^Selamat Membaca^
...
"Kak, bangun!" Naya mengguncang badan Aditya hingga menimbulkan grasak - grusuk.
Aditya melenguh menatap sayu Naya, "Jam berapa, dek?"
Naya melirik kearah jam dinding, "Jam empat, ayo bangun! Kita sholat subuh berjama'ah"
"Tumben kamu bangun jam segini?" tanya Aditya sambil mengumpulkan kesadarannya.
"Engh itu Naya juga enggak tau. Ayo kak cepat bangun dan mandi" ucap Naya sambil menarik kedua tangan Aditya agar segera beranjak turun dari ranjang.
"Kakak bisa sendiri" Aditya bangun dan berjalan kekamar mandi.
Naya mengangkat bahu acuh dan segera merapikan tempat tidur. Sambil menunggu Aditya, Naya berinisiatif untuk menelpon ayahnya.
Dreeet Dreeet
"Assalamualaikum ayah!"
"Walaikumsalam, apa kabarmu Naya?"
"Baik, kalau ayah?"
"Ayah juga baik, bagaimana kehidupan pernikahanmu apa kamu bahagia?"
Natal mengangguk, "Tentu ayah, kak Aditya pria baik dan juga romantis"
"Syukurlah, ayah senang jika kamu bahagia, kapan kalian akan berkunjung kemari?"
"Naya ngikut aja sama kak Aditya kalau dia ada waktu luang, kita pasti berkunjung. Ayah tenang saja"
Cklek
"Nelpon sama siapa?" tanya Aditya sambil menggosok - gosok rambutnya menggunakan handuk kecil.
Naya menoleh, "Ah itu sama ayah" ucapnya, tapi dengan mata yang tak lepas dari tubuh menggoda Aditya.
"Coba loudspeaker kakak juga mau dengar" ucap Aditya sambil melangkah mendekati Naya.
"Iya Naya, biar ayah bisa berbicara dengan kalian berdua" sahut Rekan dari seberang sana.
Naya tidak mendengarkan mereka dua, mata dan pikirannya seakan dibuat mati kutu dengan tubuh Aditya.
"Naya?!" ucap Aditya sambil menguncang badan Naya.
"Ha? ada apa?" ucap Naya linglung.
"Ah sudahlah berikan handphonenya biar kakak yang bicara" ucap Aditya maju selangkah, tapi saat itu juga Naya mundur menjauhi Aditya.
"Berhenti disana!" teriak Naya saat tubuhnya telah menempel dengan dinding.
"Kenapa? saya hanya ingin mengambil handphone bukan memerkosamu" ucap Aditya, lalu segera merampas handphone dari genggaman Naya.
Sedangkan Naya mengumpati kebodohannya, Argh! ada apa dengan dirinya? kenapa harus mundur, kak Aditya hanya ingin mengambil handphone bukan memerkosamu Naya! batin Naya tak henti-hentinya mengomel.
"Naya kamu sedang apa?" bisik Aditya melihat Naya yang memukuli dirinya sendiri.
Naya menoleh kemudian menggeleng, "Tidak apa-apa, hehe"
"Aditya, Naya apa kalian sudah melakukannya?" tanya Revan yang menimbulkan tanda tanya.
"Melakukan apa ayah?" tanya Naya sambil menatap Aditya.
"Hahahaha, baiklah biar ayah perjelas jadi kalian berdua sudah melakukan hubungan badan?"
Aditya dan Naya terbatuk - batuk karena tersedak ludahnya sendiri, pertanyaan semacam itu tidak baik untuk kesehatan keduanya.
"Aditya, Naya kalian tidak apa-apa?" tanya Revan khawatir.
"Tidak ayah, engh ayah Naya tutup teleponnya yah. Waktu sholat sudah tiba" ucap Naya mengalihkan pembicaraan.
Revan terkekeh, "Baiklah, ayah juga mau sholat subuh, Assalamualaikum"
"Walaikumsalam" jawab Naya dan Aditya serempak.
