Naira's POV
"Anne... apa menurutmu aku sudah sangat salah bicara?" tanyaku yang tengah memangku Kyuven di atas sofa
Tiba-tiba saja aku teringat bagaimana ekspresi terakhir yang diberikan Yang Mulia Putra Mahkota setelah mendengar penuturanku, hal terakhir yang ia lakukan setelah sempat terdiam untuk waktu yang cukup lama adalah berpamitan.
Seolah syok... bukan... akulah yang lebih syok saat melihat bagaimana Pangeran yang tak memberikan jawaban apapun setelah mengatakan "baiklah kalau begitu" dah. That's it. Setelah itu si Pangeran langsung pamit pergi.
Nah terus kalian pikir aku harus berekspresi seperti apa?
AARRRRGH MY LORD!!!
Aku benar-benar gak tau harus berbuat apa sekarang.
"Nona Naira... apa saya boleh bertanya? Mungkin anda akan menganggap kalau pertanyaan saya kurang sopan bahkan terdengar kurang ajar. Tapi kalau anda bersedia menjawabnya..."
Belum selesai kalimat Anne yang seolah menggantung karena takut menyinggung perasaanku, Aku memotongnya dengan senyum ketika dirinya tengah berdiri di belakangku. Aku menoleh sembari mengucapkan, "Katakan saja Anne, mana mungkin aku marah."
"Aku benar-benar butuh bantuanmu Anne." Ucapku kini sudah membuang perhatian kepada Kyuven.
"Sejak kapan Nona Naira sudah tidak memiliki perasaan terhadap Pangeran?" tanya Anne tanpa ragu lagi.
Aku terdiam untuk sejenak. Aku sudah menyangka pertanyaan seperti ini akan datang nanti. Entah siapapun itu penanyanya yang jelas mereka menginginkan jawaban dari alasan mengapa aku sudah mulai berubah.
Oke... kira-kira apa jawaban yang tepat jika ada pertanyaan seperti itu datang kepadamu wahai engkau para Author cerita Isekai?
"Anne... maukah kau duduk bersamaku? Ada yang ingin aku ceritakan." Pintaku yang sejenak membuat Anne tertegun.
"Tentu... Nona..."
Walaupun terdengar sedikit ragu dan sungkan. Anne pun akhirnya ikut menemaniku duduk di sofa sebelah. Kutarik nafas dalam-dalam sebelum memulai perbincangan.
"Anne ingat kapan terakhir kali Yang Mulia Pangeran mengunjungiku? Juga frekuensi beliau datang kemari atau bahkan mengundangku ke istana untuk bertemu dengannya?" tanyaku pada Anne yang di sambut dengan ekspresi bengong.
Walaupun begitu Anne masih menjawabnya dengan sedikit berpikir seolah takut salah. Anne menjelaskan perihal tersebut padaku dengan sangat hati-hati.
"Aku yakin jangankan Anne... orang-orang di sekitar kami pun apabila mengetahui hal tersebut akan berpikir bahwa sebenarnya Yang Mulia Putra Mahkota sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadapku. Perasaan satu sisiku ini hanya satu-satunya yang menjadi alasan Putra Mahkota menyetujui keinginan egoisku ...."
Anne terdiam mendengarkan penuturanku. Perhatianku masih terfokus pada Kyuven yang tertidur pulas di pangkuanku. Tanganku masih terus bergerak membelai kepala dan punggungnya yang berbulu lembut.
"Aku juga tidak tau kapan pastinya... tetapi sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan aku mulai bisa menyadarai bahwa perasaanku pada Yang Mulia Pangeran tidak akan pernah terbalas."
"Aku... ingin dicintai oleh Pangeran. Tetapi, jika sampai hari pertunangan tiba dan Putra mahkota masih tidak memiliki perasaan apapun terhadapku, Aku tidak bisa membayangkan akan menikah dengan Yang Mulia Pangeran tanpa ikatan cinta."
!!
Aku terkejut atas ucapanku sendiri. Kulirik Anne yang masih tercengang dengan penuturanku yang seperti mendongeng itu. "Anne?" panggilku.
"Maaf... Nona Naira, saya tidak bermaksud kurang ajar. Tetapi, melihat Nona Naira berkata seperti itu rasa-rasanya saya baru saja mendengar Nona Naira versi dewasa." Ucapnya seperti orang melantur.
Aku kaget dong lihat Anne tiba-tiba memalingkan wajahnya dan menutupi kedua pipinya seolah habis ngobrol sama gebetannya.
"Nona Naira yang selama ini selalu bersikap egois dan bertingkah seperti anak kecil ternyata sekarang bisa jadi sedewasa ini."
"Saya jadi semakin bangga!!" katanya lagi berseru seolah tengah fangirling-an.
Ya ampun dah ternyata kelakuan Naira emang sudah dari janin annoying-nya. Bahkan Anne pengasuhnya saja jadi sebagia ini saking terkejutnya dengan perubahanku.
Aku hanya bisa tersenyum garing sambil membuang lirikan.
"Aku ingin berubah Anne... aku tidak ingin hanya menjadi gadis kecil manja yang cuma bisa merepotkan orang-orang di sekitarku."
"Aku masih bisa mengingat alasan mengapa aku bisa jatuh tergelincir dari tangga." Ucapku, merasa malu juga kalau harus mengingat hal tersebut.
"Hanya karena Pangeran tidak bisa datang menemuiku dan bahkan tidak mengundangku untuk menemuinya, Aku merengek ingin pergi walau tanpa seijin ayahanda dan ibunda."
"Aku mendapat hukuman dari Tuhan." Jelasku sambil mengatupkan kedua tangan seolah tengah berdo'a dan memejamkan mata.
