Chereads / Dream Wedding / Chapter 26 - ⭕ 26. Dengan Syarat

Chapter 26 - ⭕ 26. Dengan Syarat

`Selamat Membaca`

....

"Kakak, kenapa kakak menangis?"

Aditya terkekeh, lalu kemudian dengan cepat menghapus air matanya, "Tidak, saya tidak menangis. Saya hanya kelilipan."

"Alasan klasik," ujar Naya.

"Saya serius. Sudahlah, sebentar saya panggil kan dokter."

Naya menghela napas melihat tubuh Aditya yang hilang di balik pintu. Naya menatap sekeliling dengan heran.

Naya baru menyadari ini bukan ruangan rahasia, tapi kamar mereka. Apakah ini artinya Naya sudah terbebas dari kurungan Aditya? tapi kenapa?

"Selamat Malam Naya, bagaimana keadaanmu sekarang?"

Naya menoleh pada dokter Wahidah, "Malam dokter, aku baik-baik saja," ujarnya sambil tersenyum sopan.

"Kemarin kamu makan apa saja?"

Naya mengerut bingung, "Kemarin? Berapa lama aku pingsan?" tanya Naya.

"Cukup lama," jawab Aditya mengelus kepala Naya.

Aditya menggeleng pelan, "Ah lupakan itu, dokter tadi menanyakan apa yang sebenarnya kamu makan? kenapa tiba-tiba bisa jatuh pingsan?"

"Engh ... aku cuman makan es krim dan apa? aku lupa huaaaa," ucap Naya. Dia sungguh-sungguh lupa, aish apa yang dia makan kemarin?

"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Lain kali pola makannya di jaga ya, Naya. Pola makan juga bisa menjadi salah satu penyebab dirimu jatuh pingsan," jelas dokter.

Naya mengangguk paham, "Contoh pola makan yang tidak sehat itu ... gimana ya dok?"

"Makanan yang terlalu pedas, makanan yang terlalu asam juga itu nggak baik. Lalu, makanan yang mengandung MSG dan juga minuman bersoda," ucapnya sambil menuliskan sesuatu di sebuah kertas.

"Dan satu lagi, jangan terlalu banyak berpikir. Pikiran yang terlalu berat dapat menganggu kehamilanmu,"

"Tuan Aditya ini resep penguat kandungan, kandungan Naya masih sangat muda. Kondisinya saat ini sangat rentan mengalami keguguran,"

"Baik dokter." Aditya dan Naya mengangguk paham, mereka saling pandang dan menatap satu sama lain dengan perasaan berbeda. Seakan tatapan itu menyiratkan banyak hal.

"Baiklah jaga kesehatan Naya. Saya pamit dulu masih banyak pasien di rumah sakit yang menunggu untuk diperiksa, kalau ada apa-apa silahkan hubungi saya."

"Makasih dokter," ucap Naya.

"Biar saya antar dokter," ujar Aditya di balas anggukan hormat Wahidah.

Naya menghela napas, "Apa yang terjadi pada diriku? Apa ini bawaan bayi? Ini bukan seperti diriku, aku tidak mungkin bersikap manja seperti kemarin. Tidak! tidak itu bukan diriku," gumam Naya gelisah.

"Kenapa komat-kamit seperti itu?"

Naya mengangkat kepala, menoleh pada sumber suara. "Sudah kembali? kenapa cepat sekali," ucapnya tercengang.

"Saya hanya mengantarkannya sampai depan pintu, bukan ke surga." Aditya berdecak tak percaya, memang apa salahnya jika waktu yang dia tempuh sangat cepat menurut Naya. Lalu dia harus bagaimana? berjalan seperti siput?

"Tapikan tetap saja ini terlalu cepat," ucap Naya tidak mau kalah.

"Sudah-sudah jangan mempermasalahkan sesuatu yang tidak perlu. Lebih baik kita sarapan, saya tau kamu pasti lapar."

