Chereads / My Precious Lady Villain / Chapter 5 - Page 4: The Life of A Villain (1)

Chapter 5 - Page 4: The Life of A Villain (1)

Di kamar Naira,

"Say Kyuven... apakah aku juga perlu mengatakan pada si putra mahkota ini kalau aku sudah tidak ingin bertunangan dengannya? Apa menurutmu dia tidak akan marah karena merasa harga dirinya aku injak-injak??"

Glek. Tiba-tiba tengkukku mulai merinding sendiri saat memikirkan hal tersebut. Aku yang tengah duduk bersila di atas ranjang dengan Kyuven di sebelahku.

Worst case scenario. Seperti Novel dan Otome Game yang sering menjadi bahan dunia Isekai, para villains selalu berakhir menyedihkan, mengenaskan dan men-men lainnya. Hfffh ... jadi sepertinya aku harus benar-benar memperhatiakn tingkah dan ucapanku di sekitar pangeran.

Kalau tidak salah ingat, setting usia Naira dan yang lainnya di dalam novel tersebut adalah tujuh belas tahun. Jadi... intinya itu aku harus berhati-hati sampai umur tujuh belas tahun. Setelah itu aku baru bisa hidup dengan damai.

Kubelai-belai dengan lembut puncak kepala dan punggung Kyuven ketika membayangkan bagaimana damainya kehidupanku setelah melewati usia tujuh belas tahun. Seolah merasakan Haven in Advance.

Kedamaianku terusik ketika terdengar suara pintu kamarku diketuk. Suara Anne terdengar dari balik pintu di luar kamar.

"Masuklah Anne." Jawabku dengan lembut.

"Nona Muda, anda kedatangan tamu." Kata Anne sedikit menunduk hormat.

Siapa? Kataku tak mampu keluar dari bibirku.

Seorang anak laki-laki muncul dari balik punggung Anne yang sekarang sudah berjalan minggir sambil masih menunduk hormat. Memberi jalan pada sosok kecil seorang anak cowok yang walaupun masih bersosok kecil wajahnya sudah memancarkan kharisma dan ketampanan yang luar biasa. Aku masih terpaku di tempat dengan wajah melongo yang kuharap semoga keimutan wajah Naira mampu menutupinya.

"Ahem... Nona Muda." Suara deheman dari Anne cukup mampu menyadarkanku bahwa anak lelaki tampan yang saat ini ada di seberang tempat tidurku adalah si putra mahkota yang ingin kuhindari sejauh-jauhnya.

Walaupun begitu tetap saja kebiasaan burukku yang dulu muncul, dengan panik aku beringsut dari tempat tidur untuk memberi salam hormat kepada anak kecil yang saat ini tengah melihatku dengan dingin.

"Maafkan atas ketidak-sopanan hamba Yang Mulia." Ucapku masih merunduk mencoba mengingat pelajaran etika memberi salam pada anggota kerajaan,

"hamba sangat berterima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia." Kuberikan senyum termanis yang bahkan Anne pun tak mampu menahan rasa terpesonanya di belakang pangeran.

Beberapa saat kemudian,

Aku dan Putra Mahkota duduk saling berhadapan dengan sajian di meja di dalam kamarku. Suasana hening pun mulai menggerayangi ruangan perlahan-lahan.

Aku paling tidak bisa berduaan dengan cowok pendiam. Lirikku kesal ke arah Kyuven yang beristirahat di sebelah sofaku.

Ya sudahlah. Toh, aku memang sudah tidak punya perasaan lagi dengan pangeran. Aku kan bukan shotacon. Ucapku sembari tersenyum sendiri di dalam hati.

"Apakah tubuhmu baik-baik saja?"

Suara merdu itu muncul dari bibir si pangeran. Walau untuk beberapa saat aku tertegun mendengarnya. "Huh? Ah... iyah, terima kasih atas perhatian Yang Mulia. Saya sudah tidak apa-apa."

"Yang mulia sendiri pastinya sedang sangat sibuk dengan pelajaran dan latihan untuk menjadi putra mahkota," kataku yang entah kenapa dengan lancar terucap seolah mendapatkan bahan obrolan untuk dibahas.

"Tidak masalah." Jawab sang pangeran pendek, masih dengan secangkir teh di tangannya.

"Mungkin bagi Yang Mulia hal tersbut tidak menjadi masalah... tetapi saya tidak bisa membiarkan waktu anda yang berharga terbuang sia-sia hanya demi saya Yang Mulia." Kataku menyambung dengan lancar.

Ternyata kalimat yang kuanggap cukup sopan itu malah membuat Anne dan si putra mahkota membelalakkan kedua matanya lebar-lebar, seolah baru saja mendengar sesuatu yang luar biasa. Hal tersebut tak mampu menyadarkanku yang masih ingin mengeluarkan suara hati dan isi kepalaku.

"Yang Mulia, saya benar-benar sangat berterima kasih atas kedatangan Yang Mulia kemari hanya demi untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja."

"Tetapi... uhm... saya harap untuk kedepannya, Yang Mulia akan lebih mengutamakan kepentingan Yang Mulia sendiri dibandingkan saya." Jelasku yang makin membuat Anne dan sang pangeran tertegun luar biasa.

