ketakutan dan mengangkat tinggi-tinggi kedua pedang logam raksasanya ke udara.
Rangkaian seranganku telah selesai, kupastikan pedangnya tidak mengenai diriku pada saat dia mendarat aku akan memotong kakinya.
Di saat waktu yang bersamaan, getaran di permukaan bumi menggema ketika golem itu melompat dan melayang di udara dengan tangan transformasinya. Pedangnya yang sedang mengayun ke depan tiba-tiba berbalik arah dan mengenai jantungnya—Titik kelemahan di bagian Vitalnya.
"Eh?!" Elizabeth terkejut.
Namun golem tidak dapat menghentikan serangannya, dan menghantam seluruh tubuhnya sampai kehilangan keseimbangan lalu terjatuh dengan getaran yang menggoncang tanah.
Tubuh yang besar itu terjatuh, meninggalkan jejak asap di udara kemudian secara perlahan memudar.
Ini adalah (kematian) di dunia ini, singkat dan cepat, kemenangan mutlak tanpa syarat.
Aku bisa melihat tubuhnya mengeluarkan cairan dan asap, namun itu tidak tercium bau seperti aroma yang tidak sedap, dan menebaskan kedua pedangku ke bawah sebelum menyarungkan pedangku di sarung yang berada di punggungku. Aku mundur untuk beberapa langkah mendekat ke arah Elizabeth dan menjatuhkan pinggulku ke tanah dan perlahan terduduk.
Lalu aku menghela napasku yang kutahan sedari untuk merangkai sebuah serangan berikutnya. Keningku mulai terasa pening, dan punggung terasa nyeri. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku beberapa kali untuk menghilangkan rasa pusing dan memandang langit.
Di atas tidak ada cahaya matahari yang dapat menembus hutan Nelka ini, terlalu tinggi dan besar meskipun hanya ranting yang bertumpuk. Aku tidak tahu jam menunjukkan waktu siang atau sore. Aku dan Elizabeth harus segera keluar dari hutan ini dan melanjutkan perjalanan menuju kota Anastasia meski harus berjalan kaki.
"Wah, wah. Kalian hebat."
Tiba-tiba ada suara entah dari mana asalnya mengucapkan kata itu dengan riang— suara itu berasal dari samping, seseorang mendekati kami sambil bertepuk-tepuk tangan riang.
Ketika aku melayangkan pandangan menyamping, aku melihat seorang pria berkostum formal serba hitam panjang, dan wajahnya disembunyikan oleh topeng logam.
Refleks aku terkejut dan langsung berdiri dan menatap tajam ke arahnya.
"Siapa?"
Trak— itu suara langkah kaki oleh Elizabeth yang menginjak ranting berjalan mendekatiku dari belakang. Titik kami semakin mendekat, dia sekarang sudah berada didalam jarak yang sangat dekat di samping wajahku.
"Berhati-hatilah, dia orang yang aneh..."
Elizabeth berbisik. Kau terlalu dekat! Itulah yang ada benakku saat ini.
Aku mengangguk paham mendengar apa yang dikatakan Elizabeth. Biasanya ketika ada seseorang lagi bertarung, pasti ada seseorang lagi di balik bayangan, kiasnya seperti satu A bertarung dan satu B menonton.
Namun, Elizabeth sama sekali tidak berpindah dari posisinya sekarang.
"... hei, bolehkah aku mengatakan sesuatu."
"Ya, katakan saja."
"Kau terlalu dekat!" Teriakku mendorong tubuh Elizabeth.
Elizabeth melotot kearahku sedikit tapi akhirnya dia menyadari akan hal itu, betapa memalukan dirinya sebagai Putri Kehancuran dari Kedaulatan mendekati seorang Baja Hitam dari Kekaisaran tanpa suatu alasan. Dengan ini, akan sulit untuk menyadari kami tanpa hubungan intim atau dekat di dalamnya.
"Tau ah! ...cik," Elizabeth menghentak kakinya ke tanah dan menaruh jarinya di bibirnya. Setelah itu aku membungkuk lebih rendah mengeluarkan napas lega.
"Apa kalian berdua sudah selesai?"
"Tidak." "Tidak."
Di saat yang bersamaan dan di waktu yang tepat, ucapan kami saling bertumpang tindih dan seketika menatap tajam satu sama lain.
"!... hm," pria bertopeng itu terdengar tertegun dan mengelus-elus dagunya.
