Chereads / Petualangan Mavcazan / Chapter 10 - Dua Gelang Sihir

Chapter 10 - Dua Gelang Sihir

Kemudian ia keluar dari kamar mandi dan berlari kecil menuju Max yang masih tertidur, kali ini air liurnya sudah membentuk lima pulau.

"Max, bangunlah," panggil Bruno menggoyahkan badan Max.

"Hei Max, ayo bangunlah, aku akan tunjukkan sesuatu. Kau pasti akan terkejut." Bruno semakin keras menggoyangkan badan Max seraya senyum bahagia.

"Hmm… apa yang kau akan kau tunjukkan?" Max kesal tidur nyenyaknya diganggu.

"Kau harus bangun dulu, dan ikut aku ke dapur karena disana ada sesuatu yang akan aku tunjukkan."

"Haa.. kau ini berisik sekali. Jika yang ingin kau tunjukkan adalah Tuan David, aku sudah tau beliau sudah sadar. Aku lebih tahu duluan darimu."

"Apa!?" teriak Bruno membuat Max membuka matanya lebar-lebar dan aliran liurnya mulai terputus. "Kau tahu guru telah bangun tapi tak membangunkanku?! Apakau tak tahu betapa cemasnya aku menunggu ia sadar?"

Teriakan Bruno seperti singa yang menggonggong.

"Aku ragu membangunkanmu, selain itu tidurmu juga nyenyak sekali. Hanya orang-orang bodoh yang membangunkan orang yang sedang tidur nyenyak. Lagipula tuan David juga tak minat mengganggu tidurmu" ujar Max matanya mulai mengecil lagi

"Sudah pergi sana temui tuan David, aku mau tidur lagi."

"Jangan tidur lagi, bodoh." Bruno mengetuk kepalanya.

"Guru ingin aku membangunkanmu, setelah itu kita makan bersama. Selain itu bagaimana kau tahu jika guru sudah bangun?" tanya Bruno penasaran.

"Jam empat pagi tadi aku mendengar langkah kaki, langkah itu menggetarkan lantai dan itu sedikit menggangguku. Aku terbangun dan melihat tuan David sudah bangun yang baru saja keluar dari lorong, mungkin baru ia dari kamar mandi. Setelah itu mataku berkaca-kaca melihatnya sudah bangun dari tidurnya yang lama."

"Hee,.. jadi begitu. Sudah kau jangan tidur lagi. Lebih baik kau cuci muka dulu, aku tunggu di dapur bersama guru."

Setelah itu Max melonjak bangun dari lantai dan membasuh mukanya, sedangkan Bruno membantu gurunya sedang menyiapkan makanan dan menunggu Max datang.

Keluar dari kamar mandi, Max berpaspasan dengan Bruno dan David yang sedang membawa beberapa piring, makanan dan minuman.

"Oh kau sudah bangun Max, mari kita makan bersama."

"Baik, tuan."

Mereka pun makan bersama di meja makan yang lumayan panjang dan lebar layaknya keluarga. Roti sandwich, kue bolu, kacang panggang, daging ayam, roti selai kacang, dan susu hangat itu David siapkan sendirian selama mereka berdua sedang tidur Bruno yang melihat makanan David seperti biasa ia selalu tergoda dengan masakannya dan langsung mengambil 4 roti sandwich, 3 daging ayam dan sirup satu botol penuh sekaligus.

Max dan David mengambil makanan yang sesuai porsi mereka, berlawanan dengan Bruno.

"Guru, mengapa kau tidak membuat makanan dengan sihir? bukankah itu lebih menghemat waktu dan tenaga? tanya Bruno tak jelas, mulutnya masih dipenuhi makanan.

"Pertanyaan yang bagus. Memang dengan sihir kita bisa membuat makanan tanpa memasak. Tapi kau harus ingat, memasak adalah salah satu hobbyku. Tentu saja aku lebih senang memasak dengan kedua tanganku," jawab David seraya menunjukkan dan melihat kedua tangannya.

