Jilid 2 | Chapter 17 - Tragedi Monster.
Sekitar lantai 20 dari ketinggian kastil, kami memutuskan untuk memilih jalur tercepat yaitu, keluar dari jendela.
Secara bersamaan kami melompat ke udara tanpa ragu-ragu. Ketika meluncur jatuh ke bawah, banyak angin menderu-deru telinga dan seragam tempur legiun kami saling berkibar-kibar liar.
Jauh sebelum menyentuh permukaan tanah, kami jungkir balik mengembang di udara, lalu perlahan mendekat dan melekat pada dinding kastil menumpu,kan kedua kaki ditembok. Seperti sebuah busur yang ditembakkan, menginjakkan dinding angin bersamaan kami mendorong kaki dan kepala kedepan, lalu meluncur menembus udara melesat maju melewati asap.
Dinding asap menyelimuti sekelilingku membuat aku tidak dapat melihat dengan jelas situasi kota.
"Napas Sylph."
Sebuah angin padat bertiup dengan ganas. Menghilangkan dinding asap di sekitarku, dan terus bertiup hingga membiarkan penglihatan kami melihat jelas pemandangan kota.
Dari sini aku bisa melihat kota yang luas. Sebenarnya ini adalah kota terindah yang pernah kulihat, tapi sesuatu yang tak terduga menghancurkan sebagian kota yang indah ini. Bangunan yang roboh, jalan yang retak, tembok kota yang tumbang, dan terlihat seperti kota yang sedang dijajah. Lebihnya, monster setinggi dua puluh meter itu mulai merayap dan berjalan tak karuan menuju ibukota dengan masing-masing membawa senjata tajam berupa pedang perunggu.
Pada saat itu, kami mendarat jatuh tepat di atas atap bangunan lalu, segera melompat dari atap ke atap lainnya.
"Humanoid..."
Aku mengangguk mendengar apa yang dikatakan Elizabeth.
Humanoid (bisa dibilang Titan) merupakan makhluk yang memiliki wujud seperti manusia. Namun bedanya dengan manusia biasa adalah bentuk dan tubuh mereka terlalu besar dan masing-masing mereka mempunyai sebuah senjata.
Makhluk humanoid itu dengan cepat menuju kearah sini ketika melihat kami— atau mungkin, hanya dengan mencium keberadaan kami saja mereka langsung menyadari bahwa kami ada di atas atap bangunan.
Titik-titik nya semakin mendekat, mereka sekarang sudah berada didalam jarak pandang kami.
"Hrrrrghrrrr!"
Sebuah teriakan aneh, humanoid itu mengayunkan pedangnya sekali meninggalkan sebuah garis cahaya di jalur ayunannya. Ketika aku melihatnya sambil khawatir dari beberapa langkah didepannya, Elizabeth melangkah kekiri dan kekanan dengan cepat menghindari semua serang dengan elegan.
Aku berputar balik kearah humanoid itu lagi, mempercepat pergerakan mendekat, mengambil kuda-kuda lalu mengubah posisi menjadi longsword satu tangan.
Sementara Elizabeth dan aku saling bertukar arah, sedikit menjauh kebelakang.
Jika ini adalah Rapier yang hanya bermata tunggal, maka aku bisa membunuh tengkorak itu sebanyak dua kali tebasan kilat atau dengan cara menusukkannya. Rapier ini merupakan pedang paling ringan, namun sulit untuk mengatur ayunannya karena bentuknya ramping dan panjang. Pedang-pedang diayunkan dengan kecepatan yang lebih cepat dari mata, itu lebih keren daripada sihir Astralnya.
"Hrrgrr!!"
Dengan teriakan yang sama, humanoid itu mengayunkan pedangnya beberapa kali, itu adalah kemampuan empat kali tebasan berturut-turut. Setelah ayunan penuhnya, aku bisa menghindari semua serangnya, kali ini kesempatanku dan langsung melakukan serangan balasan.
"Ha!"
Dalam kecepatan 0,2 detik, kuayunkan pedang secara horizontal, postur dari humanoid itu agak sedikit goyah. Namun itu sepertinya masih belum cukup untuk menumbangkannya.
Aku mulai mengamati dan memperhitungkan jarak serangannya, meskipun dia hanyalah sebuah makhluk bodoh tapi kemampuannya tak bisa diremehkan. Dia bisa melakukan serangan combo sebanyak empat kali, apa mungkin dia hanya mengayunkannya sembarang agar bisa mengenai musuhnya.
Kurasa begitu.
"Haa!!"
