Davial POV.
"Vial, apa kau bisa membantuku?" Tanya Eren tepat saat aku bersantai.
"Ada apa? Suamimu kan ada, kenapa harus aku?" Jawabku yang masih bertahan dengan posisiku.
"Jika kau menolak perintah ini, aku pastikan kau tidak akan bisa berkencan dengannya." Ucapnya sambil menaikkan kedua alisnya.
"Baiklah baiklah, sekarang katakan, apa yang harus aku lakukan?" Ucapku kesal.
"Suami istri ini sangat licik." Batinku kesal.
"Atur pelatihan Cassa, gadis itu berbakat." Katanya yang membuatku menoleh dengan cepat.
"Cassa?" Ujarku saat tahu siapa nama yang disebutkan Eren.
"Yap Cassa. Memangnya kenapa?" Ucap Lexci melontarkan pertanyaan padaku.
"Kalian yakin akan melatihnya? Bidangnya bukan dalam bidik membidik." Jawabku seraya menautkan kedua alisku.
"Dia anak yang berbakat Vial." Ucap Daniel yang entah muncul darimana.
"Yes i know that, but, itu bukan keahliannya." Ucapku yang hanya dibalas hembusan nafas oleh mereka.
"Percaya padaku?" Tanya Daniel yang menatapku dengan tatapan datarnya.
Aku hanya menghela nafasku, dan menganggukan kepalaku dengan berat hati. Kenapa mereka lebih memilih untuk menjauhkan Cassa dari bidangnya? Dia lebih lihai dalam mengutak ngatik teknologi, dan menjadi stalker handal.
Aku berjalan memasuki ruangan para pelatih, dan sekarang aku berdiri tepat didepan pintu yang tertempel jelas nama 'Yohannara'. Tanpa ba bi bu aku aku memasuki ruangannya, yang memang didesain khusus untuknya.
"Yohannara Malikan Houre." Ucapku saat sudah berada didalam.
Sang pemilik nama menoleh kearahku, dengan wajah tegasnya yang diturukan oleh Ayahnya, yang bernotabe sebagai Paman dari tuan James Houre.
"Ada apa?" Balasnya beralih menatapku.
"Ada tugas untukmu." Ucapku sambil mencari tempat untuk duduk.
"Untukku? Bukankah banyak pelatih lain?" Balasnya balik bertanya.
"Khusus untukmu, tuan." Ujarku sambil menaikkan kedua alisku.
Dia hanya menghela nafas dan menunjukkan telapak tangannya tanda ia meminta sesuatu. Aku memberikan benda yang dia minta, yaitu Flashdisk.
"Kalian benar benar mencari tahunya dengan detail." Ucapnya sembari menoleh sedikit.
"Siapapun yang menjadi bagian dari kita, harus benar benar diketahui data dirinya." Balasku.
Aku memperhatikan layar yang menunjukkan data diri Cassa secara lengkap. Cassandra Halther Dewi, nama yang berbeda dengan nama yang dia sebutkan. Anak pertama dari 3 bersaudara, dan dia tinggal di Jakarta bersama Nenek dan adik Sepupunya.
"Masih ada yang tertinggal disini." Ujar Yohan membuat alisku bertaut.
Dia mengubah Screen dihadapanku dengan browser yang bermode dark. Dan mengetikkan sesuatu yang tidak bisa kutebak namanya.
"Lomba internasional?" Kataku pelan.
"Dia dan tim padus sekolahnya menjuarai lomba internasional." Ucapnya. "Walau bukan juara satu, namun mereka berada ditingkat ke 2." Lanjutnya.
"Sudah kukatakan pada mereka, bidik membidik bukan keahlian Cassa." Ucapku dengan nada kesal.
"Kau harusnya sadar, Vial." Balasnya. "Dengan contoh ini, harusnya kau mengerti. Bahwa Cassa memang bisa diandalkan dalam segala bidang." Lanjutnya yang kemudiam menunjukkan Prestasinya yang lain.
"Olimpiade juga? Dia juga bisa bermain musik? dance, bahkan beladiri? Kenapa tuhan memberikan bakat yang berlebihan?" Ucapku saat mengetahui berbagai fakta baru tentangnya.
"Dan satu hal lagi. Kau harus ingat dia sebelumnya detektif yang bekerja mandiri." Ucap Yohan menggantung ucapannya untuk aku lanjutkan.
"Secara tidak langsung, pengalamannya lebih banyak?" Kataku menaikkan sebelah alisku.
"Dan sudah bertemu banyak orang penting. Salah satunya Presiden RI." Sembari memindahkan berkas berkas dimejanya, ucapannya berhasil membuatku diam sejenak.
Aku yang sudah berulang kali ditugaskan untuk mengamankan istana negara saja belum pernah bertemu dengan Presiden. Sedangkan Cassa yang bernotabe sebagai anak sekolah bisa bertemu dengan beliau.
"Dia diundang secara khusus, karena menjadi perwakilan Indonesia dalam acara Young Bussiness di Amerika." Lanjut Yohan.
"Aku sampai lupa bahwa dia itu pembisnis muda." Ujarku sembari mengusap daguku.
"Masih banyak lagi bakat yang dia milikki. Mungkin jika kita bicarakan akan menghabiskan banyak waktu." Yohan mematikan layar dihadapan kami, dan mengambil jaket kerjanya, yang memiliki panjang diatas lutut, yang memang didesain untuk pekerjaan yang tidak santai.