"Sebagai seorang Penyihir, hobbymu sangat aneh guru, apa kau tidak bisa menemukan hobby yang menyenangkan lain selain memasak?" tanyanya seraya menyeruput segelas susu. "Tentu saja ada. Selain itu aku juga sering membaca buku. Kau juga suka, kan?"

"Ya guru, kau tahu aku jika aku punya waktu luang, lebih sering aku gunakan membaca buku daripada latihan" ujar Bruno ketika mempunyai hobby yang sama dengan gurunya, dan matanya sedikit melebar.

"Tentu saja, kau kan terlalu lemah untuk menggunakan sihirmu. Wajar jika kau mempunyai banyak waktu luang untuk membaca. Hahaha!" desis Max dengan nada mengejek seraya tertawa keras memegang perutnya.

"Diam kau, Sialan!" geram Bruno menuding garpu yang dia pegang ke arah Max.

"Sudahlah, makan dengan tenang. Apa yang kau ambil tadi harus kau habiskan, aku dan Max sudah menghabiskan bagian kami."

"Baik guru, aku akan menghabiskannya dengan cepat." Kemudian Bruno buru-buru menghabiskan makanannya seperti sedang dikejar waktu.

Setelah selesai makan, mereka bertiga membereskan piring dan gelas yang kotor dan membawanya ke wastafel dapur, lalu mencucinya bersamaan. Bruno yang keadaannya masih segar, menggosok piring dan gelas sangat cepat seperti ahli pencuci.

Max terbelalak melihat semangatnya. Beberapa detik kemudian Bruno yang seketika menggosok sangat pelan, lalu berhenti menggosok dan mendiamkan cucian itu. Seketika hening, namun Bruno tiba-tiba bersuara.

"Guru, bisakah kau menceritakan kejadian di misi rahasiamu? Bagaimana kau mendapatkan luka itu?" tanya Bruno pelan dan datar seraya menoleh ke arah David, disusul juga Max yang menoleh ke arah David ketika mendengar pertanyaannya.

Hening beberapa detik.

"Baiklah akan kuceritakan bagaimana aku bisa mendapatkan luka ini setelah kita selesai mencuci semua piring ini," jawab David dengan suara pelan dan datar juga.

Mereka selesai mencuci semua piring, gelas kotor dan menuju ke meja makan untuk mendengarkan cerita dari David selama mennjalankan misi rahasianya. Max dan Bruno duduk bersebelahan dan menatap serius ke arah David. David pun mengambil nafas panjang-panjang.

"Baiklah aku akan menceritakan kalian tentang misiku."

"Beberapa hari yang lalu, aku mendapat panggilan dari Raja Penyihir secara mendadak untuk menjalankan misi rahasia, misi ini adalah menyikapi Kerajaan Esteria yang mulai berulah membuat keributan di Desa Oclake."

"Desa itu terletak di perbatasan Kerajaan Okuba. Mereka membunuh orang-orang yang tak berdosa, meskipun ia penyihir atau tidak, orang-orang Kerajaan Esteria membunuh mereka tak pandang bulu."

"Kenapa mereka dibunuh oleh orang-orang Esteria, tuan? Apakah orang-orang di Desa Oclake melakukan kesalahan?" tanya Max penasaran.

"Tidak ada" jawab David menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca.

"Orang-orang Esteria sengaja membunuh penduduk Oclake hanya untuk merebut kekuasaan dari Kerajaan Okuba. Dengan maksud mereka ingin memperluas daerah kekuasaannya sekaligus ingin menyatakan perang dengan Kerajaan kita. Mereka ingin berperang dengan Kerajaan Okuba, itu hanya dugaanku saja. Namun yang pasti mereka telah membunuh banyak orang di Desa itu, hanya sebagian penduduk desa Oclake yang berhasil kabur dari serangan Kerajaan Esteria."

"Sialan!" geram Bruno memukul meja sampai terangkat. "Kenapa selalu saja ada orang-orang yang berbuat jahat dengan sihirnya?! Padahal masih banyak kegunaan sihir selain membunuh orang." Teriak Bruno memukul tiang kayu rumah David hingga bengkok ke dalam.

