Tak terasa sudah hampir satu bulan Yudistira dan Adeeva menjalankan hubungan mereka secara diam-diam. Istilah bahasanya adalah Backstreet. Hanya Mbak Adenia yang mengetahui perihal hubungan asmara Yudistira dan Adeeva.
Yudistira menyunggingkan senyumnya membaca pesan singkat dari Adeeva yang sedang mengkhawatirkannya karena pemuda itu baru saja selesai balapan liar. Kali ini semua berjalan lancar tanpa gangguan polisi seperti kemarin. Selain itu tak ada pula hujan dan kucing melintas yang mengganggu. Ngomong-ngomong soal kucing,semenjak kejadian waktu itu Yudistira yang awalnya menyukai seekor kucing jadi semakin menyukainya. Dia menyapa setiap kucing yang ia temui dengan kata,"Hi Meow!"
Langkah kaki Yudistira membawa pemuda itu ke hadapan Bambank Adyatama,ayah kandungnya. Saat matanya menangkap wajah emosi ayahnya,Yudistira mengernyit heran. Dia berpikir dalam benaknya apakah dirinya membuat sebuah kesalahan? Pasalnya ayahnya sangat jarang marah terhadap Yudistira. Bahkan ayahnya tak pernah marah saat Yudistira pulang malam atau balapan liar,lalu karena apa dia marah sekarang?
"Kau memiliki seorang kekasih,Yudis?"selidik Ayahnya penuh curiga.
Yudistira hanya tersenyum menunjukkan deretan gigi rapinya lalu menunjukkan foto Adeeva yang terlihat cantik di tepi pantai yang ia potret sewaktu awal mereka jadian.
"Cantik kan?"tanya Yudistira.
Ayahnya mengangguk,selera dia dan Yudistira tak jauh berbeda. Mereka sama-sama menyukai gadis bar-bar yang sedikit menantang.
"Kau menjaganya dengan baik kan? Awas saja jika kau menbuatnya terluka!"ancam Ayahnya.
Yudistira menekuk sikunya sembilan putuh derajat lalu hormat di hadapan ayahnya layaknya seorang prajurit,"Siap Komandan!"
***
Adeeva memasuki rumahnya dengan suasana secerah musim panas. Akhir-akhir ini bibirnya terus tersenyum tanpa henti. Adeeva menyukai waktunya bersama Yudistira. Dia jadi tidak merasa kesepian lagi,hatinya juga tak terasa kosong lagi. Adeeva mulai merasa hidup di jalan berbunga. Dia menyukai hidupnya sekarang,meskipun berat tetapi Adeeva menikmatinya berkat Yudistira.
Saat pintu rumahnya terbuka,hal yang pertama Adeeva lihat adalah orang tuanya yang tengah bertengkar hebat. Ayah dan Ibunya sama-sama saling mengumpat satu sama lain.
"Kau urus saja dia! Kenapa aku yang harus mengurusnya?!"teriak Ayahnya.
Adeeva hanya terdiam melihat itu,dia berniat menuju kamarnya dan melangkah dengan perlahan agar tak terlibat dalam pertengkaran kedua orang tuanya. Tetapi sepertinya terlambat,iris gelap milik ibunya berhasil melihat Adeeva yang sedang mengendap-endap layaknya seorang pencuri. Dengan langkah tergesa,ibunya menghampiri Adeeva dan menjambak rambut gadis itu hingga meringis kesakitan. Ibunya menyeret Adeeva dan mendorongnya hingga jatuh tersungkur di lantai dingin rumahnya.
"Kau bawa dia,aku tidak sudi hidup dengan pembunuh!"ketus Ibunya sambil menendang Adeeva.
Gadis itu hanya diam dan berusaha berdiri ditengah rasa sakit yang di deritanya. Belum sempat dirinya setengah berdiri,ayahnya sudah menginjak punggung Adeeva hingga gadis itu kembali tersungkur diatas lantai.
"Sakit Ayah..."rengek Adeeva. Dia merasa tubuhnya remuk dan kepalanya sangat sakit seperti baru saja ditusuk pisau.
"Bunuh saja atau buang dia sekalian,dasar pembunuh!"kesal Ayahnya.
Adeeva menahan air matanya mati-matian. Dia tidak boleh menangis di sana,jika dia menangis artinya dia akan kalah dari kedua orang tuanya. Dan Adeeva membenci hal tersebut.
"Aku bukan pembunuh Yah,"Adeeva mencoba membela diri. Dia tidak pernah membunuh kakaknya,memang benar Bang Fagan meninggal saat mencari uang melalui balapan liar untuk pengobatan Adeeva. Tetapi itu bukan berarti Adeeva seorang pembunuh, Kan?
