Chereads / Super Sexy Casanova / Chapter 7 - 7. Lucid Dream : Crazy plot

Chapter 7 - 7. Lucid Dream : Crazy plot

Kau pernah melihat kepala tanpa tubuh dengan tetesan darah segar di bagian bawah dagunya tersenyum lalu tertawa terbahak-bahak di depan wajahmu sendiri? Jika boleh mendeskripsikan semuanya, ia ingin mengatakan bahwa semua yang dilihatnya kala itu benar-benar mengerikan. Puluhan kepala menggantung di atas atap-atap bangunan aneh yang minim cahaya juga oksigen yang masuk ke dalamnya. Tak ada manusia yang datang, ia hanya seorang diri saja. Aroma anyir layaknya darah segar mulai menari-nari di dalam lubang hidungnya kala itu. Darah mengalir turun dari tangga kayu lapuk di sisinya hingga menyentuh tepat di kedua ujung jari jemari kakinya. Sesekali dirinya tersenyum aneh mencoba untuk menguatkan mental sebab rasa takut mulai menggerogoti di dalam diri.

Ia lupa, mengapa dirinya bisa berada di tempat seperti ini. Seseorang berbicara dari dalam alam bawah sadarnya untuk mengajak ia masuk ke dalam sebuah pintu kayu berukir naga besar yang membuka mulutnya. Orang-orang di bawah naga itu menunduk sembari bersimpuh menyatukan kedua tangannya. Wajah mereka tak dilukiskan di sana. Sepertinya, itulah 'Tuhan' untuk mereka. Naga besar yang menyemburkan api panas itulah yang mengatur dunia di dalam ukir pintu kayu yang membawanya datang kemari.

Lucid dream, gadis itu kembali mengalaminya. Ia tersadar bahwa semua ini hanya mimpi. Dirinya bisa mengendalikan semua yang ada di dalam imajinasi bodohnya saat ini. Bukan kali pertama dirinya datang ke kastil tua bawah tanah ini. Kiranya hampir sepuluh kali kalau dihitung dengan menggunakan jari jemarinya. Aneh, sungguh aneh! Perannya dalam mimpi ini hanya sebatas sebagai tokoh bisu yang tak kuasa melakukan apapun. Ia dipaksa untuk berjalan. Di atas darah, kakinya menapak. Darah yang mengenang ini, tak bersumber. Atau dirinya belum bisa menemukan sumbernya. Hanya ada kepala yang digantungkan di sudut ruangan. Rasanya menjijikan hingga membuatnya mual tak karuan.

Mata-mata yang ada di kepala itu bergerak bak kamera yang tak mau liput dari langkah kakinya. Tawa yang luar biasa lantangnya itu sukses membuat dirinya mulai bergidik ngeri, tetapi tak mampu berucap apapun. Rasanya ... inilah neraka yang sering dibicarakan dalam kitab sucinya. Bedanya, tak ada iblis juga tak ada api. Namun, suasananya sungguh mantap mendukung.

"Kau harus menemukan teka tekinya ...." Bingo! Dialog yang menonton. Setiap dirinya berhasil melakukan 'lucid dream' suara itu selalu saja muncul mengiringi langkah kakinya. Matanya samar menatap. Ia ingin melihat, tetapi kuasanya hanya sampai di sini. Kiranya hanya itu-itu saja yang bisa dilihat olehnya. Selebihnya, tak ada!

"Teka tekinya ... jangan membuang waktu ...." Lirih bisikan itu menyela diamnya si gadis. Ia menitikkan mata tepat mengarah ke satu sudut ruang bawah tanah. Berusaha untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya sekarang ini.

Ia berhenti. Tatapan mata bersama langkah kaki itu menuju tepat pada dinding besar yang ada di depannya saat ini. Foto itu ... dirinya pernah melihatnya.

The Hands Resist Him, semua orang menamani lukisan menyeramkan dengan seorang anak laki-laki yang berdiri di sisi boneka perempuan tanpa ekspresi itu sebagai lukisan paling menyeramkan di dunia.