"Santailah, kawan" kata Max berusaha menenangkan Bruno. "Dibandingkan kau, tuan David pasti lebih menderita dan tertekan dengan kejadian ini. Dia punya tanggungan dan beban yang lebih besar dari penyihir lain. Apalagi, misi yang diberikan Raja Penyihir pada Tuan David sangat rahasia, pasti sedikit orang yang menanggung beban ini."

"Max benar, Bruno. Kau tidak boleh terbawa emosi. Masih ada cara untuk mencegah pembantaian itu. Selain itu kalian berdua harus ingat satu hal. Di dunia ini, orang yang mempunyai sihir maupun tidak, diantara mereka pasti ada orang yang berniat jahat untuk merebut daerah kekuasaan orang lain. Entah apapun caranya, pasti ada orang-orang yang seperti itu. Sekarang kalian tinggal pilih ingin menjadi orang yang seperti apa," tegas David dingin.

Mereka berdua mengangguk. Mengiyakan perkataan David.

"Lalu tuan, bagaimana anda bisa mendapatkan luka itu?" tanya Max sela cepat semakin penasaran seraya melihat perut David dibalik bajunya.

"Ya guru, kau belum memberitahu kami. Apa benar lukamu itu karena terkena serangan sihir kaca dari orang Esteria?" sambung Bruno.

"Kau benar Bruno. Luka ini aku dapatkan ketika aku sedang berhadapan satu lawan satu dengannya. Sebenarnya niatku hanya untuk melindungi warga Oclake yang diserang dan temanku sedikit tersudutkan. Tapi ketika aku berhasil menahan sihirnya, tiba-tiba saja dia menawariku satu lawan satu dengannya. Aku sendiri telah memberitahunya kedatanganku hanya melindungi dan mengevakuasi warga Oclake. Namun ketika aku ingin pergi menyelamatkan warga lainnya, dia selalu menghadang jalan kaburku."

"Terus kau terpaksa melawannya guru?" sela Bruno.

"Tentu saja. Tidak ada jalan lain selain melawannya."

"Lalu kau tidak berhasil mengalahkannya?" tanya Bruno sangat pelan.

"Tidak, aku berhasil mengalahkannya, dia pingsan saat itu. Tetapi ada bala bantuannya yang datang tiba-tiba menyerangku dari belakang, aku berhasil menghindarinya. Tetapi sialnya aku terpaksa harus melawan orang satunya lagi. Dia hanya seorang diri, dan tampaknya orang itu seorang bangsawan di kerajaan Esteria. Selain itu rumornya orang itu yang membunuh ayahmu, Bruno."

"Apa?!" Bruno teriak kaget. "Apa itu benar, guru?"

"Aku juga belum tahu cerita yang sebenarnya, tapi banyak orang yang bilang, dialah yang membunuh ayahmu. Di saat ayahmu mati, aku tak berada di dekatnya waktu itu."

Bruno terdiam membatu tak berkedip, tak bergerak sejentik pun.

"Ohh aku tadi belum selesai cerita, orang itulah yang memberiku luka ini dengan sihir kacanya. Bagaimanapun Kerajaan Esteria memiliki pasukan yang lebih hebat dari kita".

"Maaf menyela ceritamu tuan. Tapi setahu saya tuan David adalah salah satu Penyihir hebat di Kerajaan Okuba. Tapi mengapa anda bisa kalah satu lawan satu dengannya? Sedangkan sihirnya hanya kaca," tanya Max heran.

"Itulah masalah besarnya. Dia memakai dua gelang sihir di kedua tangannya."

"Dua gelang sihir?!" teriak Bruno, yang tadinya membatu sekarang semakin membara. "Bagaimana seorang penyihir bisa menggunakan dua gelang sihir sekaligus? Bahkan Raja Penyihir saja hanya menggunakan satu gelang sihir saja. Ini melawan hukum alam," Bruno heran.