Bel istirahat telah berbunyi dan Diah menyimpan buku-bukunya di dalam laci, ia bergerak seminimal mungkin agar tidak membangunkan Rifan yang tengah tertidur pulas. Untung saja tempat duduk mereka berada paling belakang dan tidak ada bangku yang akan menghalangi Diah untuk keluar sehingga ia harus berjalan melewati Rifan dan tentu saja akan membangunkannya.
Setelah keluar Diah berjalan mendekati teman asramanya yang sekelas dengan nya agar mereka pergi ke kantin bersama. "Maja apakah kamu ingin ke kantin?"
Maja mengangguk. "Ok tunggu sebentar." Ia masih membereskan barang-barangnya kemudian menutup tasnya. "Ayo!"
Diah berjalan disampingnya dan mengajukan pertanyaan tentang sekolah ini, banyak hal yang harus dia ketahui agar tidak ditipu oleh Rifan. Dan untung saja Maja dengan baik hati menjawab semua pertanyaannya.
Sesekali Maja bertanya tentang sekolah lamanya dan Diah menjawab sekedarnya, melihat Diah tidak suka dengan topik ini dia segera mengalihkannya dan menjelaskan mengenai peraturan sekolah ini dan sistem poin.
SMA Bunga Bangsa adalah sekolah swasta yang berdiri 7 tahun yang lalu, walaupun terbilang baru sekolah ini berkembang dengan cepat dan menghasilkan lulusan yang baik dan cakap, guru-guru adalah seorang professional dan memiliki latar belakang pendidikan yang mumpuni serta tenaga kerja yang bertanggung jawab dan disiplin.
Untuk memasuki sekolah ini para calon siswa harus mengikuti serangkaian ujian agar lolos seleksi, ada empat mata pelajaran utama yang diujikan dan satu ujian praktek yang harus mereka ikuti sehingga jumlah siswa yang lulus seleksi dibandingkan dengan sekolah negeri lain jauh lebih sedikit, namun kualitas siswanya adalah yang terbaik.
Sekolah ini memiliki dua gedung utama yang digunakan untuk pembelajaran dengan gedung utara digunakan sebagai kelas dan gedung selatan untuk berbagai fasilitas sekolah seperti perpustakaan, lab, uks, lapangan indoor dll.
Sedangkan untuk gedung ditimur digunakan sebagai kantor guru, kantor kepala sekolah, kantor adminitrasi dan kesiswaan. Untuk area barat terdapat gedung asrama murid yang di pisahkan oleh taman.
Taman berfungsi sebagai pemisah antara asrama laki-laki dan perempuan dan biasanya di gunakan oleh murid untuk jogging di pagi hari atau di sore hari. Sekolah menyarankan agar muridnya tinggal di asrama agar mereka tidak perlu menempuh jarak jauh untuk pergi ke sekolah, akan tetapi hal ini tidak wajib karena tentu saja membutuhkan biaya tambahan. Tetapi jika murid masuk 3 besar seangkatan mereka akan mendapatkan beasiswa dan asrama gratis sampai semester berikutnya.
Diah mengangguk mengerti dan bertanya mengenai sistem poin pelanggaran pada Maja.
Sistem poin digunakan untuk siswa yang melanggar aturan, jika poin sudah mencapai jumlah tertentu biasanya akan diiringi oleh hukuman fisik hingga panggilan orang tua. Untuk hukuman fisik biasanya berlangsung lama hingga beberapa hari atau bahkan bulan, hukumannya tidak terlalu berat mereka hanya disuruh membersihkan toilet atau halaman sekolah.
Tapi itu sangat melelahkan karena jumlah toilet diseluruh gedung sangat banyak dan luas halaman cukup lebar. Oleh sebab itu, hampir semua murid menghindari diberikan poin karena tidak ingin memiliki catatan jelek.
