Setelah insiden bunuh diri di danau, Adeeva memutuskan pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki. Tempat yang paling dia hindari pada akhirnya tetap menjadi tempat berpulang. Mau bagaimana lagi? Keluarganya ada di sana. Setidaknya, untuk saat ini keluarganya tidak meninggalkan Adeeva.
Hari demi hari berlalu, Adeeva kembali beraktivitas seperti biasanya. Di pagi hari, dia sudah bangun dan menyiapkan sarapan. Selanjutnya, Adeeva baru akan bersiap untuk berangkat sekolah. Sepulang sekolah, gadis itu harus pergi ke Toko Bunga Sunflow untuk bekerja paruh waktu.
Ekonominya yang terbilang di bawah rata-rata mengharuskan gadis itu untuk bekerja di usianya sekarang. Kedua orang tuanya sudah tak mau membiayainya hidup. Yah, mau bagaimana lagi? Gadis itu hanya dianggap sebagai anak pembawa sial.
***
Matahari merangkak naik, menyinari bumi. Panas mulai membakar, menembus kaca-kaca perkotaan. Seorang laki-laki terusik tidurnya. Dering ponsel yang tak kunjung reda membuatnya terpaksa bangun dan mengeceknya.
Dilihatnya 25 panggilan tak terjawab dari Ceyza, kekasihnya. Baru saja hendak bertanya, ponselnya kembali berdering. Tanpa pikir panjang, dia menjawabnya.
"Sayang, ini jam berapa mengapa baru bangun?" tanya seseorang diseberang telepon.
Laki-laki itu mengerjapkan kedua matanya, menyesuaikan diri dengan cahaya sang matahari. Hari sudah panas, bukankah artinya sudah cukup siang? Ternyata, sekarang sudah jam 07.15 dan sekitar lima belas menit lagi gerbang sekolahan akan ditutup.
Yudistira bergerak cepat. Gerakannya refleks mengambil handuk dan berlari ke kamar mandi. Keluar dari kamar mandi, dilihatnya dua setan yang sedang nongkrong santai di kasurnya. Siapa lagi jika bukan Bastian dan Zion?
Sahabatnya selalu memalukan dan memilukan. tetapi, meskipun begitu setidaknya mereka selalu menemaninya dihukum saat terlambat.
"Kuy." kata Yudistira sambil menyambar tasnya yang berada di kasur.
Mereka bertiga memilih naik motor ketimbang mobil. Macet ibu kota tak terbendung di jam-jam seperti ini.
Sesampainya di sekolah, hanya bisa tersenyum dan merasa sangat terhormat akan sambutan dari bapak ibu guru BK dan kesiswaan yang sudah menantinya di depan gerbang sekolah.
"Selamat pagi, trio macan..." sambut Bu Tini-si guru BK rempong yang selalu memikirkan penampilan.
Trio macan adalah sebutan paling sering untuk memanggil ketiganya.
"Pagi Bu Tini Wini Biti strawberry raspberry cherry..." balas Bastian sambil menuntun motornya.
Yudis dan Zion ikut menuntun. Meskipun mereka terkenal bandel, setidaknya mereka selalu mengutamakan sopan santun.
"Bastian gak pakai sabuk, poin kamu nambah jadi 86." kata Bu Tini.
Bastian mengerucutkan bibirnya mencoba bersikap 'lucu'
"Bahkan nilai bahasa inggris saya tidak sampai 50 Bu, masa nanti nilai saya minus?" protes Bastian.
"zaman sekarang nilai menyesuaikan akhlak ya..." timpal Pak Zeni-guru BK yang selalu muncul tiba-tiba.
Setelah Bastian lolos dari ceramah guru-guru, sekarang sudah jatahnya Yudistira dan Zion. Mereka berdua lebih bodoh dari Bastian. Rankingnya juga dipastikan lebih rendah hampir 2 kali lipat dari Bastian.
"Yudistira gak pakai dasi dan baju dikeluarkan. Poin kamu nambah jadi 90." kata Bu Tini.
"90 bu? Waduh kok mirip kayak Zion? Poinnya sekarang 91." balas Pak Zeni.
Yudistira mengernyit heran, jika dia berbeda dengan Bastian dapat dimaklumi karena tidak sekelas. Secara, Bastian murid pindahan tahun lalu. tetapi, Zion? Mereka berdua sudah sekelas semenjak kelas 10. Dan semua kejahatan mereka lakukan bersama-sama.
"Kok lo dapet 91 sih?" tanya Yudistira.
Zion mengedikkan bahunya, dia jadi memikirkan kelakuan dzolim nya yang dia lakukan tanpa Yudistira.
"mengapa Yudis? Ngiri kamu? Mau saya tambahin biar bisa kembaran?" tanya Bu Tini.
Yudistira menggeleng cepat.
***
Surai halus berwarna hitam panjang tergerai, tersapu angin ditengah lapangan. Perihal lupa membawa tugas, dirinya harus menyapu lapangan basket hingga tak berdebu sedikitpun. Berkali-kali alat sapu itu dia banting karena kesal.
Bibirnya terus komat-kamit menyebut segala macam sumpah serapah untuk Gurunya. Bagaimana dia tidak kesal jika lapangan yang harus dia bersihkan hingga tanpa debu adalah lapangan outdoor yang berada ditengah sekolahan? Mau dia lembur hingga menikah pun masih saja debu akan menempel di sana.
Hidupnya sungguh mengenaskan. Sudah begitu, lengannya tak sengaja terkena tumpahan super pel sehingga menimbulkan rasa yang sangat menyakitkan untuk gadis itu.
dia misuh-misuh sambil terus mengepel lapangan. Hingga akhirnya, kedua mata dengan manik cokelat terang itu menemukan sesuatu yang familier. Gadis itu melihat ketiga setan yang dia temui semalam ada di depannya.
Yudistira, Zion, dan Bastian. Ketiganya ada di depan matanya dengan pakaian seragam yang sama seperti yang digunakan. Selain itu, alat pel yang mereka pegang juga sama.
"Kalian?" tanya Adeeva.
Bastian tanya balik,"Lo kok di sini?"
"Wah, takdir siapa yang terjalin di antara kita bro?" gumam Zion.