Tusukan dari pedang silver-putih mendarat satu per satu, semuanya dengan tepat mengenai titik vitalnya. Kupikir itu aku sudah menghancurkan kelemahannya, setiap serangan yang kuluncurkan tidak membuatnya tumbang tapi seharusnya jumlah serangan yang kuberikan sangatlah besar.
"Begitu rupanya," aku mulai memahami pola serangannya, "Bagaimana dengan ini?!"
Aku mengganti gaya lalu segera turun dari atap dan langsung berlari menebas empat kali di kaki yang merupakan kelemahannya pada titik butanya. Dengan ujung pedangnya yang lancip yang bersinar putih dengan kilat terang, aku mengirimkan lagi empat tusukan keras di bagian atas dan bawah.
Ini adalah serangan combo sebanyak delapan kali berturut-turut. Ini mungkin adalah [Sword Skill] tingkat tinggi yang dinamakan «Star Splashing». Menyerang tengkorak itu dengan tepat dan cepat dengan pedang Rapier ini yang tipis, yang biasanya tidak efektif melawan musuh seperti ini. Ini adalah bukti dari kemampuan seorang Crossweil Baja Hitam, Kitarou.
Elizabeth berteriak kepadaku, yang sedang berdiri disana seperti orang bodoh, itu seperti kalau dia mempunyai mata di belakang kepalanya.
"Kitarou, lihat disana!"
"Ah, oke!"
Setelah menumbangkannya, humanoid itu jatuh meninggalkan jejaknya, makhluk itu menjerit, ia berubah menjadi butiran asap hitam yang menyebar ke udara, memudar lalu lenyap. Singkat dan cepat, tubuh matinya menghilang sempurna tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Namun, sebuah batu kristal warna hitam berkilau keluar menggantikan tubuhnya yang lenyap.
Sekilas aku hanya melihatnya saja, tidak mempunyai rasa penasaran ataupun mengambilnya. Malahan aku segara menghampiri Elizabeth ke atas atap bangunan sepertinya dia sudah menungguku.
"Ada apa?"
"Lihat itu."
Elizabeth menunjuk kearah depan.
Pantulan cahaya itu dengan cepat menuju kearah sini dalam bentuk barisan dua garis yang berantakan.
"Banyak sekali…"
Elizabeth mengangguknya. Biasanya ketika ada terlalu banyak musuh dalam sebuah peperangan, akan menjadi lebih sulit untuk bertarung, jadi lima atau enam orang adalah jumlah yang ideal.
"Jumlahnya… tak terhitung."
Setelah mengatakan itu, Elizabeth melompat turun ke jalan setapak. Aku mengikutinya. Dengan memakai sepatu both ini, ketinggian seperti ini tidak masalah bagi kami.
Matahari mungkin sudah hampir berada di tempat tertinggi, akibat dari kabut abu tebal yang mengapung di atas membuat pemandangan kota begitu hampa. Elizabeth dan aku menuruni atap dengan cepat sambil memperhatikan sekeliling kami.
Humanoid yang kukalahkan itu ternyata hanyalah bentuk angka 0,1% dari jumlah yang sebenarnya. Makhluk humanoid itu terus bermunculan setiap detiknya, langkah kami terhenti sejenak untuk memikirkannya.
"Dilihat dari jumlahnya… dari mana mereka muncul?"
"Kamu malah bertanya padaku? Sejujurnya aku juga tidak begitu mengerti situasinya—"
"Tunggu. Ada yang datang."
Aku buru-buru mengangkat pedang lurus sejajar dengan dada, dan pada saat yang sama, sesuatu merangkak keluar dari bawah tanah. Elizabeth membangkitkan golem tanpa merapalkan mantranya.
Kami sedang berada didalam pertarungan dan musuhnya sama seperti sebelumnya adalah humanoid berpedang lebih cocok dinamakan
Tapi aku tidak peduli dengan itu.
"Kraa!!"
Sebuah teriakan keras keluar dari mulutku yang mengayunkan pedang secara vertikal sebanyak empat kali tebasan, lalu menebas secara vertikal sebanyak empat kali dengan cepat. Memotong dan memotong, dan aku menusuknya untuk terakhir kali.
"Visiku sementara disini sudah selesai, tinggal bagian Elizabeth yang tersisa."
Sekarang aku mempunyai kesempatan untuk mengamati Elizabeth yang sudah menyiapkan energi sihir Astralnya yang dibutuhkan oleh seorang Penyihir Kehancuran bertarung melawan monster.
"Hrrrrgrrr!!"
"Bangunlah. Hancurkan mereka berkeping-keping."
