Jilid 2 | Chapter 15 - Kejadian Ironis.
"Oh, apa yang terjadi?" Kami menggumamkan hal yang sama, karena itulah yang ada dikedua benak kami sekarang.
Aku dan Elizabeth berjuang untuk memahami situasi. Sebuah kereta yang luar biasa meluncur melewati gerbang dan berhenti tepat di depan kami.
"Aku Elaina, Lady's Synthirty of Catherine. Halo."
Sapaannya polos dan singkat, mungkin menunjukkan sedikit kegugupan di pihaknya. Rambut biru Elaina berhenti melewati bahunya. Gaun biru yang sama, dengan rambut biru pendeknya dan mata ungu kecerahan.
Dia…
Seperti Gorgon yang menawan. Kunci mata kontaknya dan kamu akan membeku di tempat, tidak bisa memalingkan muka karena terpesona oleh kecantikannya.
"Omong-omong, ada apa di sini? Seorang putri bangsawan seharusnya tidak diperbolehkan keluar dari kastil. Apa ini atas kemauanmu sendiri, Lesfina Lady's Synthirty adik ke-2?"
"Gahh! Apa yang kakak bicarakan?"
"Seharusnya kamu sudah memahami itu," matanya beralih menuju ke arah Aku dan Elizabeth. "Lalu, kalian berdua apakah temannya Lesfina?"
"Cik," Elizabeth melemparkan pandangannya ke arah Lesfina. "Bukankah lebih bagus menanyakannya langsung pada adikmu sendiri?"
"So," kembali menatap Lesfina. "Kalau begitu ikut aku sekarang. Aku akan menanyakannya kepadamu nanti."
Elaina menarik sebelah tangannya, akan tetapi Lesfina seakan menolaknya.
Namun.
Nasib kecil yang sangat memprihatinkan. Tanpa memberiku waktu untuk mengumpulkan pikiran, pintu kereta perlahan terbuka untuk kedua kalinya.
"Pangeran Achiles!"
Sebuah teriakan itu berasal dari kerumunan yang semakin banyak. Aku bisa dengan jelas mendengar dan mengingat suara itu.
"Ada apa kita tiba-tiba berhenti, Lady's Elaina? Bukankah kastil Katerina masih ada jauh disana?"
Seorang lelaki pemuda, tidak. Dia hanya seorang lelaki dewasa yang terlihat lebih muda berpakaian bangsawan dengan seragam serba putih dibalik jubahnya yang hitam, serta beberapa hiasan dan sepasang pedang digantung di sabuk pinggangnya. Dia terlihat lebih pantas untuk seorang pangeran dengan lambang kerajaan di barang-barangnya.
Rambutnya panjang sedang berwarna perak-pirang dengan pinggiran yang cukup panjang untuk melewati alisnya. Ini lebih pendek di bawah telinganya dan lebih panjang di bagian atas dan telah ditata dalam sedikit variasi. Matanya berwarna biru kristal yang secara bercanda dan lebih serius digambarkan sebagai cantik oleh Obi.
Sang pangeran memiliki tinggi rata-rata, pedang dan sarung tangannya selalu terlihat padanya apakah dia menyelinap keluar atau menghadiri tugasnya. Sarung tangan 'hitam kerajaan' (hampir sama yang kumiliki) selalu di tangan kiri-kanannya dan menutupi telapak tangan dan jari tengahnya.
"Aku hanya berbicara pada saudaraku saja, kebetulan aku melihat dirinya bersama dua orang disana."
"Oh begitu rupanya."
Lelaki pirang itu berjalan dengan loyalitas, memasang wajah menarik, tersenyum dan sok tampan.
"Tunggu, apakah kamu—"
Sebelum dia selesai berbicara, langkahnya sesaat terhenti, ketika seorang gadis bergaun biru melompat dan mengayunkan pedang di belakang leher lelaki pirang itu.
"Aku akan mengambil kepalamu!"
Denyaran memenuhi udara di sekitarnya. Para ksatria pengawal tidak memiliki kesempatan untuk bereaksi terhadap serangan gadis itu. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menahan napas dan mengharapkan skenario terburuknya. Tapi…
Boi-oi-oi-oing!
"Tunggu!? Kenapa kamu menyerangku?"
Aku tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi jelas bahwa pedang dia itu tidak bisa menyentuhnya. Sesuatu yang membelokkan pedangnya.
Gadis itu adalah Lesfina seorang Lady's Synthirty. Bilah pedangnya dan lelaki pirang itu hampir seperti magnet dua kutub utara dan selatan saling berhadapan, namun bertolak belakang. Keduanya akan ditolak mundur jika bilah itu terlalu dekat.
"Apa yang kamu lakukan?"
Dia mengabaikan etiket diplomatik umum dan posisinya sebagai Putri Bangsawan, memberikan komentar kasar kepada lelaki pirang itu. Tapi apapun teguran lebih lanjut yang direncanakan dengan cepat dilupakan begitu dia menatapnya lagi.
"Ah!"
Alih-alih terpukul mundur, dia menabrak kereta mendarat diatasnya. Terkapar dan berusaha untuk berdiri lagi.
"Yang benar saja."