Tentu saja itu cuman alasan agar aku bisa menutupi kenyataan kalau perubahanku ini karena sekarang tubuh Naira sudah diambil alih oleh wanita 29 tahun yang berasal dari dunia lain.
"Jadi itulah kenapa aku merasa aku harus berubah. Aku juga sudah mulai introspeksi diri dan berharap kedepannya bisa menjadi seorang lady yang lebih baik." Ucapku lagi dengan senyum yang kubuat semanis mungkin.
Anne yang seolah teracuni dengan keimutanku langsung melompat untuk memelukku dengan gemas. "Saya akan sangat merasa terhormat jika saya bisa membantu Nona Naira menjadi seorang Lady yang sesungguhnya."
Aku yang mendengar hal tersebut menyunggingkan seringai dengan alami. Aku rasa aku akhirnya mendapatkan another ally in my side.
"Nona Naira tenang saja Saya pasti akan membantu Nona untuk menjadi seorang Lady sejati. Itu akan menjadi suatu kehormatan bagi saya bisa mendukung keputusan dewasa dan berwibawa Nona mengenai masa depan gemilang."
Anne melepaskan pelukannya dan menatapku dengan mata berapi-api. Semangatnya yang menggebu-gebu kurasa adalah bukti bahwa harapanku untuk hidup tenang akan segera tercapai.
Kuberikan senyum terimut dan semanis mungkin agar Anne makin tidak mampu lepas dari pesonaku.
Beberapa saat kemudian, ketika Anne ijin pergi menyiapkan camilan.
"Say Kyuven kira-kira siapa lagi yang harus kita goda agar bisa menjadi sekutu kita?" tanyaku dengan polosnya pada Kyuven yang cuman bisa mengeluarkan suara Iungh-uwnh dengan senyum sumringah.
Well, sudah dipastikan kalau Anne mendukungku. Tinggal Ayahanda, Ibunda, Derrick, Diego dan...
Pikiranku terganggu dengan suara ketukan dari luar pintu kamarku. Suara Derrick terdengar dari luar. "Masuk lah!" seruku yang kemudian disusul oleh suara pintu kamar yang terbuka dengan cukup lebar untuk dimasuki oleh Derrick.
"Ya? Ada apa Derrick?" tanyaku dengan senyum yang sengaja kupamerkan.
"Undangan dari Putra Mahkota yang mulia untuk anda sudah datang Nona." Ucapnya menyodorkan sepucuk kartu undangan berwarna putih dengan motif bunga Lycorise emas.
Undangan apa, ya? Tanyaku dalam hati yang menerima kartu tersebut. Namun, belum sempat kubaca apa isi di dalam kartu, kalimat Derrick seolah mampu membaca pikiranku
"Itu undangan pesta ulang tahun Yang Mulia Pangeran yang ke tujuh, Nona."
Kulempar perhatianku pada Derrick yang memberikan senyum termanisnya ke arahku. Oh My Lord!! Entah karena senyum Derrick dan ucapannya, kah?! Karena aku merasa wajahku mulai memerah karena tersipu dengan senyum menawan itu dan membiru karena pucat mendengar penjelasan Derrick mengenai isi surat tersebut.
Aku ingat Ayahanda dan Ibunda bilang kalau hari pertunanganku akan diadakan tepat pada hari ulang tahun Pangeran. Ya Tuhan ... Aku berharap Pangeran benar-benar tidak akan melanjutkan rencana pertunangan tersebuuuuut.
Aku sungguh-sungguh ingin menikmati kehidupanku dengan damai juga mencoba peran sebagai villain tanpa harus berurusan dengan si pemeran protagonist dan para umatnya.
Kalau dengan mereka aku yakin malah bisa mati muda.
"Nona?" Derrick memanggilku yang masih terpaku diam tak berucap.
"Ah... iya maaf Derrick tiba-tiba saja aku melamun. Terima kasih sudah menyampaikan surat ini untukku." Balasku dengan senyum yang tak kalah manis.
"Apa Nona Naira tidak apa-apa?" tanyanya lagi dengan ekspresi cemas.
"Ya? Tentu saja aku baik-baik saja! Ada apa Derrick? Apa ada yang aneh denganku?" tanyaku menutupi kenyataan bahwa memang terjadi apa-apa.
"Nona Naira sedikit kelihatan pucat. Nona benar-benar tidak apa-apa, kan?"
"Perlukah saya panggil Anne untuk menemani Nona? Saya akan pergi memanggil dokter." Sambungnya lagi masih dengan nada cemas.
"Aku tidak apa-apa Derrick sungguh..." kataku lagi menarik ujung lengan baju buttler-nya.
Derrick yang kemudian berjongkok di hadapanku memberikan seulas senyum sebelum bertanya. "Apa ada sesuatu yang mengganggu anda Nona?"
"Sebenarnya ada yang ingin kuceritakan padamu... kau mau dengar, kan?!" tanyaku dengan ekspresi memelas yang kubuat dengan cukup imut.
Beberapa menit setelah kuceritakan segala yang sudah pernah kusampaikan pada Anne sebelumnya.
Tentu saja dengan minus, kebiasaan buruk dari kehidupanku sebelumnya, Aku tidak bisa menyampaikan hal sebegitu panjangnya dengan sama persis. Pastinya ada beberapa hal yang berbeda karena penambahan dan pengurangan kalimat di sana-sini.
Well, since tujuanku hanya satu yaitu mendapatkan simpati Derrick dan membuatnya menjadi sekutuku, tak apa jika harus menambal cerita dimana-mana. Toh, rahasia mengenai diriku yang mengambil alih tubuh Naira masih aman-aman saja.