Di perintahnya sebuah Golem berukuran besar setinggi 10 meter, merangkak dengan cepat dari permukaan tanah, dan melompat setinggi-tingginya melewati sebatas kepala humaoid itu lalu menghantam kuat kepalanya. Bumi langsung berguncang pada saat ia mendarat, dan humaoid itu telah berubah menjadi butiran asap yang meledak menyebar keseluruh udara, lalu keluar sebuah batu hitam yang sama.
Tapi.
Seiring berjalan waktu, humanoid lainnya mulai berdatangan.
Aku berlari dengan kecepatan mengerikan menuju lorong di antara bangunan yang sempit, lalu pada saat di setapak jalan aku melompat antara tiang-tiang bangunan dan berada di atas atap lagi. Bermaksud untuk menyerangnya dari belakang melalui titik buta.
Setelah memastikan kalau Elizabeth telah keluar dari jarak seranganku, aku menerjang dengan cepat kearah musuhku. Kecuali aku adalah seorang ahli seperti biasa, tebasan biasa jauh lebih efektif melawan musuh yang mempunyai banyak celah daripada manusia dilengkapi senjata lengkap. Dalam situasi ini, yang paling efisien adalah senjata bertipe benturan seperti golem. Tapi aku juga tidak mungkin memiliki senjata seperti yang dimilikinya.
Dengan lompatan tinggi, aku menegakkan lurus pedang lancip menusuk kepalanya.
"Haaa!!"
Humanoid itu menangkis seranganku, dengan perisai di tangan kirinya dan percikan cahaya muncul. Tapi ini adalah hasil yang kuinginkan. Musuhnya menjadi terhenti selama beberapa saat setelah menangkis serangan kuat itu. Bisa dibilang kalau dia terkena «Knock Down» tidak bisa segera membalas.
Tentu saja aku juga terhenti setelah mengamati dan mendapatkan serangannya dihentikan, tapi terutama disini adalah celah.
Setelah bangkit, humanoid itu kembali bangun dan melayangkan pedangnya untuk serangan balasan.
Aku menangkis serangan balasannya dengan mudah dan memulai sebuah kemampuan besar untuk mengakhiri pertarungan ini. Dengan melompat aku mengirimkan sebuah serangan kuat dari atas menurun kearah kanan lalu memutar pergelanganku dengan gesit dan menebasnya keatas lagi, mengikuti jejak tebasanku tadi dengan gerakas seperti melakukan ayunan golf. Setiap kali pedangku mengenai tubuh musuh yang sepenuhnya terbuat dari kulit, keluar darah hitam yang bercucuran dan sebuah asap hitam keluar.
Seketika dia berhenti bergerak, lalu meledak menjadi butir-butir asap hitam kemudian keluar sebuah batu kristal berkilau hitam. Akupun segera mendarat dan segera mendapatkan batu itu sebelum jatuh ke tanah.
"Benda apa ini?"
Aku mulai mengamati keseluruhan isi batu kristal tersebut namun— Tidak ada. Ini hanyalah batu kristal yang kosong, tapi menurutku ini indah.
"Buang ah."
Secara sembarang aku membuang batu kristal itu entah kemana. Terlebih dari kejauhan, terdengar suara gemericing, itu adalah bunyi logam saling berbenturan.
Seorang gadis familiar berteriak dari belakang sambil berlari dan sedang menuju kemari.
"Bagaimana keadaanmu disana, apa kamu baik-baik saja?"
Tanpa membalikkan tubuh, aku menjawabnya. Namun dari arah sebaliknya, aku melihat segerombolan barisan orang datang menuju kemari. Mereka semua berpakaian zirah putih dan senjata yang lengkap.
"Ya, aku baik-baik saja," suaraku mengecil diakhir. "Bantuan? Itu berarti seluruh penduduk kota sudah di evakuasi."
"Kita harus melihat siapa mereka. Ayo bersembunyi dibalik tembok bangunan hingga mereka lewat."
"Ya, Kau benar. Ayo cepat."
Aku mengangguknya dengan ekspresi tegang. Kami memanjat ke sebuah tebing besar, lalu meraih salah satu tiang dan melompat ke atasnya. Pada saat itu kami menunduk dibalik tembok hampir setinggi badan kami. Itu adalah tempat yang bagus untuk mengamati pergerakan mereka ketika lewat.
Mereka semakin mendekat dan sekarang sudah berada didalam jarak pandang kami. Tiba-tiba salah satu dari mereka menyuruh grupnya untuk berhenti. Aku membungkuk lebih rendah dan suara langkah kaki terdengar di telingaku.