Naya mengaruk tengkuknya, "Kak, aku pamit wudhu dulu"
Naya segera berlari meninggalkan Aditya yang terkekeh melihat tingkahnya.
Selepas sholat, Naya turun kebawah sedangkan Aditya murotal didalam kamar.
"Enaknya ngapain yah? masak aku nggak tahu, bersihkan rumah aku mager, terus aku harus ngapain sekarang?!" desis Naya kesal sambil menghentak - hentikan kakinya.
Tanpa sadar langkah kaki Naya membawa dirinya di halaman rumah yang dipenuhi bunga-bunga cantik.
"Woah! kapan bunga ini di tanam?" gumam Naya.
Naya berjalan melihat - lihat bunga yang mengeluarkan aroma khas, sedangkan sebagiannya belum mekar dan hanya menampakkan kuncup - kuncupnya.
Naya melihat selang dan keran air, sebuah ide terlintas dibenaknya.
"Lagi apa?"
Naya menoleh kebelakang, "Menyiram bunga, kakak mau kemana dengan pakaian seperti itu?" tanya Naya.
"Lari-lari sebentar disekitar komplek sekalian nyapa tetangga" ucap Aditya.
"Owh gitu ya kak, lain kali aja Naya kak biar kakak ada temannya" ucap Naya.
Aditya terkekeh, tangannya terangkat mengacak rambut Naya, "Ya udah saya pergi dulu"
"Hati - hati kak"
Setelah selesai menyiram bunga, Naya mematikan keran air dan berjalan masuk ke ruangan dapur.
"Eh nak, ngapain disini?"
Naya menoleh, "Mau bantuin bibi masak, boleh kan?"
Bik Ningsi mengangguk ragu, "Tapi emang enggak papa nak Naya bantuin bibi di dapur?"
"Enggak papa kok bi, yaudah bik Naya sekarang harus ngapain" tanya Naya sambil melihat-lihat bahan yang tersedia.
"Kamu kupas bawang putih dan merah aja, bibi mau potong sayur ini" ucap bik Ningsi.
"Baik bi, yang ini kan?" ucap Naya sambil mengangkat beda yang dia pegang.
Bik Ningsi menepuk jidatnya, "Bukan itu nak, tapi ini" ucapnya sambil mengambil 3 siung bawang merah dan 2 siung bawang putih.
"Emang yang ini namanya apa bik, sama-sama bawang kan?" tanya Naya bingung.
"Itu bawang bombay Naya" jawab bik Ningsi.
Naya mengaruk tengkuknya, "Oh gitu, ya udah bibi lanjutin tugas bibi, biar Naya yang kupas semua ini"
Bik Ningsi mengangguk kemudian kembali melanjutkan memotong sayur, lalu setelah selesai bik Ningsi segera mencuci sayur agar bersih dari kotoran.
"Awh!"
Bik Ningsi menoleh dan terpogoh-pogoh mendekati Naya, "Allahu Akbar, kenapa bisa kayak gini nak?"
Bertepatan dengan itu, Aditya pulang setelah berjalan-jalan disekitar komplek dan mendapati Naya yang meringis serta bik Ningsi yang menunjukkan raut khawatir.
"Ada apa?" tanya Aditya.
Bik Ningsi menoleh, "Ini nak, Naya terluka ketika mengupas bawang"
Naya menggeleng, "Tidak, aku baik-baik saja"
Aditya berjalan dengan cepat dan mengambil alih Naya, "Kamu kenapa?"
"Tidak, aku tidak apa-apa" ucap Naya menahan ringisan.
Aditya menghela napas kasar, "Naya jika kamu menyadari kemampuanmu nol di dalam dapur sebaiknya diam saja, jangan merepotkan orang lain!" ucap Aditya yang tanpa sadar menyakiti hati Naya.
Naya menunduk, "Baik kak, Naya tidak akan mengulanginya"
"Sini ikut saya, biar saya obati luka kamu" ucap Aditya membawa Naya ke ruang keluarga.
