^Selamat membaca^
....
"Ayah, papa, mama. Naya dan Aditya pamit duluan."
"Hati-hati yah kalian berdua," ucap Revan.
"Iya Yah, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," ucap Revan dan Azraqi.
Qiana menatap kesal pada putranya, "Aditya, kenapa terburu-buru? masih ada esok pagi!"
"Qiana, kamu kok kayak enggak pernah muda aja" ucap Azraqi.
"Tapi mas--"
"Biarkan saja mereka" ucap Azraqi lagi.
"Kami pamit dulu, Ayo!" ajak Aditya, Naya mengangguk kemudian mengikuti langkah kaki suaminya menuju mobil mereka.
Sebenarnya Naya ingin lebih lama menghabiskan waktu bersama keluarga besar mereka berdua, tapi Aditya malah memboyongnya ke rumah baru tepat setelah acara selesai. Padahal ini sudah larut malam. Namun, dia tetap saja keras kepala.
"Ada apa dengan wajahmu?" tanya Aditya.
Naya menoleh, "Menurutmu?!" ucap Naya kesal.
"Ini juga demi kebaikan kita, emang kamu mau dipaksa malam pertama sama semua keluarga? Dan ya kamu harus ingat kita menikah karena apa," ucap Aditya menohok.
Naya hampir lupa mereka menikah karena apa, tapi tetap saja Naya ingin lebih lama di hotel itu, lagi pula tanpa diingatkan Naya sudah tau mereka menikah karena impian Naya dan semoga ekspektasi Naya menjadi kenyataan.
"Turun, kita sudah sampai!"
Naya menoleh, melihat rumah barunya yang ukurannya 10 kali lipat lebih kecil dari rumahnya, tetapi memiliki halaman yang luas, "Kita akan tinggal di tempat seperti itu?"
Aditya menoleh, "Kenapa? kalau tidak suka ya pulang saja sana ke rumahmu yang besar itu, lagi pula cuman kita berdua yang menempatinya kenapa harus rumah besar?"
Iya, iya Naya tau Aditya benar, tapi-- ah sudahlah saat ini Naya tidak ingin berdebat, dirinya hanya butuh tidur dan berharap suaminya menjadi lebih romantis seperti impiannya.
"Kamu mau di situ terus selamanya?"
Naya tersadar kemudian ikut turun dari mobil, dirinya mengekor pada suaminya.
Cklek
Aditya membuka pintu rumah dan terpampanglah pemandangan rumah yang berdebu dan ... kosong?
"Kamu belum membeli perabotan rumah?" ucap Naya terkejut.
"Saya tidak tau soal masalah itu, rencananya sih sehari setelah menikah, saya akan mengajakmu membeli perabotan rumah kita."
Naya melongo, "Lalu malam ini kita tidur di rumah yang berdebu?" tanya Naya.
"Tidak, ayo ikut saya" ucap Aditya.
Aditya mengunci pintu rumah dan menyalakan lampu sebagai penerang, lalu berjalan kelantai atas diikuti Naya yang mengekor dibelakangnya.
"Kita akan kemana?" tanya Naya.
"Ke lantai atas, kamar kita di sana sudah bersih jadi kamu tidak perlu merasa takut."
"Fyuh, syukurlah."
Saat Aditya membuka pintu kamar. Tanpa basa-basi lagi, Naya berjalan mendahului Aditya lalu menjatuhkan badan di ranjang, rasanya semua badan Naya remuk setelah seharian berdiri melayani tamu.
"Jangan tidur dulu, kamu harus mandi dan berganti pakaian."
Naya membuka matanya dengan cepat berlari ke kamar mandi sebelum Aditya mendahuluinya, bisa gawat jika Aditya yang pertama mandi dan dirinya yang terakhir.
Naya berusaha melepas kancing baju yang berada di punggungnya, argh! salahkan desainernya yang menempatkan kancing di punggungnya dan bukannya resleting.
Terdengar suara ketukan pintu.
"Apa kamu tidur? saya tidak mendengar suara air dari dalam"
Naya menoleh, "Tidak, aku sedang mandi!"
