Terik mentari meninggi membakar bumi memanaskan Kota Sarkas nan gersang berdebu. Tampak Distrik Barat nan kumuh. Rumah-rumah semi permanen berbentuk petak-petak bedeng terbuat dari papan sederhana tersusun berantakan di kanan kiri jalan.
Nampak seorang gadis berkulit gelap memakai mantel merah bertudung melangkah tenang jalanan berdebu nan lengang, hanya beberapa orang yang nampak berseliweran melakukan kegiatan. Mereka seperti enggan keluar rumah menghadapi cuaca yang seterik ini.
Sesekali gadis itu menenggak air mineral dalam botol plastik yang digenggamnnya membasuh bibir dan tenggorokannya yang mengering.
Dengan katana panjang bersarung merah senada dengan warna mantelnya terselip di pinggang menandakan bahwa gadis ini bukan orang sembarangan.
"Buat kalian nggak ngeh katana itu apaan katana itu adalah penghias rambut..."
"Ehh salah itu bandana..."
"Bukannya itu pelaut ya..."
"Itu laksamana..."
"Bukannya itu nama gue..."
"Itu Jimbron Ooohhhanna."
"Oh jadi apa dong."
"Jadi katana itu adalah pedagang eh, pedang samurai yang paaanjang."
"Kalo yang bulet-bulet itu apa."
"Itu upil gue..."
"Ahh udah udah kembali ke leptop. Ehh ke cerita monggo lanjutkan..."
Tiga hari sebelumnya cewek misterius bermantel merah ini memasuki sebuah bangunan tua yang kotor dan berdebu. Dengan hati-hati dan waspada ia tengok kanan kiri sebelum perlahan membuka pintu dan masuk ke dalam dengan bunyi keriet dari aus engsel-engsel yang bergerak.
Di dalam bangunan tua berlumut itu sudah menunggu seorang pria setengah baya berkacamata berpakaian rapi parlente dengan wajah berwibawa penuh kebapakan terduduk bersidekap di sebuah kursi malas menghadap jendela kaca yang sudah pecah. Memegang-megang tongkat mahoni yang nampak mahal dan mewah dengan gagang terbuat dari gading.
Bersama dua pengawalnya setia berdiri tegap selalu bersiaga dibelakangnya.
"Saya sudah menemukannya tuan." Cewek bermantel merah itu bertekuk lutut memberi hormat pada pria berkacamata tanpa mempedulikan lantai yang kotor dan berdebu. Agaknya pria berkacamata itu sangat dihormatinya.
"Kabar apa yang kamu bawa, putriku." Pria berkacamata itu menyebut cewek bermantel merah sebagai 'putrinya'.
"Saya rasa pria ini cocok untuk misi ini. Jarwo bin Jaelani, Si Jago Kentut begitulah orang-orang di daerah sini menjulukinya."
"Apa... kentut?! Jangan konyol!!" Pria berkacamata itu terperanjat bangun dari duduknya bertumpu pada tongkat mahoni mahoninya.
Sementara para pengawalnya tercekikik menahan tawa. Yang langsung dihentikan pandangan berkarisma sang pria berkacamata.
"Apa kamu sudah gila, menyerahkan misi sepenting ini pada pria konyol ini. Siapa namanya..." pria berkacamata menelengkan telinga kepada pengawalnya berharap mendapat bisikan.
Pengawal yang ditanyainya terhadap spontan berbisik "Si Jago Kentut."
Tanpa banyak berpikir pria berkacamata mengulangi kata-kata si pengawal. "Ahh ya Si Jago Ken... apa dasar konyol!" Pria berkacamata itu menyabet kepala pengawalnya dengan tongkat.
Tak ayal si pengawal meringis kesakitan.
"Jarwo Jarwo." Bisik pengawal satunya.
"Ahh benar Jarwo, kok ada ya orang mau dijuluki dengan nama konyol kayak gitu. Hahahaha Si Jago Kentut ada-ada aja hahahaha..." Bahak pria berkacamata.
"Apa kamu yakin dengan pria itu, putriku?" Pandangan pria kembali mengarah ke cewek bermantel merah yang masih berlutut.
"Ya yakin sekali, tuan. Karena saya pernah melihatnya sendiri mengalahkan puluhan Aparat tanpa tenaga sedikit pun di pasar tempo hari. Cuma dengan sebuah kentut super bau puluhan Aparat langsung bergeletakan pingsan menghirup gas kentut seperti menghirup gas beracun.
Para pengawal cekikikan mendengar penjelasan gadis bermantel merah.