"Ayo, langsung saja. Aku sedikit penasaran dengannya." Ucapnya sembari berjalan kearah pintu.
"Penasaran apa?" Tanyaku sedikit bingung.
"Sudah berapa banyak agen yang dia cari data dirinya selama kalian tinggalkan." Jawab Yohan dengan smirk khasnya.
*****
Sekarang kami sudah berada ditempat pelatihan khusus. Banyak pelatih dan 5 Agen baru, kecuali Cassandra, yang kini sedang mengumpati Yohan karena memanggilnya secara tiba tiba.
"Kita lihat, apakah Cassa bisa melakukannya atau tidak." Ucap Eren yang berada disebelahku.
"Kenapa kita hanya fokus padanya? Aku akan membantu yang lain. Masalah Cassa, serahkan saja pada Yohan. Aku yakin dia mengatasi stalker itu." Lanjut Emelly dengan senyum yang sangat tidak kusukai.
"Tidak usah dipikirkan, Vial." Ujar Lexci yang sekarang sedang menepuk pundakku.
Aku tahu Cassa tidak mengisi formulir pada saat pendaftaran, dan juga niatnya datang kesini untuk 'mengetahui' kearah mana organisasi ini berjalan. Namun, satu hal yang kulihat, hatinya sangat tulus, dia hanya memiliki satu niat. Yaitu menyeimbangkan dunia yang sangat sulit untuk diseimbangkan.
"Biar kubantu." Aku mengambil lengan Maria yang kesulitan untuk membidik, yang memang membuatnya sedikit terkejut.
Maria Anantha Fauzia. Sedikit ceroboh, akan tetapi memiliki bakat yang tak jauh berbeda dengan Cassa. Mengantongi sabuk hitam Karate, dia menjadi satu satunya mahasiswi yang mendapatkan beasiswa Full di UNJ.
'Dorr'
Satu suara tembakkan berhasil dilepaskan oleh Cassa, namun orang orang masih acuh dan fokus terhadap kegiatannya sendiri. Berada di garis putih yang letaknya dua baris diatas titik target, itu sungguh mengejutkan untuk seorang pemula.
"Cassa, memang selalu bisa dipercaya." Ujar Maria sambil terus menatap kearah Cassa.
"Memangnya kenapa?" Tanyaku masih dalam posisi yang sama.
"Jika bukan karenanya, kalian mungkin akan mencari Secret Agent yang baru." Dia tersenyum simpul sambil menatap papan target yang berjarak 1,5 m darinya.
Bisa aku simpulkan, jika Cassa mengatakan tidak akan masuk kedalam organisasi ini, maka mereka berlimapun akan melakukan hal yang sama.
"Ayo fokus Maria, jangan sia siakan sabuk hitam milikmu." Ucapku sambil mengarahkan tangannya.
Suara tembakan terdengar disetiap sudut, salah satunya milik Maria. Dalam percobaan pertamanya memang tak seakurat Cassa. Namun kembali lagi, untuk seorang pemula, mereka sangat hebat.
'Dorr'
Satu tembakkan lagi, namun kali ini membuat semua orang diam, bahkan menjatuhkan Revolver yang ada ditangan mereka. Cassa, dia berhasil menembakkan peluru tepat dititik target. Suara sorakkan dan tepuk tangan mulai terdengar.
Jujur, dulu aku mencobanya sampai 10 kali, namun Cassa, dalam 2 kali percobaan sudah bisa melakukannya.
"Pemula yang berbakat." Ucapku bangga.
*****
Aku dan Lexci sedang berkutat menyiapkan rencana pelatihan untuk minggu selanjutnya. Sesekali kami berdebat dan saling menyalahkan ketika ada kesalahan yang terjadi.
Namun sosok Emelly mengganggu penglihatanku lagi. Dia membawa sekotak Roti isi yang khusus dibawakan untukku. Selalu seperti itu, sehingga membuatku sulit untuk menggapai gadisku.
"Kalian ini, kenapa harus repot repot melakukan hal ini? Memangnya kalian yakin mereka bisa diandalkan?" Ucapnya sambil menyodorkan satu roti kemulutku.
"Daripada hanya mengganggu, lebih baik kau keluar, dan biarkan kami menyelesaikan tugas kami." Ucap Lexci dengan wajah kesalnya.
"Kalian hanya membuang buang waktu. Cassa itu hanya akan menjadi parasit tau." Jari telunjuk Emelly dengan tidak sopannya menyentuh ujung daguku.
"Kau yang parasit." Cibir Lexci.
"Seharusnya kalian ingat, apa saja latar belakang dari Agen baru kita." Ucapnya lalu berjalan pergi meninggalkan kami berdua, benar benar berdua disini.
Aku dan Lexci hanya mengembuskan nafas, dan saling menaikkan bahu satu sama lain. "Lain kali urus tuh pacar, sama mulutnya." Ucap Lexci yang kami sambut dengan tawa kecil.
"Lexci, lo percaya mereka gabisa diandalkan?" Tanyaku memecah keheningan.
"Bukan gabisa Al, tapi belum." Jawabnya masih fokus dengan pekerjaannya.
"Maksudnya?" Ujarku.
"Mereka belum bisa dipercaya, karena pelatihan mereka belum dimulai. Nanti, pas latihannya dimulai, kita bakal tau Al, mereka pantes atau engga buat dipercaya." Jelas Lexci dengan segala pengetahuannya.
Davial Pov Off