Saat Naya menoleh dirinya menemukan gunting di rak dekat kaca, tapi untuk apa seseorang menempatkan gunting di kamar mandi, bukannya itu aneh?, tapi terserahlah yang penting gunting ini bisa Naya gunakan untuk menggunting gaun pengantin yang sangat menyusahkan ini.
"Gotcha!" gumam Naya setelah berhasil menggunting gaunnya, setelah itu Naya segera mandi untuk menyegarkan tubuh setelah seharian berkeringat.
"Apa kamu tidak melupakan sesuatu?"
Naya menoleh bingung, apa yang dirinya lupakan?
"HANDUK?!" teriak Naya.
Aish! kenapa aku bisa melupakan sesuatu yang penting? batin Naya.
"Hahahaha mau saya ambilkan?" tanya Aditya.
Goblok, kenapa masih bertanya? batin Naya kesal.
"Iya!! ambilkan cepat aku kedinginan!" teriak Naya.
"Ini, tapi apakah kamu bisa membuka sedikit pintunya?"
Dengan ragu Naya membuka sedikit pintunya dan mengulurkan tangannya keluar, "Mana?!"
"Ini"
"Makasih!"
Dengan cepat Naya segera menutup kembali pintunya sebelum terjadi sesuatu.
Naya keluar dengan balutan handuk yang melilit tubuhnya sampai batas paha.
"Kamu ingin mengoda saya?"
Naya mencibir, "Cepatlah mandi, aku ingin berganti pakaian."
Aditya terkekeh, "Ya, baiklah."
Setelah mendengar suara percikan air, Naya segera memakai pakaiannya dan mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer, bertepatan dengan itu terdengar suara pintu kamar mandi.
"Kok cepat banget?" tanya Naya.
Aditya menoleh, "Kamu aja yang lama."
"Cih, aku kan perempuan jadi wajar kalau lama."
"Ya ya terserah kamu saja," ucap Aditya sambil membawa pakaiannya, lalu kembali masuk kedalam kamar mandi untuk berganti pakaian.
Setelah rambutnya kering, Naya segera menjatuhkan dirinya di ranjang lalu beberapa detik kemudian, Naya sudah terlelap tanpa menunggu suaminya.
"Naya, bangun!"
Naya melenguh "Engh, aku masih ngantuk yah!"
Aditya menggelengkan kepalanya, mungkin Naya lupa dirinya telah menikah dan bukan lagi tinggal di rumah ayahnya. Dengan gerakan perlahan, Aditya menguncangkan badan Naya.
"Yah, Naya masih ngantuk!"
"Naya saya suami kamu bukan ayah kamu."
"Suami?" gumam Naya yang masih terdengar ditelinga Aditya.
"Iya suami kamu, ayo cepat bangun kita sholat subuh dulu."
Naya membuka matanya dan menatap terkejut Aditya yang berada tepat di depannya, spontan Naya mendorong tubuh Aditya menjauh.
"Awh! Naya saya suami kamu!" ucap Aditya sambil mengusap bokongnya.
"Eh, maaf - maaf Naya enggak sengaja" sesal Naya.
Aditya menghela napas, "Tidak apa-apa, kamu cepatlah bersiap, kita sholat berjamaah."
"Okay, tunggu bentar" ucap Naya sambil bangkit dari ranjang, tanpa berniat membantu suaminya untuk bangun.
Naya keluar dari kamar mandi setelah urusannya selesai, setelah itu Naya menggelar sajadah untuknya dan untuk suaminya, lalu dirinya segera memakai kerudung sholat.
"Udah siap?" tanya Aditya.
Sejenak Naya terpaku pada air yang menetes di wajah Aditya. Jadi, ini yang dikatakan oleh teman - temannya? jika benar, Naya mengakui pria yang berwudhu lebih menggoda dari pada pria berperut kotak-kotak.
"Naya?"
Naya tersadar, lalu dengan cepat mengalihkan pandangannya, "Ayo sholat, semua udah siap"
"Baiklah," ucap Aditya sambil memposisikan dirinya dihadapan sajadah yang terbentang.
Aditya mengangkat kedua belah tangannya, "Allahu Akbar."