"Bahkan orang seantero pasar berjarak sangat jauh dari tempat kejadian dapat menghirup bau yang melayang tak kasar mata menyatu bersama udara membuat mereka, dan saya juga sempat pusing kliengan dan mual mencium bau busuk yang entah dari mana datangnya. Bahkan beberapa orang ada yang muntah-muntah dan langsung tepar lantaran tak kuat menahan baunya. Saya sendiri meninggalkan makan saya sejenak untuk menenangkan diri beberapa saat. Bahkan saya harus memakai tenaga dalam untuk menetralkan bau busuk yang menusuk membuat mual dan kepala pusing itu. Bahkan lubang hidung saya sampai gosong nih liat." Cewek bermantel merah memperlihatkan lubang hidungnya yang menghitam berjelaga, membuat semua orang terbahak terpingkal-pingkal melihatnya.
"Bener loh hidungnya gosong hahahaha..."
"Mana coba liat hahahaha... upilnya juga banyak hahahaha..."
Buru-buru cewek bermantel merah menutup hidungnya memalingkan muka karena malu. Semu kemerahan merona membias di pipinya.
"Nggak ada kok becanda, becanda. Cuma cemong doang. Tapi bulunya panjang-panjang ya, gede-gede lagi hahahaha..." mereka semua mencibir tertawa.
Sementara cewek bermantel merah mukanya ditekuk manyun kesal.
"Udah udah diem hentikan canda kalian." Pria berkacamata menghentikan tawa para pengawalnya.
"Apa hidungmu panas saat menghirupnya? hahahaha..." pria berkacamata itu ikut-ikutan menggoda. Disambut gelak tawa nan renyah para pengawalnya.
"Ya, hidung gue KEBAKARAN!! Kalian puas!!" Si cewek bermantel merah tersenyum-tersenyum dan akhirnya ikut terpingkal-pingkal bersama mereka.
"Sedahyat itukah kentutnya??"
"Kalian nggak akan percaya sampai kalian nyium baunya sendiri, sebuah kentut yang bisa menggemparkan dunia hehehahaha..." si cewek bermantel merah tanpa ragu lagi melayani candaan tuannya yang terus terkekeh hingga keluar air matanya.
"Apa kamu yakin orang itu bisa dipercaya?" Pria berkacamata bertanya serius.
"Untuk menentukan itu saya harus menemuimya dulu."
"Oke cari dia, kalau kamu emang yakin. Kalau perlu bayar dengan mahal."
"Baik laksanakan, tuan." Jawab tegas cewek cantik berkulit gelap itu. Berbalik melangkah menuju pintu keluar.
"Tunggu, bagaimana caramu menemukannya."
"Mmmm..." gadis cantik itu berpikir sejenak. "Walaupun saya tak pernah melihat wajahnya, tapi begitu dia saya akan mengenali baunya." Gadis itu tersenyum mengerlingkan satu matanya.
Begitu mendengar perkataan gadis bermantel merah itu pria berkacamata dan para pengawalnya terbahak terpingkal-pingkal seperti anak kecil.
Gadis bermantel merah mengencangkan ikat pinggang memasuki katana panjangnya di tempatnya. Memeriksa pistol Baretta standar 9 mili meter di balik mantelnya, mengencangkan sarung tangan kulit dan sepatu bot berlaras panjang hingga menutupi betis, membuat penampilannya amat rebel dan keren. Sebelum berangkat memakai merah tudungnya meninggalkan suara tawa tuannya yang masih membahana dalam bangunan tua dibelakangnya...
Kini tiga hari kemudian dia cewek misterius bermantel dengan tudung merah menutupi kepalanya melindungi dari terik mentari yang membakar, melangkah tenang menyusuri gang demi gang kumuh berdebu di District Barat, Kota Sarkas yang penuh kriminalitas.
Dilihatnya botol air mineral yang tinggal setengah dalam genggamannya. Meminumnya lagi melepas dahaga membasahi tenggorokannya yang mengering.
Bersamaan dengan kewatnya bocah-bocah berpenampilan lusuh yang berlari-lari di jalanan tak sengaja menabrak salah satu bocah.
"Hei hati-hati, kalau jalan liat-liat..."
"Sorry mbak, sorry..." sang bocah ngeluyur berlarian mengejar-ngejar teman-temannya.
"Mmhh dasar bocah."
Setelah bocah-bocah itu berlarian menghilang di tikungan cewek itu baru sadar;
"Sialan, dompet gue... copeeeeet!" Seru gadis cantik itu melesat secepat kilat mengejar bocah-bocah pencopet tadi...
*******