Diah berjalan di koridor kelas sambil memeluk buku pelajaran yang baru dia dapatkan. Sebenarnya ia berniat menuju ke kelas dengan salah satu teman asramanya karena mereka berada di kelas yang sama. Namun, dia diingatkan agar menemui wali kelasnya terlebih dahulu untuk meminta buku-buku pelajarannya sehingga membiarkan teman asramanya pergi ke kelas dulu karena bel sebentar lagi berbunyi.
Ia berjalan bersama guru perempuan yang bernama Bu Rosa yang mengajar Matematika di kelasnya. Penampilan Bu Rosa terlihat sopan dan tidak mengenakan pakaian yang ketat serta menggulung rambutnya dengan gaya profesional, tatapannya tenang namun tegas dan membuatnya menaruh rasa hormat padanya. Wali kelas telah memerintahkannya untuk mengikuti Bu Rosa karena beliau ada jam untuk mengajar di kelasnya.
Bu Rosa membuka pintu dan meletakan tasnya di atas meja diikuti Diah di belakangnya. Suara gaduh yang ia dengar dari luar segera hilang ketika mereka berdua memasuki kelas.
Bu Rosa berjalan di tengah kemudian memperkenalkan Diah. "Anak-anak kalian mendapatkan teman baru." Bu Rosa menolehkan kepalanya. "Perkenalkan dirimu!"
Diah berjalan mendekati Bu Rosa dan menarik nafasnya dalam. "Hallo semuanya namaku Diah Ajeng Anjani, aku berasal dari kota ini dan semoga kita bisa berteman kedepannya," ucapnya memperkenalkan diri sambil tersenyum.
Teman sekelasnya yang baru membalas perkenalannya dengan ramah dan menyapanya, ia turut membalasnya dengan senyum dan mengucapkan hallo pada mereka.
Bu Rosa menghentikan percakapan mereka dan memintanya duduk di tempat kosong. "Baiklah cukup perkenalannya kalian bisa lanjutkan lagi setelah jam istirahat, Diah kamu bisa duduk di sana," tunjuknya pada bangku yang kosong di dekat jendela bagian belakang.
Diah mengangguk dan berterima kasih padanya, ia melangkahkan kakinya menuju bangku barunya dan tidak sabar meletakan buku-bukunya yang terlalu berat ia bawa. Selusin buku paket untuk semester ini dan 6 paket buku latihan telah ia terima dari wali kelasnya, membuat bahu dan lengan Diah terasa lelah membawanya.
Ketika berjalan mendekati tempat duduknya entah mengapa Diah mendapatkan tatapan aneh dari teman sekelasnya, ada tatapan simpati, suka cita, senang, dan acuh tak acuh membuat Diah sangat bingung dengan teman sekelasnya yang baru.
Klek.
Suara pintu yang terbuka membuat perhatian semua orang teralihkan pada orang yang baru masuk kelas, seorang pemuda dengan seragam sekolah yang dikenakan longgar dengan jas yang tidak terkancing sepenuhnya serta rambut lebat yang menutupi matanya, ia tidak membawa tas dan hanya membawa ponsel di saku celananya. Pemuda itu tanpa rasa bersalah memasuki kelas setelah tersenyum kecil pada Bu Rosa kemudian berjalan menuju tempat duduknya.
Bu Rosa menghela nafas melihat perilaku pemuda itu, walaupun dalam hati ia sedikit kesal karena terlambat datang ke kelasnya tetapi dia hanya bisa mentoleransinya. Lagipula datang atau tidak dia masih bisa memahami materinya dengan cerdas dan memborong banyak medali kemenangan untuk sekolah. Setidaknya dia tidak memiliki sifat buruk dan catatan melanggar aturan sejak sekolah di sini, sehingga dia membiarkannya.
Diah yang telah duduk dibangkunya dan siap mendengarkan materi merasa bingung karena Bu Rosa membiarkan pemuda itu begitu saja tanpa menegurnya. Bahkan sikap teman kelasnya terlihat tenang seolah-olah dia sudah terbiasa datang terlambat.