Dia menyiapkan serangan berikutnya tanpa ragu dan berpikir.
"Haaaa!!"
Sepertinya ini belum berakhir, dia melompat dari atas kereta sekali lagi, meluncurkan dirinya sendiri langsung mengarah lelaki pirang itu saat dia maju menuju sasarannya. Kali ini dia yakin kalau lelaki pirang itu mati untuk hak.
"Modarrrr!"
"Achiles... aku akan menyelamatkanmu."
Elaina, beberapa pengawal lainnya, datang membantunya.
"Hei, hati-hati! Apakah kamu bisa menanganinya?"
Elaina mengangguk.
"Lagipula aku ini Lady's Synthirty, dan seorang Kakaknya... dan rencanaku untuk... jika kamu bersamaku sekarang."
Aku tidak bisa mendengar bagian terakhir dari kalimatnya. Tapi tidak waktu untuk disia-siakan, karena gadis bergaun biru itu masih menuntutnya.
"Hei, apa ini perisai?"
"Jangan khawatir. Ah! Oh, oops."
"Apa ada masalah?"
"Artefak miliku, tongkatku ketinggalan didalam kereta."
"HAH!?"
"Tidak masalah. Aku akan memikirkan sesuatu."
Elaina membuang rencananya untuk mendirikan perisai dan menyiapkan dirinya untuk pertempuran fisik. Sikap bertarungnya kurang mengesankan. Tampak jelas bahwa dia benar-benar seorang pemula dalam pertarungan tangan kosong.
Dia pasti akan dicincang dalam sedetik.
"Elaina! Apa yang sedang kamu lakukan!? Pindah! Kamu akan terluka!"
Lelaki berambut pirang itu dengan refleks meraih Elaina dari belakang dan menariknya, menempatkan punggungnya dalam dekapannya antara dia dan pedang melaju tajam.
"Kamu mati!"
Pedang itu menutupi wajahnya, dan…
Boi-oi-oi-oing!
Ditolak lagi.
"Ahh!"
Lendutan tak terduga dari serangan Lesfina berambut perak itu membuatnya melayang di udara dan kehilangan keseimbangan.
Lelaki pirang itu membiarkan Elaina pergi dan melepaskan dekapannya. Hanya untuk melihat Lesfina mendarat. Aku merasa takjub dan bingung. Namun, kali ini sorotan matanya tidak mengarah lelaki pirang itu, melainkan tatapannya mengarah padaku.
Gadis sedingin es mendekat dari belakangku.
"Aku tidak akan membiarkan cacing rendahan menyentuhmu." Elizabeth, sang Putri Penyihir Kehancuran.
"Te—"
Belum lagi untuk berpikir mengatakan 'terima kasih', tiba-tiba di atas terdapat banyak krital es yang membentuk tajam, lalu jatuh seperti hujan.
"Awasi di atasmu!"
Karena hanya aku melihatnya, refkeks aku melompat bersaman mendorongnya pergi, tapi... ketika kami mendarat dan berhasil menghindari serangan itu.
Aku menabrak Elizabeth sebelum dia sempat mengatakan apa-apa. Keduanya terjatuh ke tanah, dengan aku mendarat di atasnya. Ini membuat untuk kedua kalinya kami berakhir dalam jarak yang sangat dekat.
Squishy squishy.
"—?"
"Kyaahh!"
Tangan kananku bersentuhan dengan sesuatu yang lebih lembut dan kenyal. Seketika yang terlintas di benakku hanyalah…
Sampah. Ini lebih buruk.
Bahkan seorang pemuda yang tidak berpengalaman seperti 'diriku' bisa mengetahui yang akhirnya kuraih.
Akan sulit untuk berbicara denganku tentang hal ini. Ini sangat tidak adil! Apakah tidak ada keadilan di dunia ini!? Jika ada Tuhan yang mengawasi aku sekarang, tolong, aku mohon. Segera selamatkan aku!
"Ya ampun..."
Lesfina dan yang lainnya tersentak kaget.
"...."
Aku merasa terdorong untuk diam dengan kehadiran seseorang yang tidak menyenangkan dan Elizabeth berdiri di ujung pandanganku.
Tapi kemudian kenyataan buruk memberiku kebangkitan kasar.
"Kamu bajingan kotor!"
Di sumber suara itu, dia menemukan wajahnya yang merah padam. Dan sedikit lebih rendah, dia melihat tangannya tepat di dadanya.
"I—Ini hanya kecelakaan. Aku bersumpah!"
"Kamu..."
"Tunggu sebentar!"
"Lepaskan dadaku, sudah!"
PLANK!
Awan kecil menghiasi langit yang hangat, dan suara lonceng bergema di seluruh Anastasia. Kerumunan yang telah berkumpul di depan perlahan-lahan bubar begitu gerbang ditutup. Mereka berasumsi bahwa sandiwara yang mereka saksikan adalah permainan yang direncanakan untuk menghibur massa.
Tapi... hasil dari kesakitan aku bersumpah ini nyata.
Berlanjut...
Note: Selalu berikan dukungan pada Authornya, dengan cara memberikan «vote» kalian. Agar si Author lebih bersemangat dalam melanjutkan ceritanya!