Ce-la-ka... sepertinya aku sudah sangat mengacau sekali dengan ucapanku. Kusunggingkan senyum manis yang kupaksakan dengan sweatdrop yang sudah menggantung di pelipis dan pipiku.

Beberapa detik telah berlalu dalam keheningan yang cukup intens at least bagiku.

Kling!!

Cukup kaget juga saat mendengar dan melihat si putra mahkota itu sudah menaruh cangkir tehnya di atas piringan nampan. Glek!! Aku berusaha menelan ludah diam-diam.

Demi jantung ... rasa-rasanya aku akan mati lagi kalau merasa tertekan dan dibikin deg-degan begini terus.....

"Jadi Nona Naira apakah kamu mau bilang kalau tidak akan jadi masalah bagimu walaupun aku tidak datang mengunjungimu saat aku merasa tidak ingin?" tanya nak kecil berparas tampan dengan nada dingin itu padaku.

Aku cukup tertegun mendengarnya. Beberapa detik mata kami saling beradu dalam keheningan. Jadi begitu... tentu saja. Mana mungkin orang sekharismatik dan setampan dia menyukai gadis sepertiku... wait-wait aku ini, aku yang mana maksudnya,ya?!

Oh well, yang manapun boleh... toh sekarang tubuh Naira adalah milikku. Aku adalah Naira. Jadi intinya bahkan sebelum aku menjadi Naira, Putra Mahkota yang aku lupa siapa namanya ini sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada Naira.

"Benar... tentu saja tidak apa-apa Yang Mulia dan lagi kalau seandainya Yang Mulia merasa bahwa rencana pertunangan kita sangat mengganggu bagi anda, Saya sama sekali tidak keberatan jika Yang Mulia ingin membatalkannya."

Aku benar-benar tidak sadar bahwa kebahagiaan dan kegiranganku tentang rencana pertunangan yang mungkin akan dibatalkan sendiri oleh si pangeran tanpa perlu aku dan keluargaku mengungkapkannya pada sang Kaisar yang mulia.

Semakin membuat putra mahkota dan Anne memberikan ekspresi terkejut yang luar biasa. Aku memang masih tidak paham dengan keanehan yang kubuat.

Tetapi, kalau itu demi agar aku bisa terbebas dari plot cerita pangeran dan si protagonis yang nantinya akan menjadi penyebab aku, Naira, menjadi seorang Villain.

Maka akan kulakukan apapun itu walaupun harus menerima kecurigaan dari seluruh keluargaku.

Well, pikirku masalah bagaimana nantinya aku akan menghadapi pertanyaan keluargaku, aku rasa... kak Roland dan kak Arvan bisa membantuku. Aku yakin mereka akan mengerti maksud dan tujuanku.

Dan ditambah lagi dengan sifat mereka yang terlalu posesif dengan Naira, Aku yakin mereka akan mendukung usahaku.

Senyum manis masih tersungging di bibirku. Anne masih membisu. Bibir sang pangeran kecil masih sedikit terbuka karena keterkejutannya masih belum menghilang sempurna.

"Kalau begitu... baiklah."

Third Person's POV

Di taman Haven dalam istana kerajaan Iztanha. Putra Mahkota dan Kaisar yang mulia tengah terlihat menikmati tehnya di bawah atap gazebo.

"Bagaimana kabar Nona Naira, Putraku?"

Pangeran yang mendengarnya hanya berhenti untuk minum sejenak lalu berlanjut lagi. Setelah itu Pangeran terlihat meletakkan cangkirnya sebelum berbicara.

"Gad... Maksudku kondisi Nona Naira sudah tidak apa-apa. Hanya saja sepertinya ada yang berbeda dari Nona Naira yang sekarang dengan dia sebelumnya." Ujar pangeran cilik

"Oh, benarkah? Kira-kira apa itu?" tanya Maharaja penasaran.

"Nona Naira yang siang tadi kutemui, dia... terlihat lebih dewasa. Entah mengapa mulai dari cara bicaranya, caranya memandangku juga...." sang pangeran kembali mengingat bagaimana Naira memberikan saran terhadap rencana pertunangan mereka.

"Rasa-rasanya seolah gadis kecil manja yang dulu merengek ingin menjadi istriku sekarang sudah tidak ada lagi di dalam sosok Nona Naira yang sekarang."

"Aku tidak tau bagaimana caraku untuk mendeskripsikannya pada Ayahanda. Tapi, yang jelas... Nona Naira dibandingkan dengan saat terakhir kali aku bertemu dengannya satu minggu yang lalu, sudah sangat berubah."

Sang Kaisar hanya terlihat mengangguk-angguk tanda mengerti sambil memegang dagunya yang sedikit berjanggut.

"Lalu? Apa kau menyukai perubahannya yang sekarang?" tanya Yang Mulia lagi dengan senyum berwibawa.

"Ayahanda... mengenai rencana pertunanganku dengan Nona Naira dihari ulang tahunku minggu depan, ada sesuatu yang aku ingin ayah lakukan." Kata sang pengeran cilik, membuat maharajanya sedikit tertegun

"Oh, apakah itu?" tanya Maharaja cukup penasaran, mengingat Putra Mahkota terkasihnya tidak pernah meminta satu halpun untuk ulang tahunnya.