Jilid 2 | Chapter 14 - Gadis berambut perak.
Kala itu, aku bertemu dengan seorang gadis cantik. Rambutnya yang panjang perak mengalir di punggungnya, seperti laut es di kutub selatan dan matanya biru menyala dengan penuh sinar-sinar bintang. Dengan gaun biru yang agak polos (sedikit terbuka) dan dadanya membusung, kontras dengan pinggangnya yang ketat. Pahanya begitu halus dan putih terlihat dari luar mengintip dari roknya yang terbelah, dipakai memungkinkan untuk kebebasan bergerak.
Saat itu aku terlempar dan langsung terkapar di tanah akibat tangannya yang begitu reflektif melempangkannya ke wajah tampanku. Rasanya seperti setiap tulang di tubuhku patah dan mulai merasakan reaksi dari akibatnya. Rasa sakit parah adalah keadaaan seluruh dari duniaku sekarang.
Ketukan satu sisi ini benar-benar membuatku kacau tapi situasi aku saat ini, satu-satunya masa depan yang aku lihat adalah aku akan diikuti oleh kedua orang gadis ini, satunya berambut violet dan satunya lagi berambut perak.
"...Terima kasih."
Aku sudah memberanikan diri untuk mengatakan itu, karena pada saat itu orang-orang di sekelilingku tengah melihat ke arah kami dengan pandangan yang tampak tidak menyenangkan.
"Iya, lagipula tidak masalah."
Orang mengatakan itu berada sangat dekat disebelah kiriku, seorang gadis berambut perak. Dia terlihat sangat cantik ketika aku memandangnya dari samping. Rambutnya peraknya lurus sempurna, dan dia mengayunkan pandangannya ke arahku dengan mata biru terang.
Namun tidak dengan seorang gadis di sebelahku lagi, berambut violet yang pendek hingga menyentuh dasar bahunya. Matanya begitu penuh kobaran api dengan emosi yang bergejolak. Gadis itu tidak lain, sang Putri Penyihir Kehancuran—»Elizabeth.
"Gghh…" terdengar menggeram dan mencekam tangannya sendiri.
"Berani-beraninya… kau mendekati orang lain yang belum dikenal... siapa dirimu!?"
Dikata terakhirnya, suara bisiknya semakin meninggi dengan pandangan tajam menyorot baru saja melintas dari wajahku menuju gadis yang ada di sebelahku lagi.
"Hah? Apa kau tidak mengenal diriku? Aku ini Lesfina, Lady's Synthirty of Catherine salah satu tuan putri bangsawan dari kastil kerajaan Katerina." Gadis berambut perak ini meresponnya tidak bagus. Matanya menyalak seolah-olah itu adalah sosok dirinya dari sisi lain.
Aku membatu, tidak bisa bergerak sama sekali untuk melarikan diri. Ketika itu mereka berdua menjepit tempat dudukku dan menghimpit tubuhku hingga menyentuh pada sesuatu. Ini salahku duduk di antara mereka berdua, seperti terletak pada geologis Indonesia yang diapit oleh dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Afrika.
"H—hei, kalian berdua tenanglah..." tidak ada gunanya, bagi mereka ucapanku hanyalah angin lewat. Sama sekali tidak mendapatkan respon bahkan mereka menganggap keberadaanku seolah tidak ada disana. Seperti yang kukatakan, didalam situasi ini pilihan yang terbaik adalah untuk diam berusaha agar tidak ikut campur dengan mereka. Itulah keputusan yang terbaik saat ini.
"Sini kemari kau, dasar wanita jalang!"
"Apa? Wanita jalang? Daripada wanita menampar seorang lelaki tanpa meminta maaf. Dasar wanita tidak berperasaan!"
"Gahh! …" Elizabeth tergemap.
Mereka saling beradu mulut dengan berteriak saling bertumpang tindih. Matanya mereka berdua saling menyoroti menyala-menyala seperti kobaran api. Menggertak, mengeram, dan menggerutu itulah yang mereka andalkan dalam kontes adu mulut.
Bagaimana aku tidak menyebut ini sebagai kontes, di antara seribu orang di sekitar kini sedang memandangi kami dengan penuh keheningan dan tatapan yang menakutkan.
Pikiranku mentok tak sanggup berpikir lagi untuk mencari jalan keluar dari situasi kesulitan ini.
"Lagi-lagi cuma diam,kan?"
"Aku tidak perlu meminta maaf. Lagipula aku itu tidak sengaja melakukannya."
Elizabeth nyaris berhasil menghindari tatapannya dan menggumamkan kata-kata itu. Namun, masalah utamanya baru saja di mulai.
"Aku tidak tahu siapa dirimu, jika saja seorang putri melakukan hal seperti itu, aku akan benar-benar merasa malu pada diriku sendiri."