Dan untuk mengurangi poin pelanggaran mereka harus mendapatkan poin kontribusi dengan cara memberikan kontribusi kepada sekolah berupa mengikuti berbagai lomba bahkan mendapatkan juara, membantu pihak sekolah, dan menyelesaikan tugas tertentu dari guru.
"Apakah siswa yang melaporkan pelanggaran akan mendapatkan poin kontribusi?" Dia menyela penjelasan Maja.
Maja mengangguk.
'Pantas saja,' batinnya dalam hati, ia berfikir pasti Rifan ingin melaporkannya untuk mendapatkan poin kontribusi agarmengurangi poin pelanggarannya.
"Sekolah ini sangat ketat dalam aturannya," komentar Diah.
Maja mengangguk setuju. "Seperti pepatah, guru yang ketat menghasilkan siswa yang luar biasa, dalam waktu singkat 7 tahun sekolah ini sudah berkembang seperti ini dan menghasilkan lulusan yang baik."
Mereka semakin mendekati kantin dan sudah terlihat banyak siswa yang memenuhi meja kantin, mereka menghela nafas melihat betapa penuhnya tempat itu karena para murid berbondong-bondong menuju kantin setelah jam istirahat.
"Kamu carilah meja dan aku akan memesan makanan dulu, apa yang kau inginkan?" Tanya Maja berniat memesan makanan dan memintanya mencari meja.
"Aku ingin bakso pangsit dan air putih," kata Diah sambil memberikan uangnya.
Maja mengangguk dan berjalan ke stand makanan untuk mengantri dan meninggalkan Diah untuk mencari meja.
Diah berjalan sambil menolehkan kepalanya untuk mencari meja kosong di kantin, ia berharap dapat menemukan satu atau kalau tidak mereka harus menghabiskan makanan di luar kantin di dekat pepohonan dan akan cukup memalukan jika ada yang melihatnya.
"Diah kemarilah!"
Diah menghentikan langkahnya ketika mendengar namanya dipanggil dan melihat ketua kelas bersama seorang perempuan melambaikan tangan ke arahnya, ia sedikit ragu tetapi tetap berjalan mendekati mereka.
"Kemarilah duduk bersama kami," tawar anak perempuan yang duduk bersama ketua kelas.
"Aku bersama Maja ke kantin," ucap Diah ragu karena hanya ada satu kursi yang kosong.
Mendengar perkataannya, ketua kelas mengambil kursi di meja sampingnya yang tidak di gunakan. "Nah sekarang bergabunglah daripada lo harus makan di luar kantin."
Diah mengucapkan terima kasih dan duduk didekatnya. "Terima kasih ketua kelas."
"Jangan panggil gue ketua kelas," bantahnya sambil mengibaskan tangannya. "Nama gue Nadzifah dan dia Lailun," tunjuknya pada anak perempuan yang menawarkan pada Diah.
Diah mengulurkan tangannya dan menjabat tangannya. "Hallo namaku Diah."
"Jangan terlalu formal, lo bisa gunakan lo gue saat bicara sama kita," tegur ketua kelas.
Diah mengangguk ragu karena dia tidak pernah menggunakan kata ini.
"Hai Diah gue yang duduk di samping meja lo ah tidak lebih tepatnya di samping meja Rifan," kata Lailun memperkenalkan dirinya sambil memelankan suaranya ketika membahas Rifan.
Diah merasa sedikit aneh mendengar perkataan terakhirnya. "Memangnya ada apa dengan Rifan?"
Lailun sedikit ragu menceritakan pada Diah namun dia tetap melakukannya agar dia mengetahui siapa teman sebangkunya. "Dia… dia… bukan manusia…" Memikirkan Rifan membuatnya mengingat masa awal-awal saat mereka memasuki sekolah ini yang sangat berkesan baginya bahkan mungkin murid lain.
"Bukan manusia?" Diah mengernyitkan dahinya bingung.