Natal tiba-tiba teringat pecel lele, "Ayo kak, aku udah nggak sabar makan pecel lele. Membayangkannya saja sudah membut perutku berdemo. Usus megang celurit, lambung minta nasi, ginjal minta minum----"

"Astagfirullah sejak kamu pintar melawak?"

"Melawan? ini beneran kak, no hoax."

"Sudah-sudah, tunggu di sini saya ambil makanan buat kita. Kasihan anak kita di ajak tawuran ama lambung dan usus,"

Naya tertawa mendengar lelucon Aditya dengan ekspresi biasa, tidak ada tampang-tampang seorang pelawak. Namun, dengan sangat ajaib bisa membuat Naya tertawa lepas.

"Apa ucapan saya selucu itu?"

Naya berhenti tertawa, "Sudahlah, aku takut kepala kakak akan menjadi besar lalu meledak, duar!"

Aditya menggeleng tak percaya, "Apa setelah jatuh pingsan, otakmu sedikit bergeser?"

Naya memutar bola mata. "YAK! aku normal, kakak saja yang terlalu kaku." Naya berjalan lebih dulu meninggalkan Aditya yang menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi bingung.

...

"Neng Naya tidak apa-apa?"

Naya menoleh dan berlari memeluk Bik Ningsi, "Huaaaaa Bibi sudah lama Naya tidak pernah menyapa Bibi. Bagaimana kabar Bibi?" Naya melepas pelukannya dan menunduk menatap Bi Ningsi.

"Bibi baik-baik saja, Neng Naya bagaimana?"

"Alhamdulillah Naya juga baik Bi, seperti yang Bibi lihat. Ceria dan hiperaktif."

Naya mengetuk-ngetuk dahinya, "Oh iya, Selama Naya pergi, Bibi nggak kesepian kan?"

Bi Ningsi menggeleng, ."Tidak Neng Naya, semuanya baik-baik saja. Sudahlah lupakan tentang bibi, ayo makan. Bibi sudah siapkan makanan yang enak."

"Terima kasih Bibi, ayo semua kita makan," ajak Naya sambil mengambil tempat duduk terlebih dahulu.

Aditya menoleh pada Bi Ningsi, "Bibi mau kemana? Ayo makan bersama kami."

Bi Ningsi menggeleng hormat, "Tidak Tuan, Bibi makan di dapur saja bersama dengan yang lainnya."

Naya menggeleng, "Tapi Bi ----"

"---Tidak apa-apa, kalian makan saja. Bibi pamit kedapur," potong Bi Ningsi, lalu segera ke dapur sebelum pasangan suami istri ini terus memaksanya.

"Kak, itu Bi Ningsi---"

"--- Sudahlah biarkan saja dia, mungkin dia merasa sungkan dan tidak enak. Kita harus menghargainya," tutur Aditya mencoba menjelaskannya pada Naya.

"Engh baiklah, bismillah." Naya mulai menyantap berbagai makanan yang terjadi dengan lahap. Naya terlampau bahagia bisa melihat Bi Ningsi lagi setelah sekian lama.

Katakan saja Naya lebay, tapi memang itu kenyataannya. Naya hanya dekat pada tiga orang perempuan dewasa pertama Mamanya, Ibu Aditya dan terakhir Bi Ningsi.

"Gluk Gluk Gluk, ah kenyang." Naya mengusap perutnya dengan pelan.

Aditya menggeleng - geleng, "Ucapkan alhamdulillah."

Naya spontan menoleh, "Ups! maaf kak. Alhamdulillah masih bisa makan enak."

"Kakak belum selesai makan?" Naya menopang dagunya menatap ke arah Aditya.

Aditya mengulir bola mata malas, "Kelihatannya bagaimana?"

Naya menyengir, kemudian tidak melanjutkan percakapannya. Naya takut Aditya akan memarahinya karena terus berceloteh di meja makan.

Setelah selesai makan, Aditya melap bibirnya dan menatap Naya dengan intens, "Saya ingin mengatakan beberapa hal padamu."

"Apa tuh?" tanya Naya penasaran.

