Chereads / Super Sexy Casanova / Chapter 8 - 8. Special Girl : Sandra Ilona

Chapter 8 - 8. Special Girl : Sandra Ilona

"Mimpi memberi kesempatan bagi seseorang untuk 'berhadapan' dengan hal yang dikhawatirkannya di dunia nyata, Sandra." Seorang wanita berjas putih bersih dengan rambut pendek yang menggantung di atas bahunya itu kini memutar tubuhnya. Selepas memberi racikan obat penghilang stress untuk gadis muda yang sudah menjadi pelanggan tetapnya itu, ia memutuskan untuk pergi ke sudut ruangan. Di sana ada satu cangkir kosong yang mencuri perhatian Sandra. Si dokter psikologi itu mulai menyeduh teh manis dengan menuangkan air panas di dalam cangkir. Suasana di ruangan ini tak pernah berbeda. Sepi dengan hawa sejuk dari pendingin ruangan. Aroma lavender yang khas, Sandra suka dengan suasana yang tercipta di dalam sini. Ia betah kalau disuruh berlama-lama datang dan menetap.

"Minumlah obat itu jika aku merasa di bawah tekanan karena mimpi itu muncul lagi. Cobalah untuk berlibur di akhir pekan dan nikmati minggu yang tenang. Kau harus memberi makan untuk pikiranmu." Wanita itu melanjutkan. Ia kini mengangkat satu cangkir kecil dan membawanya pada gadis yang hanya bisa mengangguk ringan.

"Jangan hanya mengangguk, tetapi cobalah untuk melakukan itu. Ayahmu juga harus tahu keadaan putrinya yang sering datang ke psikiater," tuturnya menggerutu ringan. Ia tersenyum aneh menutup kalimatnya.

Lagi-lagi Sandra hanya tersenyum manis. Ia menarik secangkir teh yang diseduhkan untuknya siang ini. Sesekali matanya berkeliling untuk mencari objek yang bisa memanjakan pengelihatannya.

"Kau masih bekerja di bar?" tanyanya sembari meniup teh hangat di dalam cangkir. Wanita dewasa ini bukan ibu kandung Sandra. Ia juga bukan kakak atau saudara jauh yang masih berhubungan darah dengannya. Wanita satu ini adalah orang asing untuknya dulu. Kali pertama Sandra datang di tempat ini, ia bak orang bodoh yang tak bisa berkata-kata untuk menjelaskan keadaan yang terjadi padanya. Namun, waktu mengubah segalanya. Sandra mulai akrab dengan suasana ruangan serta pemiliknya. Ia adalah pelanggan tetap yang akan datang kiranya dua bulan sekali paling lambat. Terkadang, Sandra bisa bolak balik datang hanya sebab mulai 'kolot' dengan keadaannya sendiri.

Mimpi buruk itu terus saja menghantuinya. Sesekali dirinya berpikir bahwa seseorang mungkin saja sedang berusaha untuk berkomunikasi dengannya dari alam bawah sadar. Entahlah, tempat yang ada di dalam mimpinya benar-benar tak masuk akal. Di dunia ini tak akan ada tempat semacam itu. Kepala manusia tak akan menggantung bak jemuran basah dengan darah yang menetes dari bekas penggalan benda tajam. Jika pun ada, matanya tak akan bergerak dan melotot padanya seperti itu.

"Aku membuat surat pengunduran diri hari ini. Sore nanti, aku akan pergi ke tempat kursus balet untuk menyerahkan suratnya." Sandra menyahut. Nada bicaranya melirih sesekali ia menatap wanita dewasa yang mulai memberi sorot lensa teduh padanya.

"Kau mengikuti mimpi itu?" tanyanya dengan penuh kehati-hatian.

Sandra mengangguk ringan. "Setelah aku berhenti dari kursus balet, mimpi itu tak pernah datang lagi. Aku tak pernah melihat gadis kecil menari dengan ujung jari jemari kaki yang patah. Aku juga tak lagi mendengar suara-suara mengerikan yang keluar dari dalam kotak musik tua sudut ruangan itu. Setidaknya hanya tinggal satu mimpi yang harus aku cari tahu penyebabnya."