Lailun mengangguk semangat dan memperingatinya. "Dia bukan orang biasa yang bisa di remehkan, sebaiknya lo hati-hati kalau tidak mental lo akan terguncang." Dia mengingat hari pertama MOS, Rifan membuat seorang senior terguncang karena ucapannya hingga tidak bisa berkata apa-apa saat berdebat.
Melihat kebingungan Diah, Nadzifah berbaik hati menambah penjelasan Lailun. "Lailun benar jika digambarkan kita bagaikan langit dan bumi, sebagai orang biasa kita tidak bisa menjadikannya panutan," katanya sambil menghela nafas panjang.
Dengan wajah serius Lailun memperingatinya. "Jadi saran gue jangan pernah menarik perhatiannya kalau tidak-"
"Apa yang kalian bahas?" suara Maja menyela pembicaraan mereka dan membuat hati Diah merasa gatal karena ucapan Lailun yang terpotong.
"Kami membahas mengenai Rifan," jelas Diah setelah Maja duduk di sampingnya.
"Rifan?" Maja tertarik bergabung dengan pembicaraan mereka. "Ahhhh…. Memikirkannya membuatku kesal sampai mati." Sekeras apapun dia belajar dia tidak akan bisa melampaui Rifan dengan ingatan fotografinya.
"Apa yang dia lakukan hingga membuatmu kesal?" tanya Diah penasaran.
Dengan hati yang sakit Maja menjelaskannya. "Dia menggertaku dengan kecerdasannya dan membuatku selalu di bawahnya."
"???"
Diah sangat terkejut hingga tidak bisa mengontrol ekspresinya, ia semakin tidak menyukai Rifan setelah mendengar perkataan Maja. Bagaimana bisa dia berani melawan perempuan lemah?
"Apakah kamu tidak melaporkannya kepada guru?" suara Diah sedikit naik hingga membuat Lailun terkejut.
"Melaporkan?" Lailun hanya mendengus dan meremas cup tehnya. "Tidak berguna."
"Diah, semua guru tidak bisa menanganinya bahkan kepala sekolah tidak berdaya," jelas Nadzifah sambil mendesah. Semua guru sangat menyukai Rifan karena prestasinya dan selalu membawa piala kemenangan dalam lomba apapun yang dia ikuti, mereka bahkan tidak keberatan jika Rifan absen dari kelas bahkan para guru merasa dia hanya membuang-buang waktu dan membiarkannya melakukan apa yang dia inginkan asalkan tidak melanggar aturan dan tetap mengharumkan nama sekolah.
"???"
Diah semakin yakin dengan tirani Rifan di sekolah ini bahkan guru-guru tidak bisa menanganinya dan membiarkannya bersikap semena-mena tanpa memperdulikan aturan.
"Maja kamu pasti menderita selama ini." Dengan prihatin Diah menepuk bahunya
Dengan lesu Maja mengangguk dan memasukan bakso ke mulutnya.
Sekeras apapun dia belajar tidak akan pernah bisa melampauinya dan harus puas berada di ranking ketiga seangkatannya. Sejujurnya dia mengagumi kegigihan ketua osis yang masih bersaing dengan Rifan untuk mendapatkan peringkat pertama dan tidak terpukul melihat perbedaan nilai mereka.
"Diah lihat dua siswa di sana!" Nadzifah menunjuk dua orang yang baru saja memasuki kantin.
Diah mengalihkan pandangannya dan melihat ke arah yang di tunjukan Nadzifah, ia menyipitkan matanya dan melihat dua orang yang memiliki gaya mirip seperti Rifan tengah memesan makanan. "Jangan bilang mereka teman Rifan."
"Lo benar." Lailun mengangguk dan menjelaskan. "Yang bertubuh tinggi sedikit kekar namanya Abi dan yang rambutnya sedikit panjang bernama Reynaldi mereka berada di kelas 11 IPS 4 dan teman Rifan sejak memasuki sekolah ini."