"Kita berbicara di ruang tengah saja." Aditya berdiri dari tempatnya dengan Naya yang mengekor di belakang Aditya seperti anak itik.

"Argh!" Naya mengaduh kesakitan, memegangi dahinya yang berciuman dengan punggung tegak Aditya.

"Kenapa Kakak berhenti?" Naya memanyunkan bibirnya kesal.

"Kita sudah sampai, duduk!" perintah Aditya.

Naya segera mengambil tempat duduk, "Sudah!" ucap Naya sewot.

"Ekhem saya ingin memberitahu tiga berita penting." Aditya menatap Naya menunggu tanggapan darinya.

"Kenapa menatapku? Katakan saja, aku akan mendengarkannya dengan saksama," ujar Naya.

"Saya akan memindahkanmu kembali ke kamar kita sejak hari ini hingga seterusnya."

"Kenapa?" tanya Naya heran.

"Karena sudah tidak ada alasan lagi bagi saya untuk mengurungmu," jawab Aditya sambil menatap lekat netra Naya.

Naya mengangguk paham, pertanyaan telah terjawab, "Lalu yang kedua?"

"Kamu tidak usah mengerjakan pekerjaan rumah seperti rencana saya sewaktu awal menikah, bahkan menyentuh dapur saya tidak akan memperbolehkannya---"

"Tidak mau! aku ingin kembali ikut kelas memasak dan berkerja di dapur." ujar Naya tak terima.

"Sekali saya bilang tidak. Tidak ada yang bisa merubahnya," titah Aditya.

"Yak! mana bisa seperti itu, ini hidupku. Aku akan melakukan apapun yang kurasa benar." Naya memalingkan wajahnya sambil bersedekap dada.

"Terserah, saya melakukan ini demi kebaikanmu dan juga anak kita."

Naya menoleh, "Tapi---"

"Dan yang ketiga, saya akan mengajakmu kerumah ayah---"

"--- BENARKAN!" seru Naya hingga berdiri dari duduknya.

"Duduklah, ingat kamu harus menjaga diri di dalam perut kamu ada anak kita," nasehat Aditya.

Naya mengangguk patuh, "Iya aku salah, tapi apakah itu benar? sudah lama aku tidak bertemu dengan ayah, aku rindu sekali dengannya," ucap Naya.

"Iya, bersiaplah sebentar lagi. Kita akan pergi setelah sholat Zhuhur."

Naya segera berdiri dan memeluk Aditya, "Terima kasih, terima kasih!" ucapnya tersenyum haru.

Naya kira butuh waktu sekitar sebulan atau tiga bulan lagi untuk bisa bertemu dengan ayahnya. Namun, ternyata dugaan Naya salah.

"Tapi, ada syaratnya."

Naya melepas pelukannya dan mendongak menatap Aditya, "Apa syaratnya? Apapun itu aku akan berusaha memenuhinya."

Aditya menunduk menatap Naya, "Kamu tidak boleh menceritakan kepada siapapun tentang kejadian yang di dalam ruangan itu dan kamu juga harus melayani saya setiap malam tanpa paksaan."

Naya menatap tak percaya pada Aditya. Kenapa Naya harus menyimpan semua ini sendiri? Lalu, apa maksud dari syarat yang kedua? Apa Aditya tidak benar-benar berubah?

Apa selama ini Aditya hanya memakai topeng agar aku bisa menjadi anjing peliharaannya?

Kenapa? Kenapa aku terlalu cepat mempercayai Aditya setelah semua yang dia lakukan padaku, kenapa aku begitu bodoh!

"Kakak ... memanfaatkan keadaan?" ujar Naya setelah terdiam cukup lama.

Seharusnya Naya tidak percaya begitu saja dengan alasan yang Aditya berikan.

Demi kebaikan kita? Kebaikan apa yang Aditya bicarakan?!

.....

To Be Continud 🍁

Terima kasih telah mendukung cerita ini dan jangan pernah bosan ya 🍁

Selamat malam, 🍁

Salam Cinta ❤

Apipaaa 🍁