"Benar, kau benar. Temukan siapa yang membawa lukisan ini ... dan menggantungkannya di atas dinding." Kembali bisikan itu mengusik dirinya. Kini pandangannya dibawa pergi untuk tak lagi menatap apa yang ada di depannya. Kabur! Semua yang ada di sekitarnya mulai kabur dengan kepalanya yang kian pusing saja. Aroma anyir semakin kuat masuk ke dalam lubang hidungnya. Samar suara saling bersahutan satu sama lain dengan semua objek yang mulai seakan-akan menghantam dirinya dengan keras. Kepalanya pusing, kedua kakinya mulai gemetar dengan bayang-bayang aneh yang berlarian di depannya. Tawa cekikikan seorang anak laki-laki mulai terdengar bercampur aduk dengan tangisan gadis perempuan sukses membuat hatinya hancur.

Ia bersimpuh. Genangan darah di bawahnya mulai semakin banyak dengan aroma yang tak lagi lazim. Ia menghela napasnya. Berusaha untuk kembali bangkit dengan kesadaran yang sudah berada di ambang batasnya. Ia tak bisa lagi membuka mata sebab riuh suara benar-benar mengganggu dirinya saat ini.

Gadis itu terkulai lemas. Ia mulai memegang kuat kedua sisi kepalanya sembari meremas helai demi helai rambutnya kala suara-suara itu tak kunjung surut juga. Dirinya mulai menggila! Ia mengerang kasar. Mencoba melepas semua rasa sakit yang kini menyerang kepalanya. Bisikan itu bak bisikan iblis dari neraka yang paling kuat hukumannya. Ia tak kuasa menolak semua itu. Namun, dirinya juga tak bisa menerimanya secara langsung. Semua bak muatan listrik yang diberikan secara berlebih dalam waktu yang bersamaan.

Ia berteriak lantang. "Hentikan! Aku mohon, hentikan!" ucapnya sembari mulai menangis. Dirinya menggila dengan tubuh yang tak kuasa menahan semuanya lagi. Gadis itu ambruk. Bodohnya, darah kini menelan seluruh bagian tubuhnya. Volume darah itu naik, menjadi bak seperti genangan danau di tengah hutan rimba. Ia merasakan kulitnya mulai bersentuhan dengan cairan merah kental yang kini menenggelamkan seluruh tubuh mungilnya. Ia ingin berteriak, akan tetapi was-was kalau cairan merah kental itu masuk ke dalam mulutnya.

Perlahan namun pasti, ia pasrah pada keadaan yang menyerangnya saat ini. Tubuhnya habis dilahap darah kental itu. Ia tak bisa bernapas dan lucid dream selesai!

"Sandra!" Seseorang menggoncangkan tubuh mungilnya. Ia bangkit dengan segera sembari mengatur napasnya yang terengah-engah. Dirinya mimpi buruk lagi!

--sial betul! Bahkan di pagi menjelang siang seperti ini dirinya masih saja dilanda mimpi-mimpi bodoh dan menyeramkan seperti itu. Parahnya, Sandra selalu mengingatnya dengan detail. Apa-apa saja yang dilihatnya di dalam mimpi, Sandra bisa mendeskripsikan semuanya dengan jelas. Tanpa ada yang terlewat juga tanpa ada yang dilebih-lebihkan. Semuanya terekam jelas di dalam ingatannya.

"Lo mimpi buruk lagi?" Gadis muda berambut pirang itu menyetak. Ia menarik bahu gadis dengan wajah cantik yang mulai banjir dengan keringat itu.

Sandra tak menjawab. Ia tak menggubris apapun saat ini. Dirinya hanya duduk sembari memegang kuat kedua sisi kepalanya. Sesekali jarinya berputar untuk memberi pijatan ringan tanda pusing dirasa benar-benar sampai ke dunia nyata.

"Sandra ...." Ia memanggil lagi. Kiranya sudah kesekian kalinya ia mengucap nama si teman baik. Dirinya datang pagi buta tadi, menyambangi kediaman pribadi si teman baik untuk mengajaknya pergi ke kampus pagi ini. Sandra adalah si gadis malam yang pemalas. Ia si kalong yang 'betah' kalau di ajak begadang, tetapi payah kalau disuruh bangun pagi. Itu sebabnya ia datang.

"Kita ada kelas hari ini?" tanya Sandra menyela. Sejenak dirinya melirik si teman baik yang mengangguk ringan.

"Tolong ijinkan gue hari ini. Gue mau pergi ke suatu tempat."

Ia mengerjapkan matanya. "Ke mana?"

"Psikiater."

... To be Continued ...