Tanpa diminta Lailun menjelaskan pada Diah. "Abi adalah bos di kelas 11 IPS 4 walaupun bukan ketua kelas, semua penghuni kelasnya mendengarkan semua perkataannya, kemampuannya dalam memimpin membuat kelasnya sering mendapatkan kemenangan saat class meeting."
"Dan di sampingnya bernama Reynaldi, dia adalah anak kaya generasi kedua yang suka gonta-ganti pacar dan memamerkan miliknya, sikapnya adalah yang terburuk di antara mereka bertiga dan dia adalah ketua ekstra E-Sport. Dia tidak pernah lepas dari ponsel atau laptop agar bisa selalu online dimanapun dia berada."
Nadzifah menyeruput tehnya dan menambahi komentar. "Walaupun sikapnya cukup buruk gue akui dia sangat tampan dan karismatik, gue pernah melihat pertandingan bersama timnya dan saat dia fokus dengan layar dia terlihat keren."
"Ah maksud lo turnamen E-Sport dua bulan lalu?" Lailun menepuk meja dan menimpali perkataan Nadzfah. "Gue juga melihat turnamen itu, dia sangat keren saat menggunakan kombinasi triple untuk mengalahkan lawan mereka dengan cepat."
"Yah dia memang terlihat keren, tapi apa kalian ingat berapa banyak perempuan yang mengantri di belakangnya, aku ingat saat itu Yuna dengan sombongnya memamerkan hubungan mereka di depan kamera saat kemenangan tim Reynaldi tapi sayangnya ckckckckc…" Maja ikut menimpali sambil menggelengkan kepalanya.
"Sayang kenapa?" Diah mengangkat kepalanya dari mangkuk dan bertanya pada Maja.
Maja mengambil minumannya dan berkata pada Diah. "Setelah sesi wawancara Reynaldi langsung menarik Yuna ke belakang panggung dan langsung memutuskannya karena membuatnya malu di depan kamera."
"Apa?!?!" Diah sangat terkejut mendengar Reynaldi dengan mudahnya mencampakkan perempuan. "Bagaimana bisa dia melakukannya?"
Lailun hanya mengedikan bahunya dan menjawab. "Ini bukan pertama kalinya dia melakukan seperti itu tetapi masih banyak perempuan yang mengejarnya dan yakin bisa mencairkan hatinya
"Huek… gue ingin muntah ketika mendengar alasan konyol mereka." Lailun pura-pura muntah untuk mengekspresikannya.
"Jangan bersuara seperti itu! Lo membuat kita gak nafsu makan." Nadzifah mengetuk kepala Lailun karena membuat suara muntahan saat mereka tengah makan.
Lailun mencoba mengelak dan melindungi kepalanya. "Gue minta maaf, gue hanya gak tahan dengan mereka yang mengejar Reynaldi."
Diah menyeruput tehnya dan melirik kedua orang tersebut yang tengah mencari tempat duduk. Matanya mengikuti pergerakan mereka dan melihat tempat duduk yang tidak jauh dari jendela dengan seorang murid berkacamata tengah menikmati makanannya. Dengan matanya sendiri dia melihat mereka berdua mendekat murid berkacamata itu dan mengajaknya bicara sebentar kemudian murid itu bangkit dari kursinya dan menyerahkan tempat duduknya.
"Eh tapi tumben mereka makan disini," ujar Nadzifah heran.
Diah menyipitkan matanya tidak senang karena melihat pembulian tidak langsung di depan matanya bahkan orang-orang sekitar mengabaikannya seolah-olah tidak pernah melihatnya. Ia mengepalkan tangannya dan meremas botol minumannya hingga remuk, untung saja minumannya sudah habis kalau tidak maka akan terciprat mengenai seragam barunya.