"Tunggu, berhenti!"
"Ada apa?"
"Sepertinya disini baru saja terjadi pertempuran," kemudian matanya melirik kesuatu tempat dimana itu adalah tempat persembunyian kami. Dia langsung berlari kearah sini, lalu menunduk kebawah untuk mengambil sesuatu.
"Kristal hitam… ini pasti berasal dari makhluk titan yang terbunuh."
Dia berputar balik kembali pada grubnya, lalu menunjukkan kristal hitam itu.
"Kalian tahu berapa harga kristal hitam ini?"
"Kristal hitam!? Kalau tidak salah itu adalah kristal langka. Harganya mungkin mencapai dua juta koin emas."
Mendengar dua juta koin emas, tanpa sadar mulutku terbuka lebar.
"Du-du-dua juta koin emas!? Ka-kaya," mataku terbelalak ketika mengucapkannya.
"... ssh, kecilkan suaramu."
Elizabeth berbisik dan menaruh jarinya di bibirku.
Mereka semua adalah ksatria. Semuanya menggunakan zirah atau armor metal berwarna putih kilau, satyalencana di seragam mereka mempunyai desain yang bagus, dan gambar kastil disetiap perisai mereka yang mencolok.
Enam orang di depan mempunyai one-handed sword dan enam dibelakang mempunyai halberd. Mereka semua mengenakan penutup kepala berubah helm, jadi kami tidak bisa melihat ekspresi mereka. Ketika kami melihat ke dua belas ksatria berjalan dengan barisan yang sempurna, aku sempat berpikir kalau mereka adalah sebuah grup pengawal yang hanya melindungi putri kerajaan.
Aku yakin sekarang. Mereka adalah anggota dari grup besar yang bertugas untuk melindungi kota. Selama beberapa detik lalu, aku menahan napas agar tidak keluar.
Mereka bukanlah musuh bagi kami. Malahan, mereka bisa dianggap sebagai grub paling bekerja keras untuk menghentikan serangan dari luar.
Ke dua belas ksatria itu menghilang menuju kota awal bersamaan dengan suara armor dan sepatu mereka yang menjauh.
Melihat cara mereka bergerak, ini seperti aku melihat beberapa pasukan militer Kekaisaran yang bersiap untuk sebuah perang. Tapi kenyataannya, di dunia membuktikan kalau mereka masih menunjukkan pergerakan yang teratur sangat hebat. Mereka mungkin adalah satuan unit terkuat dari «Kastil Katerina».
Setelah memastikan kalau mereka telah pergi, Elizabeth melepaskan jarinya dari bibirku. Lalu secara bersamaan kami menghela napas lega.
"...sesuai rumornya, sungguhan…"
Elizabeth berbisik padaku saat aku menghindar sedikit menjauhinya.
"Rumor?"
"Huh… kamu pasti tidak mendengarnya bukan? Karena kemarin sore kamu terlalu sibuk mencari tempat untuk menginap namun dapatnya yang sempit itu, dan parahnya lagi kamu tidak sadar kalau aku meninggalkanmu sendirian disana."
"A-aah… kenapa kau malah menyalahkanku, dariawal kaulah yang paling cerewet, ini karena kau 'minta tempat tinggal karena aku tidak suka tidur di luar' begitu katamu kan?"
"Ha?! Sejak kapan aku mengatakan itu?"
Wajahnya mengeras lalu intonasi bicaranya tiba-tiba berubah, terlebih hawa disekitarnya terlalu buruk. Hal ini tidak bisa terus dilanjutkan, aku harus memancingnya untuk mengubah suasana ini.
"Baiklah-baiklah. Aku yang kalah. Bisakah langsung keintinya saja, jadi rumor apa itu?"
Begitu aku bertanya, wajahnya kian mengeras berubah seperti semula lalu melemparkan pandangan lurus.
"Ya. Aku mendengar ini saat melewati tempat perkumpulan orang-orang di ibukota kalau tidak salah namanya
"... hm, Klein-san?"
"Bukan! Yang satunya lagi."
"Benar juga… kalau tidak salah, dia adalah seorang pengembara. Klein-san pernah bilang kalau dia datang di kota ini baru-baru sebulan yang lalu. Dia juga memberikan aku ramuan, katanya ini adalah ramuan pembangkit kehidupan… tapi aku masih kurang yakin, apa itu benar-benar ramuan dibuat untuk menghidupkan orang yang sudah mati?"