Merasa pemuda itu semakin mendekatinya, Diah menolehkan kepalanya dan melihat hanya kursi disampingnya yang kosong, ia menelan ludahnya dan sangat gugup jika dia harus satu meja dengannya.
Ia menduga bahwa anak ini adalah anak nakal atau tiran sekolah yang suka menindas siswa lain seperti di sekolahnya dulu. Perilakunya terhadap guru dan penampilannya yang acak-acakan sangat mendukung pendapat Diah terhadapnya. Dia datang ke sekolah seolah-olah hanya untuk bermain dan menghabiskan uang orang tuanya apalagi dia tidak membawa buku sama sekali.
Diah tidak boleh terlibat olehnya!
Pemuda itu mengerutkan dahinya saat melihat bangku yang selama ini kosong telah diduduki oleh orang asing dan dia merasa tidak senang. Semua teman kelasnya sudah tahu bahwa dia tidak suka duduk dengan orang lain sehingga sejak awal dia selalu duduk sendiri.
Pemuda itu mempercepat langkahnya dan tidak sabar melihat orang yang berani duduk dibangkunya, dia ingin melihat siapa yang memiliki nyali yang besar untuk duduk bersamanya.
Namun, dia segera mengurungkan niatnya ketika menyadari bahwa itu adalah gadis kecil yang memberinya ulasan buruk hingga membuatnya dipecat dari pekerjaan. Apakah ini adalah takdir hingga mereka menjadi teman sebangku?
Ia menarik sudut bibirnya dan berjalan mendekat, ia menarik kursi disebelahnya dan segera duduk.
Diah tidak berani memandang wajah pemuda itu, dia masih menundukkan kepalanya dan berpura-pura menulis sesuatu di buku tulisnya. Ia ingin menyibukkan dirinya dan mengabaikan pemuda itu, terkadang dia juga melihat ke arah jendela untuk menikmati udara segar.
Melihat gadis kecil itu yang mengabaikannya dan malah menatap keluar jendela membuat pemuda itu mengernyitkan dahinya tidak senang, Kenapa gadis kecil itu tidak menatapnya? Apakah ada hal menarik di luar jendela sana yang lebih menarik dari dirinya?
Ini pertama kalinya ada yang mengabaikannya dengan sengaja.
Dengan malas pemuda itu menompang kepalanya dengan tangan kanan dan menatap gadis kecil itu. "Namaku Rifan teman sebangku mu selama semester ini."
Mendengar pemuda itu memperkenalkan dirinya terasa tidak sopan jika Diah tidak membalasnya, ia mengalihkan pandangannya dari jendela dan melihatnya.
Namun, ia sangat terkejut ketika melihat siapa teman sebangkunya. "Kau-"
Rifan bergerak cepat untuk menutup mulutnya ketika Diah akan berteriak saat melihatnya. "Jangan berteriak atau kita akan menarik perhatian guru."
Diah membelalakkan matanya terkejut ketika mengenali pemuda di depannya, bukankah dia pegawai minimarket yang kurang ajar mengejeknya? Bagaimana bisa dia ada di sini?
"Anggukan kepalamu jika setuju tidak akan berteriak dan aku akan melepaskan mu," kata Rifan memperingatinya.
Diah mengangguk cepat mensetujuinya.
Rifan menyeringai dan melepaskan bekapan tangannya kemudian kembali ke posisi semula untuk menatap Diah.
Diah merasa risih dengan tatapannya. "Namaku Diah Ajeng Anjani, semoga kedepannya kita bisa menjadi teman baik."
"Aku tidak ingin menjadi temanmu," balas Rifan dengan cepat.
'Aku juga tidak ingin.' kata Diah dalam hati dan menatapnya aneh karena menjawab sikap ramahnya dengan serius, tetapi itu tidak apa-apa juga karena dia tidak ingin berteman dengannya.
"Cih sinis sekali," komentar Rifan atas sikap dinginnya.
Diah mengabaikannya dan menatap ke arah bu Rosa untuk mendengarkan penjelasannya.
"Darimana kamu berasal?"
"Kota ini."
"Apakah rumahmu dekat dengan sekolah ini?"
"Tidak juga."
"Minimarket tempat kita bertemu, apakah rumahmu dekat dari sana?"