Abi yang tengah menikmati makanannya tiba-tiba menoleh ke arah Diah hingga membuatnya terkejut, dia segara menundukkan kepalanya dan jantungnya berdebar dengan kencang karena ketahuan menatap mereka. Ia menggigit bibirnya gelisah dan pura-pura berbicara dengan temannya.
"Ada apa?" Reynaldi mengangkat kepalanya dan melihat Reynaldi.
"Gue ngerasa ada tatapan orang lain melihat kearah kita," kata Abi sambil mengaduk jusnya.
"Ini tidak seperti kita tidak pernah mengalaminya, bukankah kita selalu menjadi fokus perhatian di manapun kita berada," ucap Reynaldi dengan narsistik.
Abi hanya memutar matanya mendengar ucapan temannya, ia kembali fokus pada makanannya dan mengabaikan pandangan yang ia rasakan.
"Kapan Rifan bangun?" Reynaldi menyadari kebiasaan Rifan yang tidur di kelas saat jam pelajaran, aktivitas malamnya selalu membuatnya mengantuk di pagi hari dan dia tidak sungkan tidur dikelas setelah guru mengizinkannya.
"Mungkin jam sebelas nanti dia akan bangun karena jam olahraga," jawab Abi sambil memakan ayam gorengnya. "Dia tidak bisa melewatkan pelajaran ini."
Rifan memang memiliki kecerdasaan yang membuat orang mengaguminya dan iri padanya tetapi dia cukup buruk dalam olahraga karena sebagian besar waktunya ia habiskan duduk di depan komputer untuk menyelesaikan projek-projek dari kliennya yang seakan tidak pernah selesai.
Melihat hal tersebut Pak Eko guru olahraganya dengan semangat menarik Rifan dan mewajibkannya mengikuti kelasnya, melihat jenius yang memiliki kelemahan membuat Pak Eko sangat gatal ingin mengajarinya.
"Diantara semua guru hanya Pak Eko yang berani melakukannya hahahaha…." Reynaldi tertawa terbahak-bahak dan mengeluarkan ponselnya untuk membuka forum sekolah.
"Apa yang lo posting?" Abi melirik Reynaldi dan melihatnya membuka forum sekolah.
Dengan senyum jahat Reynaldi tertawa dan menunjukan isi postingannya pada Abi. "Gue memposting agar siswa-siswa lain melihat Rifan saat jam olahraganya."
Abi menyeringai dan diam-diam setuju dengan perbuatannya. "Jangan lupa memblokir IP Rifan."
-TBC-
~Forum Sekolah~
Sub Forum : Murid SMA Bunga Bangsa
Pengirim : @toohandsome
Topik : Melihat Rifan saat jam olahraganya.
Siapapun yang memiliki waktu luang atau saat jam kosong kalian bisa melihat ke lapangan untuk melihat Rifan saat jam olahraganya, jarang-jarang melihat 'Cendekia' dalam penampilan buruknya *tertawa setan*
Komentar :
@MyMy hari ini jam olahraganya? Tepat waktu sekali guru gue gak bisa mengajar di kelas.
@JiaJiaLover pfffttt gue tertawa ketika melihat penampilannya minggu lalu
@pejalankaki gue lihat penampilannya minggu lalu saat memasukan bola basket tapi mengenai tower speaker.
@LoveMeJ ahhhhhh…. Sayang sekali minggu lalu gue gak melihatnya
@Superman gara-gara perbuatannya dia menerima omelan ketua osis tapi dengan santainya dia meninggalkannya hingga membuat tenggorokan ketua osis sakit karena berteriak
@BatmanbukanRobin kali ini apa yang akan dia hancurkan saat jam olahraganya? Menunggu penampilan~~~
@MyMy Menunggu penampilan~~~ +2
@JiaJiaLover Menunggu penampilan~~~ +3
@pejalankaki Menunggu penampilan~~~ +4
@Superman Menunggu penampilan~~~ +5
@LoveMeJ Menunggu penampilan~~~ +99