Wanita dewasa itu mengatupkan bibirnya. Ia meraih punggung tangan gadis muda yang ada di depannya. Mulai mengusap itu dengan menggunakan ujung ibu jarinya. Gadis di depannya itu sungguh menyedihkan. Ia kehilangan mimpi sebagai seorang balerina muda hanya sebab menyerah pada bunga tidurnya sendiri. Ia tak ingin mengambil resikonya lagi. Dirinya memutuskan untuk rehat sejenak selama dua minggu terakhir ini. Lalu, hari ini ia memutuskan untuk benar-benar memungkaskan mimpi terbesar di dalam hidupnya. Balerina bukan profesi yang pas untuk Sandra, begitu kiranya gadis itu mencoba untuk membuat motivasi baru di dalam dirinya.

"Bu Sarah, boleh aku tanya sesuatu?" Sandra kembali menyela. Ia menitikkan manik matanya untuk wanita yang ada di depannya itu. Sejenak wanita yang baru saja mendapatkan sapaan sebagai Bu Sarah itu mengangkat kembalikan pandangannya. Mencoba memahami arti tatapan mata yang diberikan Sandra untuknya kali ini.

"Seseorang bisa menjadi gila karena mimpinya?"

Sarah menaikkan kedua alisnya bersamaan. Pertanyaan itu kembali muncul dari celah bibir pasiennya pagi ini. Sebelum Sandra seorang pria baru saja keluar dari dalam ruangannya. Ia datang dan menanyakan hal yang sama dengan Sandra. Bisakah mimpi dan imajinasi menjadi kenyataan dan membuat kita gila? Sedikit lucu memang, tetapi itu tak pantas ditertawakan. Psikologi seseorang ada di dalam kalimat itu sekarang. Sarah akan berbohong kalau ia mengatakan bahwa dirinya tak iba pada gadis yang ada di depannya saat ini.

"Tergantung bagaimana kita mengolahnya, Sandra. Jika kau terus berjalan di atasnya maka kau akan terbawa masuk ke dalamnya. Namun, jika kau berusaha untuk melawan itu, maka kau akan menemukan jawaban dari mimpimu sendiri."

Sandra tersenyum tipis. Kepalanya mulai mengangguk ringan dengan helaan napas panjang untuk mengeluarkan beban di dalam hatinya saat ini. Sandra tak bisa mengolah emosinya dengan benar. Ingatan tentang tempat itu masih melekat jelas di dalam memorinya saat ini.

"Kasusmu sedikit langka, Sandra. Seseorang hanya bisa melakukan Lucid Dream sekali atau dua kali umumnya. Itu pun dalam jangka waktu yang berselang lama dan langka. Aku terkejut saat kau bisa mendeskripsikan mimpi dengan detail saat pertama kita bertemu kala itu. Lambat laun aku mulai mengerti ada yang lain di dalam memori itu." Sarah mulai menjelaskan. Ia menunjuk tepat ke sisi kepala gadis yang ada di depannya saat ini. Ingin memberi sebuah isyarat padanya bahwa Sandra adalah gadis yang unik di dalam dunia psikologi. Tak semua bisa mendapatkan apa yang dimiliki oleh Sandra.

"Bisa mengingat semua yang ada di dalam mimpi kita itu berbahaya?"

Sarah bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan menjauh kembali ke sudut ruangan untuk mengambil satu gula batu dan memasukkannya ke dalam teh miliknya. "Apapun yang berlebihan dan berada di luar batas wajar, itu akan menjadi sebuah malapetaka nantinya, Sandra. Namun, aku bersungguh-sungguh dalam berharap bahwa kelebihan itu akan membawa dirimu ke sebuah tempat yang sesungguhnya."

Sandra mengerutkan dahinya tak mengerti. Ia tak bisa mencerna kalimat wanita yang ada di depannya itu.

"Keunikan yang ada di dalam memori itu memiliki dua kemungkinan, pertama adalah sebuah kesalahan yang membuat dirimu dalam bahaya, atau kedua adalah sebuah anugerah yang menghantarkan dirimu ke dalam dunia yang seharusnya menjadi tempat asli untuk orang-orang seperti dirimu itu."

"Apa maksudmu, Bu Sarah? Aku berbeda?"

Sarah tersenyum manis. "Sejak aku melihat warna lensa matamu, aku menyimpulkan bahwa kau adalah gadis yang istimewa. Mimpimu bisa saja menjadi kunci dari semuanya, Sandra. Ikuti jika kau mampu melangkah, maka kau harus mengikutinya. Pergi dan berbalik arah jika itu terlalu jauh dan terlalu gelap juga menyeramkan. Itu pesanku, saat kau kembali mendapatkan lucid dream lagi."

.... To be Continued ...