***
Yudistira sedang melakukan pemanasan karena akan olahraga malam untuk menjaga tubuhnya agar tetap kekar. Dia lebih memilih berlari mengelilingi kota dibandingkan pergi ke tempat gym. Pemuda itu menelfon Adeeva sejenak berniat meminta ijin kepada kekasihnya. Hal ini rutin mereka lakukan setiap akan pergi keluar rumah.
Adeeva mengangkat panggilan tersebut cukup lama,ditambah dengan suara isak tangis gadis itu membuat Yudistira jadi khawatir terhadapnya.
"Ada apa? Lo gak apa-apa kan?"tanya Yudistira sambil menyambar kunci motornya.
"Please,ini sakit..."terdengar suara rintihan Adeeva yang sangat menyakitkan untuk di dengar oleh Yudistira.
"Aku ke rumah kamu sekarang,tunggu ya Dev?"Yudistira segera menutup panggilan tersebut dan segera melaju ke rumah kekasihnya.
Di sisi lain,Adeeva terus menerus memohon kepada Ayahnya agar mau memaafkan Adeeva. Gadis itu sudah runtuh,dia menangis dibawah kaki ayahnya setelah meminta tolong kepada Yudistira.
"Jadi kamu sudah memiliki kekasih sekarang? Kamu harus sadar kalau seorang pembunuh tidak berhak bahagia!"ketus Ayahnya sambil menjambak rambut Adeeva.
Gadis itu memejamkan matanya mencoba menikmati rasa sakit yang ada,dia terus menerus mendontrin dirinya dengan kata-kata,'kamu lebih kuat daripada yang kamu kira'Setidaknya hal itu yang membuat Adeeva bertahan hingga detik ini.
"Seorang pembunuh sudah sewajarnya untuk mati,bukankah begitu?"tanya Ayahnya.
"Bunuh saja,toh dia sudah tidak berguna."timpal Ibunya.
Hati Adeeva teriris mendengarnya,dan tanpa sadari rasa sakit di hatinya mengalahkan sakit pada fisiknya. Gadis itu tidak merasakan apapun saat punggungnya dilempar vas bunga oleh ayahnya hingga ada pecahan yang menancap pada punggungnya.
Adeeva berdiri dengan susah payah lalu dia menatap kedua orang tuanya dengan tatapan kecewa secara bergantian. Gadis itu melangkah menuju ayahnya diatas pecahan keramik vas bunga tersebut. Kakinya sudah tergores hingga banyak darah yang sudah menetes membasahi lantai.
"Mulai detik ini,kau bukan ayahku."Adeeva berkata dengan seringaiannya.
Ayahnya merasa semakin marah mendengar Adeeva yang mulai berani bertingkah,dia mengambil sebuah pisau yang terletak tidak jauh dari sana lalu mengejar Adeeva dengan membabi buta berniat menusuk anaknya sendiri. Adeeva tak mengelak,gadis itu hanya diam dengan mata terpejam berusaha menerima takdir kematiannya.
"Siapa kau beraninya ikut campur?!"
Teriakan ayahnya membuat Adeeva membuka mata. Di depannya ada Yudistira yang berhasil mencekal tangan ayahnya dan membuang pisau tersebut. Pemuda itu mendatangi Ayah Adeeva dan mencekram kerah pakaian yang dikenakan.
"Sekarang dia menjadi tanggung jawabku,kau sudah bukan siapa-siapa lagi."Yudistira memperingati.
Yudistira berbalik menuju Adeeva yang terlihat sangat kacau lalu menarik pergelangan tangannya membawa Adeeva keluar dari rumah neraka tersebut dan menuju rumah sakit terdekat untuk mengobati Adeeva.
"Yudis?"panggil Adeeva dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
"Dalem sayang?"jawab Yudistira sambil memperhatikan Adeeva yang terlihat sangat lemah. Ada darah yang menetes dari punggung dan kakinya. Selain itu rambut Adeeva terlihat sangat berantakan dan juga ada beberapa memar pada wajah dan rahang Adeeva.
"Bertahan yah Dev? Lo cewek yang kuat,gue tau itu."kata Yudistira sambil menahan tangisnya.
Adeeva menggeleng dengan sebuah senyuman. Yudistira melihat itu,dia melihat Adeeva tersenyum hangat kepadanya di sisa kesadarannya.
"Yudis,terima kasih....sudah membuatku bahagia."kata Adeeva sebelum akhirnya gadis itu menutup matanya.