"Apa kau merasa, seolah-olah... perkataanmu itu benar? Kau bilang seorang putri? Jangan membuatku tertawa, kau hanya mengakui dirimu sendiri,kan? Dimana martabatmu sebagai tuan putri, Hah?!"
Elizabeth kini terlihat sangat marah, emosinya baru saja melonjak. Di setiap kata dan pertanyaan membuat gadis berambut perak itu tersudut dan terdiam.
Reaksi kerumunan itu seketika berubah, itu hanya pantas pada gelarnya sebagai tuan Putri Katerina.
Rambut peraknya memanjang melewati bahunya. Gaun biru yang agak polosnya menekankan kulitnya yang putih. Dengan rambut perak lurus dan rapi, dan mata biru kesedihan, dia…
Menegakkan lehernya dan kemudian bergumam. "Jarum es."
Dengan tangan yang digenggam dan mantra sihir sebagai satu-satunya peringatan, dia menunjuk tajam ke arah Elizabeth menembakkan sebilah Jarum es yang kecil tepat di depan wajahnya.
"Apa!?"
Gadis berambut perak itu melompat ke udara dengan terkejut.
"Mantra sihirku... lenyap?"
Elizabeth memandangnya dengan jijik, "...cacing."
"Apa?"
"Apa itu salah satu olah sihirmu?"
Elizabeth masih dalam posisinya sama sekali tidak berubah, dia terlihat sangat santai meletakkan kedua tangannya di atas pahanya.
"Sihir es itu satu-satunya mantra sihir yang kukuasai."
"Heh... aku menemukan cacing rendahan, bahkan lebih rendahan daripada pasukanku," perkataannya begitu tajam dan menghina, seolah-olah itu adalah cara liciknya untuk meremehkan seseorang.
"Jangan khawatir, selama aku ada disini, aku tidak akan membiarkan cacing rendahan berkeliaran di dekatmu..."
"...Kitarou." Lanjutnya dengan senyuman ke arahku. Aku bisa merasakan sedikit pencapaian yang memancar dari ekspresi tabah Elizabeth.
"B—benar … terima kasih," diam-diam aku berterima kasih padanya dalam upaya menyembunyikan keherananku, dia terlihat sangat mudah ditangani.
Sebenarnya aku ingin berusaha untuk tidak ikut campur, lebih memilih untuk diam saja. Itu adalah kata pengantar yang cukup bagus, tapi itu masih bukan alasan untuk setuju dengan perkataannya. Setidaknya sekarang aku selamat dari ancaman satu orang. Tapi ketika aku berpikir bahwa dia…
"Nona Lesfina!"
Suara itu berasal dari kejauhan terdengar di seluruh kota, ketika aku memalingkan pandangan, aku melihat seorang berpakaian pelayan tengah berlari terengah-engah.
"Nona Lesfina! Kereta Lady Elaina telah tiba dari Blasius!"
Suara pelayan itu sekali lagi menggelegar di seluruh kota. Kerumunan mulai menunjukkan reaksi bersemangat sebagai pendengar dan tanggapan.
Gadis berambut perak itu menghela napas, karena ini bukan pertama kalinya dia mendapatkan peringatan mendadak tentang kedatangan seseorang, sepertinya orang itu benar-benar terhormat.
Tidak lama kemudian, kereta putih yang mempesona, dikawal oleh sejumlah ksatria berzirah baja, dari belakang berhenti di depan kami bertiga. Seorang pelayan membuka pintu kereta yang dicat dengan rumit.
Waktu berhenti sejenak dan jantung berdetak kencang ketika seseorang keluar dari kereta. Aku bahkan lupa tentang kerumunan di sekitar kami.
"Aku Elaina, Lady's Synthirty of Catherine. Halo."
Sapaannya polos dan singkat, mungkin menunjukkan sedikit kegugupan di pihaknya.
Reaksi kerumunan itu hanya sekedar mengingat gelarnya sebagai Lady's Katerina. Katerina adalah salah satu dari kerajaan dengan kastil terbesar di dunia ini, begitu sejarahnya. Itu adalah prinsip mendefinisikan cinta dan pemujaan yang menyapu para penonton di sekitarnya.
Rambut biru Elaina berhenti melewati bahunya. Gaun biru yang sama, dengan rambut biru pendeknya dan mata ungu kecerahan.
Dia…
Seperti Gorgon yang menawan. Kunci mata kontaknya dan kamu akan membeku di tempat, tidak bisa memalingkan muka karena terpesona oleh kecantikannya.
Berlanjut…
Note: Selalu berikan dukungan pada Authornya, dengan cara memberikan «vote» kalian. Agar si Author lebih bersemangat dalam melanjutkan ceritanya!