"Hmmm…"
"Perumahan Jalan Sejati?"
"Iya."
"Berapa usiamu?"
"17 tahun."
"Tidak mungkin!" sanggah Rifan sambil melihatnya dari atas ke bawah.
Diah sangat kesal dengan tatapannya seolah-olah tidak percaya bahwa dia berusia 17 tahun. Banyak orang yang salah mengira umurnya karena tinggi badannya yang cukup pendek, bahkan dia pernah mendapatkan tiket yang salah karena tinggi badan ini.
"Aku lebih tua darimu," ucap Diah bangga, sejak masuk dunia sekolah hingga sekarang dia selalu yang tertua dalam angkatannya karena tanggal lahirnya.
"Aku tidak percaya! Lihat kartu identitas mu, aku tidak percaya kamu lebih tua dariku." Rifan mengulurkan tangannya meminta kartu identitasnya.
"Kenapa aku harus menyerahkannya?" Diah menatapnya tidak senang dan tidak berniat mengeluarkannya.
Rifan menyipitkan matanya dan mengucapkan omong kosong seolah serius. "Untuk identifikasi, sekolah ini tidak menerima anak dibawah umur yang seharusnya belum sekolah."
Diah sangat kesal mendengar ucapannya dan menginjak kakinya untuk melampiaskan kekesalan.
"Aisssshh…" Rifan pura-pura sakit dan mengeluarkan ponselnya untuk mencatat. "Mengintimidasi temannya mendapatkan poin antara 10 dan 60 karena ini hanya kasus kecil maka hanya 10 poin dan menerima hukuman membersihkan toilet selama seminggu." Rifan membuka kameranya dan memfoto sepatunya yang terdapat jejak sepatu diatasnya.
"…"
Rifan mengabaikannya dan terus mencatat. "Kuku tangan yang tidak di potong 5 poin dan menerima hukuman membantu guru selama 3 hari."
"Dengan yang tadi maka totalnya 15 poin dan tinggal 85 poin lagi maka orang tuamu akan dipanggil dan kurang 135 poin lagi dan kamu akan di keluarkan dari sekolah."
Untung saja mereka berada dibangku paling belakang dan ditutupi oleh murid berbadan besar sehingga guru tidak akan memperhatikan mereka.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Diah merasa aneh.
"Mencatat poin pelanggaran, apakah kamu tidak tau sekolah ini memberlakukan sistem poin bagi yang melanggar aturan, bahkan banyak yang dikeluarkan karena hal ini," jelas Rifan sambil melambaikan ponselnya.
Diah telah mendengar dari kakaknya mengenai sistem poin di sekolah ini dan diperingatkan agar tidak melanggar aturan karena cukup sulit mengurangi poinnya. Tetapi dia tidak menyangka pada hari pertama dia sekolah akan langsung menerima poin dari anak berandalan di depan matanya!
"Karena ini hari pertamamu di sekolah dan belum mengenal aturan sistem poin maka aku akan membiarkanmu kali ini," kata Rifan dengan tenang ketika melihat ekspresi Diah yang jelek.
"Apa hakmu memberi poin padaku?"
Dengan wajah serius namun main-main Rifan menjawabanya. "Sebagai murid teladan dan berprestasi aku harus menegur teman sekolah yang melanggar aturan dan melaporkan pada guru."
"Aku tidak percaya." Hanya orang bodoh akan mempercayai omong kosong murid sepertinya. Apanya yang murid teladan dan berprestasi sudah bagus jika dia tidak membuat masalah untuk guru.
Rifan tertawa kecil ketika menyadari bahwa Diah tidak mempercayainya, ia mengedikan bahunya dan berniat tidur di atas mejanya. Semalam setelah kembali dari rumah OmBen dia harus mengerjakan banyak proyek dari klien karena tenggat waktu hampir tiba. Sekarang dia sangat mengantuk dan ingin tidur dengan tenang.
Diah memandang tidak percaya pada Rifan yang merebahkan kepalanya di atas meja, perilaku nakalnya semakin menjadi-jadi bahkan saat jam pelajaran dia berani tidur di kelas dan guru yang melirik mereka hanya menghela nafas tidak berdaya melihatnya.
