Pukul 8 malam
Naira's POV
Aku duduk bersila di atas ranjang dengan buku dan pena di hadapanku. Dengan mimik wajah serius kulipat kedua tanganku di dada.
Mari kita review plot cerita dalam novel "My Precious Princess".
Kurebahkan diriku di atas ranjang dengan nyaman. Aku mulai membuka buku ber-hard cover warna dusty pink yang bercorak bunga Lycorise putih.
Pertama, genre dari novel tersebut adalah romance, fantasi, berlatar belakang dunia lain dengan setting waktu jaman kerajaan. Kalau tidak salah ingat ada unsur magic-nya juga.
Apakah aku bisa menggunakannya?
Dengan rasa penasaran yang benar-benar mendalam. Aku mencoba kesempatan untuk membuktikan bahwa aku bisa menggunakan magic juga. Walaupun, aku lupa soal apakah Naira pernah menggunakan magic, sebelumnya.
Akupun turun dan kemudian berjalan beberapa langkah lalu berhenti, berdiri tepat di depan tempat tidurku. Kubuka kedua telapak tanganku di depan dada, sambil mengatupkan kedua mataku. aku mulai mengucapkan mantra yang bahkan aku sendiri tidak tau.
מיט די ברכה פון די צווילינג געטער, איך באַפֿעלן די הויךקייט מאַכט צו געבן מיר אַ לעבעדיק זייַענדיק
Dalam benak dan pikiranku, aku meminta sesuatu dengan sangat amat kusukai atau mungkin bahkan telah lama menjadi obsesiku ketika aku masih menjadi diriku yang dulu. Tiba-tiba saja kedua telapak tanganku mulai merasakan panas dan dingin secara bersamaan.
Aku tidak mengerti apakah ini adalah tanda bahwa sihir percobaanku yang asal-asalan berhasil, karena selama aku menggali kembali ingatan Naira, dia sama sekali tidak pernah mencoba menggunakannya.
Aku masih terus memfokuskan pikiranku pada sosok dalam bayangan yang ingin kuciptakan menggunakan sihir.
Beberapa detik kemudian kedua tanganku mulai terasa berat seolah ada beban yang tengah aku pegang. Saat aku mencoba membuka kedua mataku, sinar menyilaukan dari benda yang tengahku genggam membuatku tak mampu menatapnya tanpa memalingkan wajah.
Entah apakah karena sinar emas dan putih yang tiba-tiba muncul dari kamarku, aku mendengar suara langkah kaki yang dengan tergesa-gesa berlari menuju ke kamarku.
"NAINAI!!!"
Aku melihat Kak Roland sudah membanting pintu kamarku terbuka lebar.
"Ya?"
Dengan polosnya aku menyahut panggilan tersebut, dikala sinar menyilaukan ini telah meredup dan perlahan-lahan mulai menunjukan sesuatu. Aku menoleh ke arah kedua telapak tanganku yang kini tengah menggendong seekor binatang. Dari sosoknya binatang itu terlihat seperti kucing namun juga entah kenapa sedikit mirip dengan seekor anjing.
Kalau boleh kubilang dia lebih seperti Kyuu-beep-
"NAIRA!!!"
Kak Roland yang jarang memanggil namaku, i meant Naira, seperti itu tiba-tiba saja sudah menarik tubuh mungilku hingga membuat genggamanku terlepas. Binatang yang belum aku ketahui jenisnya itupun melompat lalu menggeram ke arah Kak Roland.
"Derrick!!"
"Tuan Muda!!"
Derrick yang beberapa detik lalu masih berdiri di ambang pintu sekarang sudah berdiri memunggungi kak Roland dengan pose melindungi. Di tangan kanannya entah dari mana muncul pisau-pisau tajam.
Wait!!! Kenapa tiba-tiba Derrick berubah jadi Black Buttler??
Sebelum Derrick sempat melemparkan pisaunya."DERRICK JANGAN!!"
Ternyata bukan hanya Derrick, seolah binatang semirip kucing itu mengerti kata-kataku, dia pun ikut terdiam. Aku yang melihatnya seolah ingin memastikan sesuatu hal konyol di dalam benakku.
"Kyuven, sit!!" ucapku seolah tengah menghadapi seekor anjing terlatih.
Bukan hanya aku, kak Roland, Derrick bahkan Anne yang baru saja muncul kemudian, terkejut saat melihat bagaimana binatang asing itu menuruti perintahku. Duduk dengan lidah terjulur, bibir yang tersenyum lebar memperhatikan taring tajam dan panjang. Lalu ekor lebarnya yang ada dua itu bergoyang-goyang seolah senang.
Beberapa saat kemudian, setelah menikmati keheningan karena rasa ketidak-percayaan akan apa yang mereka saksikan barusan. Kak Roland pun menurunkanku ke lantai.
"Nainai... bisa jelaskan pada kakak apa yang sebenarnya terjadi di sini?"
Kak Roland berlutut di hadapanku agar kedua matanya bisa menatapku dengan lekat dan erat. Bisa kulihat betapa cemas ekspresinya, secemas ketika saat aku baru saja sadar dari pingsan. Kusunggingkan senyum termanis dan terlembut ke arahnya.
"Kakak tidak perlu cemas Aku baik-baik saja kog."
Akupun mendekati binatang yang baru saja kunamai dengan Kyuven itu. Kubuktikan bahwa dugaanku tentang Kyuven yang harmless itu adalah benar. Walau sempat sedikit panik Kak Roland, Derrick dan Anne kemudian melihat bagaimana diriku dengan gemasnya mengusap-usap kepala Kyuven dan bagaimana binatang yang besarnya hampir setinggi badanku menggelayutiku dengan manjanya.