"Kamu tunggu disini, saya mau ambil kotak obat dulu" perintah Aditya.
Aditya segera mengambil kotak obat dan segera mengobati Naya.
"Awh! pelan-pelan kak" pekik Naya.
"Ini sudah pelan, kamu tahan saja!" sahut Aditya, tapi memperlambat gerakannya dan meniup - niup luka Naya untuk sedikit menghilangkan rasa perih.
"Sudah!, lain kali enggak usah masak biar bik Ningsi saja, ayah kamu memberitahu saya agar melarangmu masuk kedalam dapur" tutur Aditya lalu membereskan kotak obat dan menaruhnya kembali ketempat semula.
"Kakak mau kemana?" tanya Aditya.
"Kekantor, kenapa?" jawab Aditya tanpa menghentikan langkahnya.
"Boleh Naya yang siapin pakaian kakak?" tanya Naya.
Aditya menarik sudut bibirnya keatas, "Emang tangan kamu udah sembuh?"
"Udah kok kak, lagian ini cuman luka kecil" jelas Naya.
"Baiklah terserah kamu, saya mau mandi!" Aditya berbelok kearah kamar mandi meninggalkan Naya yang tersenyum senang, ternyata menyiapkan pakaian suami tak seburuk yang Naya kira.
Setelah menyimpan semuanya diatas ranjang, Naya turun kebawah untuk menyiapkan sepatu apa yang akan Aditya pakai.
"Nak, sarapan sudah siap" ujar bik Ningsi.
Naya menoleh dengan perasaan tak enak pada bik Ningsi karena telah menciptakan kekacauan di dapur, "Maaf yah bik, soal tadi"
Bik Ningsi tersenyum, "Enggak papa yang penting Naya sudah berusaha, ya udah sana panggil suami kamu makan"
Naya mengangguk, "Baik bik" dengan riang Naya menaiki tangga satu persatu, tapi saat tiba di depan pintu, ternyata Aditya telah siap dengan setelan kerjanya.
"Kak, yuk sarapan!" ujar Naya.
Aditya mengangguk, "Ayo!"
"Bibi saya minta maaf soal tadi" ucap Aditya pada bik Ningsi yang sedang menyiapkan piring.
Bik Ningsi menggeleng, "Enggak papa toh nak, bibi ngerti situasinya!"
"Makasih bik, ya udah yuk kita makan bersama"
"Kalian aja, bibi mau nyuci baju dulu" tolak bik Ningsi.
"Tapi bik--"
"Enggak papa, ya udah bibi pamit dulu" ucap bik Ningsi memotong perkataan Naya.
"Ya sudah ayo kita makan" perintah Aditya.
Naya mengangguk kemudian menjatuhkan bokongnya di kursi.
"Kak, Naya antar kedepan yah" pinta Naya.
Aditya mengangguk menyetujui. Naya tersenyum senang dan segera berjalan di samping Aditya.
"Saya pamit dulu, baik-baik di rumah jangan merepotkan bik Ningsi" pesan Aditya.
Naya mengangguk, "Baik kak!"
Aditya mencium kening Naya, "Ya sudah saya pergi dulu, Assalamualaikum"
"Tunggu kak!" cegah Naya.
Aditya berbalik, "Ada apa?"
"Naya belum salim" cicit Naya.
Aditya terkekeh, "Maaf saya lupa" Aditya mengulurkan tangannya pada Naya.
Naya mencium tangan Aditya, lalu melambaikan tangannya pada Aditya, "Dadadah kakak"
Aditya mengangguk kemudian berjalan ke arah garasi. Setelah mobil Aditya hilang dari pandangan Naya, dirinya pun lantas menutup dan mengunci pintu rumah.
....
To be continud
Jangan lupa hargai penulis dengan mengklik bintang dipojok kiri ☆
Luv♡
salam cinta dari apipaaa