Netra cokelat itu menatap satu bingkai kecil yang baru saja ia keluarkan dari kotak di sudut ruang kerjanya. Ia menatap ke luar jendela ruangan sembari terus mengepulkan asap rokok di udara. Pemandangan indah yang disuguhkan oleh Kota Jakarta benar-benar menjadi daya tarik tersendiri untuk Leo Wang. Pria berdarah Rumania ini selalu saja mengagumi hiruk pikuk jantung negara Indonesia yang kini tak seasri dulu lagi. Bangunan bertingkat yang menantang semesta di atas sana lebih penting ketimbang bentangan sawah penghasil padi untuk kecukupan makan sehari-hari. Leo menyaksikan kota ini berubah. Menjadi lebih modern setiap tahunnya. Usia Leo Wang tak lagi muda. Ia bukan remaja labil yang bisa pergi ke bar dan klub malam untuk berdansa ria bersama pada wanita tua dengan lekuk tubuh seksi layaknya lekukan bentuk gitar spanyol.
Leo Wang Oleander adalah pemilik Wang Lounge And Bar in the Night Sky sekarang ini. Namanya dikenal baik oleh orang-orang dan pebisnis yang menyukai dunia malam. Pria tampan dengan tubuh kekar dan jenjang berhiaskan dada bidang yang menggoda ini adalah rajanya bar dan lounge. Bangunannya megah tak ada yang berani menandingi. Semua yang datang kemari tak pernah dikecewakan olehnya. Pelayanan yang baik, suasana yang sempurna, hidangan yang berkualitas, dan gadis-gadis penghibur yang cantik memanjakan mata. Siapa yang tak menyukai tempat seperti itu di jaman sekarang? Ini adalah surganya dunia. Pendosa datang untuk menghimpun dosa baru.
"Selama malam,Tuan Wang." Seseorang menyela lamunannya. Ia kembali menutup bingkai kecil yang ada di dalam genggamannya. Seseorang menyambut kedatang sepasang netra cokelat tua itu dengan senyum yang manis. Di sudut ambang pintu yang terbuka, ia membungkukkan badannya penuh dengan kesopanan. Kiranya, Leo adalah orang yang paling dihormati di sini.
"Aku membawakan wine yang kau pesan." Ia berjalan masuk diikuti dengan seorang gadis muda yang berpakaian minim di belakangnya.
"Letakkan di atas meja sana. Lalu tinggalkan gadis itu dan ruang ini." Leo menunjuk tepat mengarah pada gadis cantik berambut pendek itu. Kiranya ia menyeringai tajam selepas netranya menyapu setiap lekuk tubuhnya.
Manis, santapan yang luar biasa lezat untuk malam ini.
"Baik, Tuan Wang."
Tak perlu waktu yang lama, pria tua bertubuh kurus kerontang meninggalkan ruang kerja pribadinya. Kini hanya bersisa dirinya dan sang gadis. Sudah mengerti dengan baik tugasnya di sini, ia berjalan mengarah ke ambang pintu dan menguncinya. Wajahnya mulai menoleh. Ia menatap pria tampan yang baru saja berjalan mendekati sofa besar di sudut ruangan sembari melepas dasi yang melilit lehernya.
Lenggak-lenggoknya benar-benar menarik untuk dipandang. Pria tampan dengan model poni naik ke samping itu hanya bisa tersenyum seringai selepas gadis itu mulai menggodanya. Sepasang peep toe terlepas dari kedua kakinya satu persatu. Kini aroma mawar mulai menyengat di kedua lubang hidung Leo. Gadis itu mulai mendekat padanya. Ia duduk di atas pangkuan pria itu sembari mulai memainkan ujung jari jemarinya. Tugasnya hanya satu, menggoda gairah pria satu ini. Jika ia tak beruntung, maka mahkotanya akan kembali direbut oleh seorang pria. Namun, jika sedang ada di dalam garis keberuntungan, maka dirinya hanya perlu memberikan sebuah sensasi untuk membangkitkan gairah dan meluapkan segala beban pikir pria ber-duit ini.
"Haruskah aku menuang wine-nya, Tuan Wang?"
Kampungan! Nada bicara gadis itu sedikit membosankan. Terlalu datar meskipun jari jemarinya naik turun membuat gairahnya mulai memuncak. Kiranya Leo bisa menebak, ia adalah gadis desa yang merantau untuk melepaskan status miskin di dalam keluarganya. Sayangnya, metropolitan tak bisa diajak bersahabat. Ia datang hanya bermodalkan wajah cantik dengan kemampuan yang tak menarik. Perusahaan baik di luar sana enggan menerima orang seperti ini. Supervisor tak mau mengambil rugi pada gadis tak berpengalaman seperti ini.