Suatu ketika disaat mata kami saling bertemu dan menatap tajam, dengan suara menggeram dan menggerutu muncul aura hitam entah arahnya datang dari mana, itu mengalir pada arus di udara. Kami masih bertatap muka dan—
Sebuah bola api merah meluncur datar mengeluarkan cahaya redup melayang di udara ke arah kami berdua. Pada saat itu kami sebenarnya menyadari serangkaian serangan itu. Di waktu yang hampir bersamaan, kami melemparkan pandangan tajam ke pria bertopeng dan mengatakan.
"Diam!" "Diam."
Elizabeth mengangkat tangannya dan aku mengeluarkan pedang suci berwarna perak sebagai pencegah sihir Astral melalui ruang waktu.
Bersamaan dengan teriakan Elizabeth yang keras, dan perkataanku yang datar. Keduanya mengeluarkan cahaya biru dan kilat ketika pedangku menebas udara secara vertikal. Sebuah cahaya jingga yang menyilaukan menyala dari lintasan tebasanku. Sebuah kemampuan pedang «Sword Skill» kelas atas yang dapat menempuh dan menebas sihir Astral jarak 4 meter dalam waktu 0,3 detik. Dikombinasikan bersamaan dengan sihir Astral es yang dikerahkan Elizabeth membentuk bunga es yang mekar.
"Ha …!"
Dengan teriakan singkat, kuayunkan pedang secara vertikal dari atas kebawah. Pedang tersebut sekarang tertutupi oleh efek cahaya biru di langit, memotong bola apinya melalui udara tipis membelahnya menjadi dua.
Sesaat itu terjadi sekejap dan lenyap, ketika bola api merah tersebut menyentuh bunga es berwarna biru berkilauan di tambah sebuah kilat menebas apinya dan terbelah menjadi dua, sekejap terjadi ledakan dahsyat dengan begitunya api itu lenyap.
Aku bisa mencium bau terbakar dari api yang membara hanya berjarak beberapa senti dari hidungku, dan hawa panas yang membakar kulit putihku.
Kami tidak mendengar langkah kakinya maupun napasnya.
Tetapi pada titik tertentu, pria bertopeng itu berhasil menghindar dan berdiri di udara.
"Oh, spektakuler," komentarnya riang. Dia memberi tepuk tangan seakan sengaja mencoba memprovokasi kami.
"Aku akan mengingat wajah kalian. Bye, selamat tinggal."
Dia lalu melintas cepat di udara lalu menghilang dalam sekian detik. Kami pun terdiam sejenak melihat arah makhluk jelek itu terkapar di tanah.
"Siapa pria bertopeng itu? Ini sangat mencurigakan." Pertanyaan itu jelas muncul sesuai dengan apa yang ada di benakku.
"Apa kamu menyadari sesuatu? Tepat sebelum Ruin golemku menghancurkan makhluk besar itu, dia menyerang dirinya sendiri waktu itu atau semacam sihir mungkin menciptakan angin padat dibuat secara tak terlihat. Bahkan aku pengguna Astral angin saja, tidak dapat merasakannya."
"Itu artinya, bukan berasal dari energi alam melainkan menciptakan angin padat dari energi kehidupan, ya."
"Aku tidak terlalu begitu mengerti. Dunia ini, benar-benar sesuatu."
Ketika mendengar perkataan itu, entah kenapa aku tidak menerimanya.
"Hei, itu kata-kataku!" Aku menyangkalnya.
"Itu salahmu, mengatakan 'sesuatu'. Memangnya ada apa dengan 'sesuatu' itu?" Wajahnya menatapku mengejek membuatku sedikit kesal.
"Karena itu sudah menjadi kebiasaanku di Kekaisaran. Kau tidak perlu mengikutinya!"
Seketika kami diam sejenak dan melihat satu lain.
"Selain itu... kita harus cepat kembali untuk melanjutkan perjalanan dengan teman-teman Zain-san."
Aku pun mengangguk cepat kearahnya, dan bersamaan memutar badan sepenuhnya kebelakang menuju jalur untuk keluar dari hutan. Lalu, untuk makhluk jelek itu kami mengabaikannya. Dan segera menuju tempatnya Zain-san berada.
Berlanjut…
Note; selalu berikan dukungan pada Authornya, dengan cara memberikan «vote» kalian. Agar si Author lebih bersemangat dalam melanjutkan ceritanya!