Naya yang mendengar seruan Aditya segera mengangkat kedua belah tangannya seraya mengumamkan takbir dan mulai mengikuti semua gerakan Aditya.
"Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh," gumam Aditya sambil menengok ke kanan dan ke kiri.
Lalu Aditya mengangkat kedua tangannya seraya berdoa kepada Allah sang pencipta.
"Ya Allah, hamba memohon ampunan untuk hamba dan keluarga hamba serta istri hamba. Ya Allah semoga hamba bisa menjadi suami yang baik untuk istri hamba. Ya Allah semoga hamba bisa memenuhi janji hamba kepada ayah istri hamba. Ya Allah kabulkanlah semua permohonan hamba, Aamiin Allahumma Aamiin" batin Aditya.
"Ya Allah, aku tidak tahu apakah keputusanku menikah itu tepat? Ya Allah aku bingung, apakah aku harus bertanya kepada ayahku kenapa memilih Aditya sebagai suamiku? atau tetap diam dan mengikuti takdir yang Engkau gariskan untukku? Ya Allah ampunilah semua dosa - dosaku, dosa-dosa orang tuaku dan dosa-dosa seluruh orang disekitarku, Ya Allah semoga mama tenang di alami sana, Ya Allah kumohon bantulah aku menyelesaikan semua masalahku,Ya Allah kabulkanlah semua doaku, Aamiin ya rabbal alamin" batin Naya.
Aditya menoleh kebelakang dan mengulurkan tangannya pada Maya, "Salim"
Naya mencium tangan Aditya dan dibalas ciuman kening oleh suaminya itu.
"Habis sholat kamu mau lanjut tidur?" tanya Aditya.
"Enggak deh, aku mau beres-beres rumah"
Aditya mengangguk, "Okay, oh iya panggil kamu bisa memanggil saya kak atau mas, senyamanmu aja"
"Ogheeey kak, ya udah aku ke bawah dulu" ucap Naya.
"Iya dek"
Naya menuruni tangga dan berjalan kearah jendela, tujuannya saat ini adalah membuka semua jendela agar pertukaran udara bisa terjadi. Lalu, Naya mengambil sapu dan mulai menyapu seluruh ruangan serta mengepe lantai.
"Kak! lantainya jangan diinjak masih basah tau!" ucap Naya kesal.
"Maaf, maaf kakak cuman mau kedapur"
"Ngapain? sebaiknya kakak diam dulu di kamar deh, kalau lantainya udah kering nanti Naya ngasih tau" dumel Naya.
Aditya terkekeh, "Iya, iya"
Naya menghela napas kemudian kembali melakukan kegiatan membersihkannya. Setelah selesai mengepel Naya kembali melap jendela.
Dua jam kemudian, Naya menjatuhkan dirinya di lantai yang telah bersih, Larut dalam ketenangan, Naya sampai lupa memanggil Aditya turun.
"Naya!!! lantainya udah kering apa belum? kakak lapar pengen makan" teriak Aditya dari atas.
Naya tersentak kemudian menepuk keningnya, "Iya kak, lantainya udah kering! !" teriak Naya.
Naya menoleh pada langkah kaki yang mendekat, "Kakak mau kemana?"
"Mau beli makanan di luar, kamu mau pesan apa? biar kakak beliin,"
"Bubur ayam aj,a" ucap Naya.
Aditya mengangguk, "Okay, oh iya kalau udah kamu siap - siap, habis makan kita otw beli perlengkapan rumah."
"Iya kak."
Fyuh, aku cape banget, bisa nggak sih belinya entar siang aja? dumel Naya dalam hati.
"Assalamualaikum," pamit Aditya.
"Waalaikumsalam," ucapku.
Setelah tubuh Aditya tak terlihat Naya segera mandi dan bersiap diri untuk mengeluarkan tenaganya hari ini. Mungkin bagi Naya, hari ini adalah hari terlelah yang pernah dirinya rasakan selama 25 tahun menjalani hidup.
....
To be continud
> Jangan lupa hargai penulis dengan mengklik bintang ☆
Luv♡
salam cinta dari apipaaa.