Apakah sudah terlambat mengganti teman duduknya?
oOo
Bu Rosa telah menyelesaikan kelasnya dan memberikan tugas yang harus di serahkan minggu depan kemudian mengemasi barang-barangnya untuk meninggalkan kelas.
Diah masih mencatat materi di buku barunya dan sesekali melihat ke arah Rifan yang tengah tertidur nyenyak. Ia mengernyitkan dahinya ketika menyadari lingkaran hitam samar di bawah matanya, apakah ia kekurangan tidur ketika bermain larut malam?
Diah mengabaikannya, kenapa dia harus perduli padanya, ia harus menjauhkan diri darinya jika masih ingin menjalani masa sekolah dengan damai. Berurusan dengannya hanya akan membawa hal buruk baginya.
Tak lama setelah bu Rossa pergi masuklah guru laki-laki paruh baya yang membawa laptop dan tas kerja. Diah melihat jadwalnya dan mengetahui bahwa guru tersebut pasti yang mengajar pelajaran sejarah.
Guru itu meletakan tasnya dan memasangkan laptopnya ke proyektor sebelum memulai pembelajaran. "Ketua kelas kumpulkan tugas minggu kemarin," perintahnya pada ketua kelas dan masih sibuk dengan laptopnya.
Seorang perempuan dengan ikat rambut ekor kuda berdiri dari tempat duduknya dan mulai mengumpulkan tugas-tugas dari teman sekelasnya. Ketika berjalan di belakang dia melewati tempat Rifan dan mengambil buku tugas siswa di depan Diah.
"Tunggu!" Diah menghentikannya.
Ketua kelas berhenti dan menatapnya bingung, dia adalah siswa baru hari ini jadi wajar saja jika tidak mengumpulkan tugas minggu kemarin. "Kenapa?"
Diah menunjuk Rifan dengan jarinya. "Kamu tidak perlu mengumpulkan tugasnya?"
"Dia?" Ketua kelas menaikan sebelah alisnya.
Diah mengangguk kepalanya.
"Dia tidak perlu mengumpulkannya," kata ketua kelas dengan acuh dan meninggalkan mereka.
"…"
Terlalu nakal dan berandalan, bahkan mengintimidasi siswa lain agar tidak mengumpulkan tugas dan membuat guru-guru takut menegurnya. Terpikal laki-laki badboy seperti novel yang ia baca. Tampan (Diah benci mengakuinya), sikap kurang ajar ( tidak menghormati guru), suka bermain (lihat saja dia membawa ponsel daripada buku!), tirani (guru dan siswa-siswa takut padanya hingga tidak berani menegurnya) dan pemalas (lihat saja penampilannya sangat mencerminkan seorang pemalas sejati!)
Diah terus mengingatkan dalam hatinya agar menjahuinya!
-TBC-
~Forum Sekolah~
Sub Forum : Kelas XI Angkatan 20XX
Pengirim : @pejalankaki
Topik : Ada siswa baru yang imut dan menggemaskan
Hari ini di kelas kami ada siswa baru yang imut dan menggemaskan seperti loli, lihat posenya ketika mengigit pena sangat menggemaskan dan aku ingin mencubit pipinya.
[PIC]
Komentar :
@terbangkelangitke-7 aw aw aw kelasmu di penuhi keberuntungan memiliki siswa baru sepertinya.
@tujuhlangkah ah ah ah darimana kelasmu mendapatkan gadis kecil ini?
@flowerday kalian laki-laki busuk jangan ganggu gadis kecil ini!
@RunRun56 Hei apakah gadis ini salah masuk sekolah? Bukankah SMP berada tepat disamping sekolah kita.
@LoveYouG Mungkin dia salah masuk sekolah, hei bantu dia menemukan sekolahnya yang sebenarnya
@YouMeJ Tunggu bukankah disampingnya itu si 'Cendekia'?
@LoveyouG Eh aku baru menyadarinya bukankah dia si 'Cendekia'
@terbangkelangitke ….
@RunRun56 …
@Flowerday …
@pejalankaki Aku tidak bisa menolongnya mari kita kirimkan doa saja padanya.
~Mengheningkan cipta dimulai~