"Kurasa dia orang yang mencurigakan, pada saat itu dia mengatakan bahwa 'besok… kota ini hancur' kata-kata itu seolah bukan candaan. Tapi beruntung aku mengirimkan sebuah spirit angin bertugas untuk mengikuti pergerakannya," katanya terjeda, dan melemparkan pandangannya kearahku dengan ekspresi meyakinkan.
"Mereka juga pernah menyebutkan bahwa grup yang kita lihat adalah
"Jadi, kita tidak perlu membantu mereka, apa mereka akan baik-baik saja menerjang begitu saja ke area yang belum terjamah…? Mereka terlihat kuat tapi…"
"Mungkin…mereka mencoba untuk mengalahkan makhluk jelek itu…"
Dalam setiap kepala dan tangannya, hanya ada satu titik kelemahan yang dimiliki Hecatoncheiris. Kukira makhluk jelek itu tidak muncul lagi dan jujur makhluk jelek itu memiliki kekuatan fisik yang sangat kuat, tapi jika itu demi reputasi dan popularitas yang didapat untuk mengalahkan Hecatoncheiris. Itu pasti akan sangat efektif untuk mendapatkan kehormatan dari kerajaan.
"Jadi kamu berpikir untuk membantu mereka…? Tapi itu tetap bodoh. Di dunia ini kita bukanlah karakter utama ataupun pahlawan, kita tidak tahu dunia surga seperti apa ini… tapi menurutku kita tiba-tiba ke dunia lain bukanlah karena kejadian semata. Aku merasa kalau ada seseorang dibalik semua insiden ini."
Aku bangun dan merasa agak sedikit menyesal karena berpikir harus membantu mereka. Elizabeth juga terlihat kesal ketika keluar dari persembunyian.
"Aku tidak tahu… Yah, mereka seharusnya juga tahu kalau mencoba melawan monster sebesar seperti ini akan sia-sia. Kita harus cepat. Kuharap kita dapat menemukan orang dibalik tragedi ini," ketika Elizabeth melihat kearah pakaiannya. Seragam khusus penyihirnya agak terbuka di bagian bawah.
"Maafkan aku sebentar."
Aku melepaskan jubah mantelku dan menggunakannya untuk menutupi tubuh Elizabeth. Dia sempat melotot kearahku sedikit tapi akhirnya dia mengizinkanku untuk menutupinya. Kurasa jubahnya cocok dengan warna merah dan hitam untuk dilihat, tapi memberi sebuah bonus menutupi auratnya. Namun, aku sudah membuat alasan bagus untuk ini.
"Yah, kurasa ini berguna di musim dingin kan?"
"Sekarang sudah hampir musim dingin… aku harus membeli sebuah jubah juga. Hm, itu benar."
"Hei, kau tidak punya uang kan?"
"A-aku hanya perlu bekerja, tidak usah khawatirkan diriku."
Mengatakan itu dengan bangga, Elizabeth berpaling membelakangiku. Secara bersamaan aku bisa melihat kibasan jubah dengan desain mega mendung. Ini mengingatkanku akan seseorang.
"Hmm… mungkin sebelumnya aku pernah melihat toko pakaian dibagian barat dekat dari air mancur."
"Kalau begitu ajak aku kesana kalau kita sudah selesai menjelajah."
Setelah mengatakan itu, Elizabeth melompat turun perlahan ke jalan setapak. Aku pun mengikutinya. Dengan ketinggian bangunan lebih rendah daripada sebelumnya.
Matahari sepenuhnya tertutup oleh kabut. Saat ini kota benar-benar menjadi gelap. Elizabeth dan aku menuruni bangunan dengan cepat sembari memperhatikan sekitar.
Untungnya keberadaan kami tidak ketahui siapapun namun hanya saja bertemu dengan beberapa monster. Menuju arah sebaliknya dan dengan bantuan spirit hijau saat ini kami berlari cepat mengikutinya. Di sepanjang jalan penuh dengan bunga melati, jalan setapaknya lurus melewati taman lalu kincir air dan pada ujungnya terlihat berdiri tegak sebuah menara yang tinggi bahkan lebih tinggi daripada kastil.
Menara disini adalah menara jam, bangunan tegak yang terbuat dari batu kapur berwarna putih kebiruan. Meski begitu, ukurannya hanyalah satu per seratus dari kastil katerina, tapi aku masih terintimidasi dengan ketinggiannya mencapai lantai 100.
Kami tidak bisa melihat seseorang dari luar. Kemungkinan besar orang itu berada di dalam atau di atas lantai terakhir yang tertinggi. Kami terus berlari menuju ke pintu masuk, mempercepat langkah kami tanpa sadar.
Berlanjut…