Kulihat bagaimana Anne menghembuskan nafas lega, Derrick masih terlihat kaget dan kak derrick yang belum juga mampu menghapus kecemasannya.
Keesokkan harinya.
Aku yang masih berada di atas ranjang bersama Kyuven di kamar kak Roland mulai mengingat kembali kejadian kemarin malam.
Kak Roland yang masih menemaniku di kamar menunggu kedatangan Ayahanda dan Ibunda yang tengah dipanggil oleh Anne. Setelah mereka berdua mendengar kabar tersebut, seolah dikejar zombie mereka berdua masuk ke kamarku dengan wajah tak kalah paniknya dengan kak Roland waktu itu.
Setelah mendengar duduk perkaranya dari kak Roland dan penjelasan lengkap dariku. Well, tentu saja minus kenyataan bahwa hal itu kulakukan karena aku ingin mempelajari kemampuanku sebagai Naira dalam dunia novel ini.
Awalnya karena mereka menganggap bahwa Kyuven adalah mahluk berbahaya karena bahkan kak Roland yang memiliki Magiclopedy tidak mampu mengetahui jenis binatang apakah Kyuven sebenarnya. Hingga mereka ingin menyeret paksa Kyuven untuk dikurung dalam Dungeon mansion.
Aku, yang tidak terima, berusaha mencegah agar mereka tidak melakukan hal tersebut pada binatang menggemaskan yang sudah susah payah aku ciptakan atau mungkin summon dengan sihir coba-cobaku itu.
Walaupun, terpaksa kugunakan ancaman bahwa aku akan kabur dari rumah dengan sihir kalau sampai mereka masih berusaha mencoba memisahkanku dengan Kyuven.
Well, entah karena mereka memang sudah mengetahui bahwa hal itu bakalan mungkin bisa terjadi sejak dulu ataukah karena mereka baru saja melihat sesuatu hal yang mengejutkan. Hingga menganggap bahwa aku bisa saja melakukannya pada detik itu juga.
Kak Roland yang merasa seolah kalah berdebat denganku. Namun, tidak mau mengakuinya sama sekali, akhirnya mengajukan persyaratan bahwa aku akan tidur di kamarnya untuk jaga-jaga.
Kuusap-usap mataku yang masih mengantuk. Kak Roland masih memelukku dengan erat. Wajahnya yang tampan masih terlihat bersinar walau sedang tengah tertidur.
The Power of Ikemen dalam cerita romance. Kalau begini bisa-bisa aku beneran kena brocon. Eh aku cium ilegal, gak ya? Kalau di pipi rasanya gak papa ding.
Dengan sedikit tertawa akhirnya kuputuskan untuk memberi kecupan selamat pagi pada kakakku yang tampan itu di pipinya. Bahkan walaupun dia belum terbangun.
BRAK!!!
"NAINAI!!!"
Suara keras dari pintu yang terbanting karena dibuka dengan paksa disusul Husky-voice tinggi langsung mampu mengagetkanku dan kak Roland. Bisa kulihat sosok dengan wajah familiar mulai berjalan cepat menghampiriku. Namun, pada detik berikutnya sebuah bantal melayang ke arah pemuda yang ketampanannya tak kalah dengan kak Roland. Walaupun, aku masih belum ingat siapa pemuda itu sebenarnya.
"Berisik Arvan!! Berani sekali kau mengganggu tidur nyenyakku dengan Nainai."
Dengan lihai, pemuda yang akhirnya kuingat sebagai kakak tertuaku Arvan Van Vellzhein itu menangkap bantal yang dilempar ke arahnya dengan anggun.
"Sudah kewajibanku untuk mengganggu ketenangan tidurmu yang dengan berani mengajak adik kecilku Nainai yang berharga."
Arvan melempar kembali bantal tersebut dengan tak kalah kesal. Aku hanya mampu memberikan ekspresi poker face saat seolah aku bisa melihat percikan kebencian ketika tatapan mereka berdua beradu.
"Waktu Nainai jatuh pingsan dari tangga saja kau tidak pulang. Kenapa malah sekarang kau sudah datang." Ucap kak Roland dengan ketus.
"Apa maksudmu dengan aku tidak datang saat Nainai pingsan. Kau pikir sedang berada disituasi macam apa aku saat itu, huh?!" seloroh kak Arvan dengan kening berkerut.
Menurut penjelasan kak Arvan waktu kejadian tersebut tiga hari yang lalu. Dia dan bawahannya tengah ditugaskan untuk membasmi Wild Beast di hutan timur kota Rottenbroke. Jadi bisa dibilang kak Arvan baru saja mendapatkan berita tersebut setelah dia kembali ke kerajaan Iztanha bersama pengikutnya.
Dan pada detik itu juga langsung melakukan transportasi darurat melalui portal ruang.
Diam-diam aku beranjak turun meninggalkan ranjang dan mendekati Kyuven yang masih berbaring dengan manis di sudut kamar. Ketika dengan tenang aku hampir berhasil mencapai Kyuven
"Nainai!!"
Suara merdu kedua kakak lelakiku mampu membuat jantungku hampir melompat keluar dada.
"Ya?!"
Dengan polosnya kuputar badanku untuk menghadap kedua mahluk tampan yang kini tengah menatap sosokku lekat-lekat. Aku hanya mampu mengerjapkan mata dengan senyum yang menyunggingkan beribu tanya.