"Kamu anak baru?" tanya Leo menatapnya dengan lekat. Gadis itu mengangguk. "Ajari aku supaya bisa memuaskan pelanggan di sini, Tuan Wang."
Leo menghela napasnya. Sejenak ia memalingkan wajahnya menatap sebotol anggur merah di tengah meja kaca sisi lampu besar berwarna kuning keemasan. "Kamu tau apa nama anggur di dalam botol itu?"
Gadis itu menoleh. Tepat menatap apa yang ditunjuk oleh ujung jari panjang milik Leo Wang.
"Domanine de-- de la Romanee." Gadis itu mengeja dengan kalimat tak yakin. Sesekali ia melirik Leo yang tertawa kecil.
Pria itu kini mulai membelai lembut helai demi helai rambut gadis yang terus saja 'nakal' dengan jari jemarinya yang lentik masuk ke dalam sela-sela kemeja putih yang dikenakan oleh dirinya. Gadis itu tak modern! Ia hanya bisa menggoda dengan sentuhannya saja. Pekerjaan yang cocok dengannya, gadis malam sedikit jalang kalau mau mendapat tambahan uang.
"Domaine de la Romanee Conti 1990. Kau tau berapa harganya?" Leo kembali bermain teka-teki. Ia tersenyum manis sembari mulai mengusap lembut bibir merah merona gadis yang ada di atas pangkuannya.
"Satu juta?" Ia menembak asal. Tersenyum ringan pada pria yang kini mulai menarik tubuhnya untuk mendekat. Leo mencium dada miliknya. Baju yang tipis dan ketat itu seakan menjadi peluang terbaik untuk pria berbadan kekar ini bisa menyobeknya habis. Namun, Leo tak ingin melakukannya. Cukup ia menjamah tubuhnya dengan menggunakan hidung mancung dan bibir merah mudanya itu. Aroma wanita yang semerbak khas seorang gadis malam sudah membuatnya benar-benar bergairah.
"291 juta untuk satu botolnya, Nona." Leo melepas ciumannya. Cumbu itu ia hentikan untuk kembali menatap gadis yang kini mulai memberikan tatapan penuh ketakutan.
Benar kata Leo, gadis ini datang dari desa kecil di pinggiran kota. Ia tak mengenal apa itu wine, red wine, cocktail, wiskey, atau bir berharga mahal. Ia bahkan tak mengenal dan tak bisa mengingat nama parfum yang dikenakan olehnya malam ini.
"Kau tau apa yang membuatnya mahal?" tanya Leo mulai menaikkan dress pendek gadis itu. Memindah posisinya dengan kedua kaki yang terbuka lebar. Tak lagi duduk menyamping di atas pangkuan Leo. Gadis itu berputar dengan kasar duduk menghadap wajah tampan Leo dengan posisi kedua kakinya yang terbuka lebar. Sungguh, hatinya mulai was-was sekarang ini. Ia pernah mendengar desas-desus itu. Leo memang terlihat tampan dan ramah pada semua pegawai di sini, tetapi kalau sudah pasal 'bermain dan berpesta' dengan 'mangsanya' pria ini adalah psikopat gila yang brutal.
--jangan harap kau bisa meminta ampun atas rasa sakit itu, Leo akan bahagia selepas melihat wajahmu dalam kesakitan yang luar biasa hebatnya.
"Anggur ini berasal dari salah satu jenis anggur ternama dibuat dari kota ternama pula di Perancis. Produksinya dibatasi sebab itulah dia istimewa," ucap Leo menarik segelas anggur yang baru saja dituang dengan tangan kirinya. Mulai membawa gelas itu datang pada gadis yang ada di atas pangkuannya.
"Lalu?"
Leo mulai menyiramkan anggur itu tepat di atas belahan dada gadis yang ada di depannya. Ia tersenyum seringai kala sang gadis terkejut dengan itu.
"Meskipun aku menuang minuman mahal dia atas tubuh telanjangmu, kau tak akan pernah menjadi wanita mahal malam ini," imbuhnya kasar mendorong tubuh gadis itu hingga terjatuh di lantai.
Kepalanya membentur ubin yang ada di bawahnya. Ia meringis kesakitan sembari mencoba untuk tetap dalam keadaan sadar.
Leo menghela napasnya. Ia bangkit lalu menarik pistol yang ada di belakang tubuhnya. "Siapa yang mengirim dirimu?" tanya Leo menempatkan pelatuknya tepat di jidat gadis malang itu.
"Kamu pikir aku tak tahu? Di bar ini aku tak menerima gadis bodoh yang datang dari desa."
... To be Continued ...